RUU Cipta Kerja Diklaim Bisa Dorong Daerah Berdaya Saing Lebih dan Berkelanjutan
Inisiatif ini diharapkan bisa menginspirasi daerah untuk menerapkan prinsip keberlanjutan dalam meningkatkan ketahanan dan memperkuat daya saing.
Penulis: Yanuar R Yovanda
Editor: Choirul Arifin
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Yanuar Riezqi Yovanda
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD), Katadata Insight Center, dan Kinara Indonesia berinisiatif membuat Daya Saing Daerah Berkelanjutan Award.
Inisiatif ini diharapkan bisa menginspirasi daerah untuk menerapkan prinsip keberlanjutan dalam meningkatkan ketahanan dan memperkuat daya saing.
“Melalui penghargaan ini kami berharap pemerintah nasional selaku pembuat kebijakan, sektor usaha, para professional maupun publik yang lebih luas turut memperhatikan prinsip keberlanjutan," ujar Direktur Eksekutif KPPOD Robert Na Endi Jaweng dalam webinar "RUU Cipta Kerja: Momentum Agregasi Daya Saing Daerah" di Jakarta, Selasa (22/9/2020).
Menurut Robert, diperlukan keseimbangan aspek sosial, lingkungan hidup, ekonomi, dan tata kelola dalam membangun daerah agar memiliki ketahanan dan daya saing yang kuat.
Baca: Komite III DPD RI Desak Norma Bidang Pendidikan Dikeluarkan dari RUU Cipta Kerja
Webinar ini, lanjutnya, mengangkat diskursus mengenai pembangunan berkelanjutan di tingkat daerah yang belakangan ini semakin relevan dengan salah satu isu prioritas nasional, yaitu perumusan Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja.
Baca: Urgensi RUU Cipta Kerja di Mata Gubernur BI Perry Warjiyo dan Wamenkeu Suahasil
RUU Cipta Kerja diharapkan memberi ruang pada kewenangan daerah dalam mengembangkan potensinya dengan berbagai inisiatif inovasi.
"Daerah perlu diberikan kebebasan dalam menavigasi arah pembangunan yang berbasis potensi dan daya saingnya. Karena itu, RUU Cipta Kerja perlu menjamin tercapainya daya saing daerah berkelanjutan," kata Robert.
Selain itu, juga optimalisasi sumber daya daerah melalui inovasi dan efisiensi input guna menghasilkan output atau produktivitas.
Terutama, dalam keseimbangan yang harmonis antarpilar keberlanjutan yakni lingkungan lestari, ekonomi unggul, sosial inklusif, dan tata kelola baik untuk saat ini maupun menjawab tantangan masa depan.
"Selama ini persepsi bahwa pembangunan yang baik adalah yang meningkatkan pendapatan daerah, sedangkan, praktik keberlanjutan dirasakan sebagai beban tambahan yang menghambat investasi," ujar Robert.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.