Pengamat: Program OJK 2021 Akan Dorong Pemulihan Sektor Keuangan
Peraturan baru OJK diyakini memberi peluang perpanjangan stimulus dan program restrukturiasi di industri keuangan
Penulis: Eko Sutriyanto
Editor: Choirul Arifin
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Eko Sutriyanto
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Meski dampak pandemi ke indikator perekonomian dan industri keuangan menunjukkan pemulihan, tantangan di 2021 sepertinya belum akan jadi lebih mudah.
Mengantisipasi itu, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang menerbitkan POJK Nomor 48 /POJK.03/2020 Tentang Perubahan Atas Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 11/POJK.03/2020 Tentang Stimulus Perekonomian Nasional Sebagai Kebijakan Countercyclical Dampak Penyebaran Coronavirus Disease 2019.
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Bhima Yudhistira menilai, peraturan baru OJK memberi peluang perpanjangan stimulus dan program restrukturiasi di industri keuangan, dari semula hanya sampai 31 Maret 2021 menjadi hingga 31 Maret 2022.
Menurutnya, hal tersebut sebagai langkah positif OJK untuk memastikan stabilitas di industri keuangan dan fungsi intermediasi perbankan yang tetap berjalan baik.
Baca juga: Daftar 152 Aplikasi Pinjaman Online/Pinjol yang Legal dan Terdaftar di OJK
“Peran OJK kualitas stabilitas keuangan dan fungsi intermediasi perbankan membaik. Jadi banyak sebenarnya peran penting OJK dalam pemulihan ekonomi," kata dia.
Baca juga: Pemerintah Terbitkan Perpres Nomor 114 Tahun 2020 untuk Percepat Inklusi Keuangan Indonesia
Tantangan sekarang bagaimana meningkakan kinerja kredit dan segala sesuatu yang berhubungan dengan keuangan digital,” jelas Bhima Yudhistira dalam keterangannya, Kamis (17/12/2020).
Terlepas dari adanya perangkat kebijakan baru yang bersifat antisipatif tersebut, Bhima juga mendorong OJK untuk fokus menggarap tiga hal dalam mendorong pertumbuhan industri keuangan di tahun 2021. Tiga hal tersebut yaitu kinerja kredit, konsolidasi perbankan, dan keuangan digital.
Bhima memaparkan, terkait kinerja kredit OJK harus fokuspada pencegahan kredit macet (non-performing loan/NPL).
Dia menilai POJK 48/2020 sudah menunjukkan fokus OJK pada aspek ini. Melalui perpanjangan pemberian stimulus dan program restrukturisasi, potensi lonjakan NPL pada 2021 bisa dicegah.
“Tantangan di sektor keuangan dalam melanjutkan pemulihan ekonomi di tahun depan adalah ketika restruktukturisasi kredit selesai, harus dipastikan bahwa rasio kredit macet perbankan masih terjaga,” ujarnya.
Masih terkait aspek kinerja kredit, OJK juga harus mengawal penyaluran dana Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) dari Pemerintah kepada perbankan. Program ini, menurut Bhima, harus dilakukan dengan hati-hati jangan sampai ada moral hazard atau penyimpangan penggunaan dana dari pihak Pemerintah ataupun perbankan.
Kedua, terkait dengan konsolidasi perbankan, dia menjelaskan jumlah bank di Indonesia masih sebanyak 115 bank, sehingga dengan jumlah bank yang cukup banyak itu, memang menimbulkan permasalah terkait dengan perebutan dana murah.
“Jadi kenapa bunga kredit susah turun karena cost of fund-nya masih tinggi? Sehingga, setelah krisis kesehatan berlalu, OJK bisa memaksimalkan melakukan konsolidasi perbankan, khususnya sekarang ketika bank-bank kecil membutuhkan modal lebih besar, OJK bisa menfasilitasi melakukan merger dan akuisisi antar bank,” tambah Bhima.