Akademisi Kampus Khawatir Praktik Korupsi Makin Liar dan Meluas karena UU Cipta Kerja
Para akademisi kampus menegaskan, tidak ingin UU Cipta Kerja membuat Indonesia menjadi negara yang penuh korupsi dan mengalami demoralisasi.
Penulis: Fahdi Fahlevi
Editor: Choirul Arifin
Laporan wartawan Tribunnews.com, Fahdi Fahlevi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sejumlah akademisi dari lintas perguruan tinggi menyatakan penolakannya terhadap Omnibus Law UU Cipta Kerja yang baru saja disahkan oleh DPR.
Dalam pernyataan sikap yang dibacakan Guru Besar Hukum Universitas Padjajaran Susi Dwi Harijanti, para akademisi mengungkapkan penolakannya terhadap UU Cipta Kerja ini.
Mereka menyoroti pembahasan UU Cipta Kerja yang dilakukan hingga tengah malam oleh DPR. Serta kecepatan DPR dalam membahas
"Sebuah pekerjaan politik yang dilakukan pada waktu tengah malam seringkali berdekatan dengan penyimpangan. Tetapi juga pengesahan pada tengah malam menjungkirbalikkan perspektif publik terhadap gambaran kinerja DPR dan pemerintah, terhadap pembentukan peraturan atau pembentukan undang-undang," ujar Susi membacakan pernyataan sikap dalam webinar pada Rabu (7/10/2020).
Baca: Omnibus Law Cipta Kerja Dinilai Bisa Jadi Bumerang Buat Perekonomian Indonesia
Padahal menurut mereka, biasanya DPR lambat dalam membuat undang-undang yang dibutuhkan oleh rakyat.
DPR bersama pemerintah juga dianggap acuh terhadap kritikan publik terhadap undang-undang ini.
"Apakah memang tidak ingin mendengar suara kami, suara rakyat sebagai pemegang kedaulatan di negeri ini?" tutur Susi.
Baca: Menaker Ida Fauziyah Sebut Aksi Mogok Nasional Buruh Tak Relevan, Sudah Terakomodir
Para akademisi ini mempertanyakan kepentingan kelompok mana yang diakomodir oleh UU Cipta Kerja.
Menurut mereka, UU Cipta Kerja ini telah melanggar nilai-nilai konstitusi yang ada dalam undang-undang Dasar 1945. UU Cipta Kerja dianggap mengerdilkan peran dari pemerintah daerah.
"Peran pemerintah daerah dengan demikian seakan-akan dikerdilkan. Jakarta menjadi terlalu kuat. Bahkan pendapatan asli daerah bisa berkurang karena undang-undang inisiatif dari pemerintah," tutur Susi.
Mereka juga meminta pemerintah melihat hak-hak para buruh dan pekerja yang terampas oleh UU Cipta Kerja ini. Bahkan lingkungan Indonesia, menurut mereka juga ikut terancam akibat undang-undang ini.
Hak-hak buruh pun bagaimana kita lihat kemarin demonstrasi terjadi besar-besaran, seakan-akan diambil alih dengan menyerahkan melalui peraturan perusahaan.
"Kami berharap agar bapak-bapak, ibu-ibu yang terhormat, serta saudara-saudara yang lainnya yang terlibat di dalam pembentukan undang-undang Cipta Kerja ini dengan sungguh-sungguh mendengarkan suara keberatan kami. Kami rakyat Indonesia," tegas Susi.
Dalam pernyataannya, para akademisi mengutip kata-kata proklamator Muhammad Hatta.
"Pada saat itu Bung Hatta mengatakan:
Karena semua dipandang mudah dengan semangat avonturir mengalahkan rasa tanggung jawab, timbul lah anarki dalam politik dan ekonomi serta penghidupan sosial. Dengan akibatnya yang tidak dapat dielakkan yaitu korupsi dan demoralisasi. Muhammad Hatta, tanggung jawab moral intelegensia," ucap Susi.
Para akademisi kampus menegaskan, tidak ingin UU Cipta Kerja membuat Indonesia menjadi negara yang penuh korupsi dan mengalami demoralisasi.
"Pak Jokowi, Bapak-bapak menteri, ibu-ibu anggota dewan yang terhormat, salam hormat dan salam sayang dari kami semua, karena kami tidak menginginkan Indonesia bergerak ke arah negara di mana demoralisasi dan korupsi itu terjadi secara meluas akibat dibuatnya dan disetujuinya undang-undang Cipta Kerja," pungkas Susi.
Seperti diketahui, DPR telah mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja menjadi undang-undang.
Hal tersebut diputuskan dalam rapat paripurna masa persidangan I Tahun Sidang 2020-2021 di gedung Nusantara DPR, Komplek Parlemen, Jakarta, pada Senin (5/10/2020).
"Berdasarkan yang telah kita simak bersama, saya mohon persetujuan. Bisa disepakati?," tanya Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin selaku pimpinan rapat paripurna.
"Setuju," jawab para anggota dewan.
Sebelum disahkan menjadi undang-undang, Azis mempersilahkan Ketua Panja Baleg DPR Supratman Andi Agtas dan perwakilan sembilan fraksi untuk menyampaikan pandangan akhir terkait RUU Cipta Kerja.