Ini Lima Tantangan Nyata UMKM di Indonesia yang Perlu Diperbaiki
kontribusi UMKM terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) masih sangat rendah padahal jumlah UMKM mencapai 99 persen.
Penulis: Reynas Abdila
Editor: Sanusi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Reynas Abdila
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Asisten Deputi Perlindungan dan Kemudahan Usaha Mikro Kementerian Koperasi dan UKM Rahmadi menjelaskan, ada lima poin tantangan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) di Indonesia yang perlu dibenahi.
Pertama, menurut Rahmadi adalah kontribusi UMKM terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) masih sangat rendah padahal jumlah UMKM mencapai 99 persen.
"Kontribusi terhadap PDB tidak seimbang, yakni hanya 61,07 persen. Kemudian 96,68 persen usaha mikro tidak berkontribusi dalam skala ekonomi. Ini menjadi pekerjaan rumah di 2021," katanya dalam webinar Membaca Potensi, Adaptasi, dan Transformasi UMKM di Tengah Pandemi, Selasa (23/2/2021).
Baca juga: M Bloc Market, Peluang UMKM di Masa Pandemi
Kedua, rendahnya UMKM yang menjalin kemitraan dengan stakeholder.
Rahmadi mencatat 93 persen UMKM tidak menjalin kemitraan sehingga mereka hanya berkontribusi 14 persen terhadap total ekspor RI.
Ketiga, akses pembiayaan UMKM masih sangat rendah atau 88 persen UMKM tidak bisa mengajukan kredit perbankan.
"Sementara rasio kredit UMKM di perbankan terhadap total kredit perbakan hanya baru 20 persen," paparnya.
Keempat, rendahnya pemanfaatan teknologi di mana 94 persen UMKM tidak menggunakan komputer dalam menjalankan usahanya.
Sedangkan 90 persen UMKM tidak menggunakan internet dalam pemasaran atau hanya 16 persen yang terhubung ekosistem digital.
"Ini perlu dorongan dari semua pihak tentunya, terutama yang bergelut di tataran digitalisasi," terangnya.
Kelima, lonjakan pengajuan izin usaha sebesar 80 persen setiap bulan di OSS (Online Single Submission).
Rahmadi menyatakan paling tidak ada 792 ribu nomor induk berusaha (NIB) baru yang 70 persen di antaranya adalah usaha mikro.
"Dalam konteks ini kami di deputi usaha mikro akan mendorong bagaimana informal ini kita dorong menjadi formal ada sekitar 63 juta pelaku usaha. Kita akan berikan legalitas usaha. Kita akan bekerjasama dengan pendamping-pendamping di daerah," urai Rahmadi.
"Tentunya ini juga sejalan dengan sejalan dengan UU Cipta Kerja Nomor 11 Tahun 2020 tentang akses dukungan, kemudahan berusaha, perlindungan dan pemberdayaan UMKM," tuntasnya.
Anggota DPR RI Komisi VI Muhammad Husein Fadlulloh menjelaskan sebenarnya segmen UMKM secara spesifik berbeda sesuai UU Nomor 8 tahun 2008.
Dia bilang usaha mikro tidak bisa disamakan dengan usaha kecil dan menengah.
"Jadi dilihat dari minimal omzetnya. Tapi disitu kita harus melihat bagaimana kemampuan dari pelaku tersebut. Kalau mendorong digitalisasi apakah dengan pelatihan ataupun bantuan alatnya. Dengan bantuan alat untuk bisa mereka go digital saya pikir bisa lebih masuk," tutur Husein.