IC-CEPA Berlaku, Tarif 7.669 Produk Indonesia ke Chili Dihapus
Perjanjian Comprehensive Economic Partnership dengan Indonesia melalui IC-CEPA yang telah berlaku sejak 10 Agustus 2019.
Penulis: Larasati Dyah Utami
Editor: Sanusi
Laporan Wartawan Tribunnews, Larasati Dyah Utami
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Perjanjian Comprehensive Economic Partnership dengan Indonesia melalui IC-CEPA yang telah berlaku sejak 10 Agustus 2019.
"Berlakunya IC-CEPA berarti dihapusnya tarif terhadap 7.669 produk Indonesia ke Chili, 78,3 persen produk langsung mendapat tarif 0 persen," kata Duta Besar Indonesia untuk Chili, Muhammad Anshor dalam keterangannya, Jumat (14/8/2020).
M Anshor mengatakan Chile merupakan satu-satunya negara Amerika Latin yang memiliki perjanjian IC-CEPA.
Baca: Indonesia Kembali Ekspor Bawang Putih ke Taiwan
Baca: Kemitraan Indonesia - Chile CEPA Dongkrak Ekspor RI di Tengah Pandemi Covid-19
Dalam seminar daring "Menggali Potensi Bisnis Indonesia-Chile" pihaknya mendorong para pelaku usaha untuk memanfaatkan IC-CEPA.
Ia juga mendorong pelaku usaha meningkatkan perdagangan Indonesia-Chili secara umum.
"Penting penyediaan wadah secara khusus untuk UMKM, guna memfasilitasi ekspor serta memilah produk-produk dan standar yang sesuai," kata Anshor.
Menurutnya hal ini sejalan dengan rencana pembentukan Trading House/Toko Indonesia di kawasan Amerika Selatan yang merupakan kerjasama Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo), Kementerian luar negeri dan Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI).
"Salah satu faktor penting guna mendukung keberhasilan pembukaan toko Indonesia ini adalah partisipasi diaspora baik sebagai partner atau pelaku operasional guna memasarkan produk-produk Indonesia di kawasan," katanya.
Anshor mengatakan produk Indonesia yang mendapat tarif 0 persen di pasar Chili diantaranya adalah produk-produk pertanian, produk perikanan kaleng dan produk manufaktur.
Sejak satu tahun implementasinya, dapat dilihat bahwa pengusaha Indonesia belum memanfaatkan perjanjian secara maksimal.
Faktor-faktor yang diidentifikasi sebagai penyebab masih rendahnya pemanfaatan perjanjian ini, selain adanya pandemi global, adalah kurangnya informasi serta kapasitas pengusaha Indonesia, dalam mengekspor barang ke Amerika Selatan.
"Diseminasi informasi serta kapasitasi pengusaha dianggap sebagai hal yang penting, khususnya bagi UMKM," katanya