Masuk Jurang Resesi, INDEF Sarankan Pemerintah Rombak Program Stimulus PEN
INDEF menilai pertumbuhan ekonomi di kuartal ketiga hanya mengafirmasi situasi Indonesia masuk dalam resesi ekonomi.
Penulis: Lita Febriani
Editor: Choirul Arifin
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Lita Febriani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) menilai pertumbuhan ekonomi di kuartal ketiga hanya mengafirmasi situasi Indonesia masuk dalam resesi ekonomi.
Meskipun belanja pemerintah dalam artian program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) itu sudah mengalami kenaikan menjadi 9 persen, namun angka ini dirasa masih cukup kecil.
"Ini artinya serapan belanja PEN ini selain nominalnya masih kecil, harusnya bisa lebih ditingkatkan lagi, sehingga kuartal keempat nanti pertumbuhan belanja pemerintah ini bisa meningkat dan mendorong pemulihan ekonomi lebih cepat," tutur Ekonom INDEF, Bhima Yudhistira Adhinegara, Kamis (5/11/2020).
Bhima menyoroti masalah pada tingginya belanja di sektor kesehatan. Industri kesehatan ini mengalami kenaikan di atas 10 persen pada kuartal tiga 2020.
Baca juga: INDEF: Regulasi Riset dan Teknologi di UU Cipta Kerja Banyak Untungkan Asing
Indef menilai ini bukan indikasi yang cukup baik, karena adanya kenaikan belanja kesehatan justru menunjukkan masyarakat masih belum percaya diri untuk beraktivitas, masih terlalu fokus pada masalah kesehatan, sehingga ini belum bisa menggerakkan ekonomi ataupun sektor-sektor lainnya.
Baca juga: Ekonom INDEF: Pasal 161 UU Cipta Kerja Janggal, Urusan Audit Lembaga Bukan Kewenangan BPK
"Yang harus dilakukan pertama adalah melakukan perombakan terhadap stimulus PEN yang dianggap tidak semua bisa membantu sektor usaha. Misalnya kartu pra-kerja," jelasnya.
Bantuan subsidi bunga dan penempatan dana di perbankan dianggap tidak efektif dan harusnya dialihkan pada stimulus kesehatan.
"Harusnya dialihkan ke stimulus kesehatan dan juga stimulus untuk perlindungan sosial ataupun UMKM yang lebih baik," kata Bhima.