Kampung Coklat UMKM Binaan BRI dari Blitar Menuju Global
Kampung Coklat merupakan salah satu usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) binaan BRI di Blitar, Jawa Timur.
Editor: Content Writer
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Berawal dari keinginan untuk memberikan nilai tambah yang lebih besar bagi para petani kakao di Indonesia, Kampung Coklat kini menjelma menjadi produsen produk cokelat lokal yang mengincar pasar ekspor.
Kampung Coklat merupakan salah satu usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) binaan BRI di Blitar, Jawa Timur.
Kampung Coklat menjadi satu dari 400 UMKM terpilih hasil seleksi ketat yang diikutsertakan dalam pameran BRI UMKM EXPO[RT] BRILIANPRENEUR 2020, sebuah expo yang diselenggarakan oleh BRI untuk memperdayakan dan mengembangkan UMKM di industri kreatif yang berorientasi ekspor.
Kegiatan ini dimulai 1–15 Desember 2020, dengan puncak acara yang akan berlangsung pada 10–13 Desember 2020.
Direktur Pengembangan Bisnis PT Kampung Coklat Blitar, Akhsin Al Fata mengungkapkan cikal bakal bisnis Kampung Coklat berawal dari budidaya kakao, lalu pada 2013 memutuskan untuk memproduksi sendiri produk cokelat lokal.
“Kita ini [Indonesia] produsen kakao terbesar ketiga di dunia, sayangnya negara lain yang mengklaim punya produk cokelat lezat, seperti Swiss, Belgia dan lainnya. Kami gemas melihat, selama ini hanya menghasilkan raw material saja. Di situlah kita tergelitik untuk memproduksi produk lokal, sembari memberikan value yang lebih banyak kepada para petani,” ujar Akhsin dalam talkshow BRI UMKM EXPO[RT] BRILIANPRENEUR 2020, Rabu (2/12/2020).
Kampung Coklat saat ini memiliki tiga core business. Pertama, bisnis trading (jual beli) raw material cokelat.
Kedua, memproduksi produk cokelat, mulai dari cokelat bubuk, cokelat bar, dan candy dengan berbagai varian rasa.
Produk cokelat yang khas dari Kampung Coklat adalah cokelat krispy.
Produk ini memadukan opak gambir atau kue semprong yang dihancurkan menjadi remah-remah, lalu dipadukan dengan cokelat.
Core business ketiga dari Kampung Coklat adalah wisata edukasi berbasis cokelat yang dilengkapi dengan akomodasi, wahana permainan anak dan fasilitas penunjang lainnya.
Menurut Akhsin, pengembangan wisata edukasi berbasis cokelat yang dikembangkan merupakan strategi pemasaran yang ditempuh Kampung Coklat, sembari terus mengembangkan produk cokelat. Luas area wisata edukasi yang dikelola mencapai 3,8 hektar.
Kebutuhan kakao sebagai bahan mentah produksi cokelat dipasok dari berbagai daerah di Tanah Air seperti Madiun, Gunung Kidul (Yogyakarta), dan Batang (Pekalongan).
Dengan memproduksi sendiri produk cokelat, pihaknya berharap semakin banyak pengusaha di dalam negeri yang terinspirasi untuk memproduksi produk cokelat, lanjut Akhsin.