OJK Ungkap Tantangan Keuangan Syariah, dari Modal hingga Sumber Daya Manusia
Pertama, market share industri jasa keuangan syariah masih relatif kecil yaitu sebesar 9,90 persen dari aset industri keuangan nasional.
Penulis: Yanuar R Yovanda
Editor: Hendra Gunawan
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Yanuar Riezqi Yovanda
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengungkapkan, masih terdapat beberapa tantangan yang akan dihadapi ke depan untuk meningkatkan capaian industri keuangan syariah di Indonesia.
Pertama, market share industri jasa keuangan syariah masih relatif kecil yaitu sebesar 9,90 persen dari aset industri keuangan nasional.
Kedua, permodalan yang terbatas, di mana masih terdapat 6 dari 14 bank syariah yang memiliki modal inti di bawah Rp 2 triliun per Desember 2020.
"Literasi keuangan syariah yang masih sangat rendah, yaitu sebesar 8,93 persen, jauh tertinggal dibandingkan indeks nasional sebesar 38,03 persen. Sementara, Indeks Inklusi Keuangan Syariah yang sebesar 9,1 persen juga masih tertinggal dibandingkan indeks nasional sebesar 76,19 persen," ujar Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso melalui keterangan tertulis, Senin (15/2/2021).
Baca juga: Peringkat Naik dengan Prospek Stabil, Bank Syariah Indonesia Apresiasi Rating Pefindo
Selain itu, sumber daya di industri keuangan syariah juga masih terbatas, produk dan layanan keuangan syariah yang belum setara dibandingkan keuangan konvensional, dan rendahnya research and development dalam mengembangkan produk dan layanan lebih inovatif.
Untuk menjawab tantangan tersebut, kata Wimboh, kehadiran Bank Syariah Indonesia (BSI) dengan kemampuan permodalan dan sumber daya yang kuat dapat menjadi momentum untuk mengakselerasi perkembangan industri keuangan syariah di Indonesia, bahkan untuk di kancah global dan regional.
Baca juga: BEI Sebut Bank Syariah Indonesia Sumbang Penguatan Aset Pasar Modal
Menurut dia, BSI yang merupakan bank hasil merger BNI Syariah, Bank Syariah Mandiri dan BRI Syariah diyakini memiliki infrastruktur yang kuat dan lengkap.
Hal ini dinilainya sangat vital dalam mendukung peningkatan competitiveness dengan skala ekonomi yang lebih besar, cakupan produk yang lebih bervariasi, serta market share yang tinggi.
"Infrastruktur tersebut diantaranya kehandalan teknologi informasi, sumber daya manusia yang berkualitas, produk dan layanan yang bervariasi dan berkualitas, serta harga yang murah," pungkasnya.