Mengintip Proses Pembuatan Tas Eiger, Pabriknya Steril, Kuman Pun Diantisipasi
Eiger, brand yang dinaungi PT Eigerindo Multi Produk Industri (MPI) ini, dikenal sebagai brand yang kualitasnya tak kalah dengan produk impor.
Editor: Willem Jonata
Laporan wartawan TribunJakarta.com, Pebby Adhe Liana
TRIBUNJAKARTA.COM, BANDUNG - Eiger, brand yang dinaungi oleh PT Eigerindo Multi Produk Industri (MPI) ini, dikenal sebagai brand lokal yang tak kalah kualitasnya dengan produk luar negeri.
Selain punya perlengkapan pendakian, ternyata Eiger juga menawarkan beberapa produk katagori.
Seperti riding perlengkapan yang berfokus pada penjelajahan sepeda motor, serta authentic 1989 yang diinspirasi dari gaya klasik para pencinta kegiatan petualangan alam terbuka yang diwujudkan dalam desain yang kasual dan stylish.
"Ada satu semangat dari Eiger yang sampai saat ini masih dipegang teguh. Adalah bagaimana kita bisa mengoptimalkan potensi lokal. Kita sebagai lokal branding, gimana caranya bisa disupport oleh kekuatan lokal di Indonesia yang pada akhirnya bisa menghasikkan produk yang bisa diterima dunia," kata Deputy CEO PT Eigerindo Multi Produk Industri, Christian Hartanto Sarsono saat menyambut media dalam company visit, Senin (15/3/2021).
Awal mulanya, ia menjelaskan, bahwa usaha Eiger dirintis sejak 1979 oleh Ronny Lukito.
Kala itu Ronny memiliki keterbatasan biaya untuk melanjutkan kuliah, sehingga harus membantu sang ayah dalam usaha toko kelontongnya.
Bermodalkan dua buah mesin jahit, ia mencoba untuk memproduksi tas sendiri. Brand pertamanya, saat itu adalah Exsport. Hingga akhirnya di tahun 1989 nama Eiger mulai muncul dan terus berkembang sampai sekarang.
Baca juga: Cerita Singkat Eiger, Berawal Dari 2 Mesin Jahit hingga Jadi Brand Perlengkapan Outdoor Terkemuka
TribunJakarta.com, berkesempatan menyambangi pabrik Eiger yang berlokasi di Bandung, Jawa Barat, dengan luas sekitar 2,6 hektare.
Penasaran dengan proses produksinya, kami mengintip bagaimana tas Eiger sampai pada akhirnya bisa dipasarkan kepada masyarakat.
Adji Santoso, sebagai Deputy Managing Director PT Eksonindo Multi Produk Industri, perusahaan manufactur penghasil produk Eiger menjelaskan, selama masa pandemi covid-19 operasional pabrik dibarengi dengan pemberlakukan protokol kesehatan.
Di antaranya pengecekan suhu tubuh karyawan, sterilisasi dengan disinfectan chamber, sampai tes swab secara berkala.
Untuk kegiatan produksi sendiri, ada beberapa tahapan yang harus dilalui.
Di antaranya dimulai dari proses desain, cutting, pengecekan dan pengujian, sampai pada proses finishing.
"Kita proses kalau kita terima order. Kita bikin sampel di bagian RnD Riset and Development, nanti kita bikin sampelnya kemudian kita kasih lihat dulu, oke secara bentuk bisa diterima. Kalau harga kualitas udah oke, baru dijadwali mereka buka PO.
"Biasanya kita terima order 6 bulan sebelumnya. Ada order baru ada proses dari cutting sampai finishing," kata Adji menjelaskan.
Baca juga: Ramon Y Tungka Cerita Pengalaman Daki Gunung Kilimanjaro, Setahun Latihan, Menuju Puncak Sempat Drop
Pertama-tama, setelah melalui proses riset dan dikembangkan menjadi desain, tim akan membuat sample.
Apabila sudah sesuai dengan kriteria, barulah proses produksi dimulai.
Meliputi proses pemotongan bahan, penjahitan, pemasangan aksesoris, sampai pada pengepakan.
Tapi sebelum itu, bahan baku yang akan digunakan terlebih dahulu dilakukan pengecekan saat tiba di gudang logistik.
Tujuannya untuk memastikan bahwa bahan baku yang digunakan sudah sesuai dengan standar. Mulai dari warnanya, sampai pada ukurannya.
"Kalau sudah memenuhi keriteria, baru kita simpan di bagian rak penyimpanan," imbuh Adji.
Setelah bahan baku sudah dipastikan sesuai standar, barulah proses pemotongan dimulai.
Disini, pemotongan bahan pun dilakukan dengan menggunakan mesin sampai pada manual.
Selanjutnya, pada proses quality control setiap logo yang sudah dicetak akan dicek dengan teliti apakah sudah sesuai atau belum.
Baca juga: Cara Gunakan Carrier Ala Traveller Ramon Y Tungka
Mulai dari ukurannya, warnanya, sampai kualitas gambar atau print yang dihasilkan.
Di sini, ruangan juga didukung oleh pencahayaan yang mempuni serta sinar ultra violet.
"Sinar UV ini nyalanya jam 4.00 WIB atau jam 5.00 WIB pagi, fungsinya supaya kuman atau jamur mati," tuturnya.
Untuk pemotongan tali, Eiger menggunakan mesin pemotong dengan panas sekitar 150 derajat sampai 500 derajat celcius.
Tujuannya agar tali nantinya tak mudah terurai atau berudul.
Proses menjahit sendiri kini dikerjakan oleh ratusan pekerja.
Sebagai informasi, mesin produksi di pabrik ini sebagian menggunakan pemprograman.
Sehingga pegawai tanpa keahlian khusus sebenarnya juga bisa cepat beradaptasi dengan menggunakan teknologi ini.
Mesin akan beroperasi sesuai dengan program, mengikuti komponen yang sudah dirancang.
Harganya, tak tanggung-tanggung.
Untuk satu mesin di sini kata Adji harganya sekitar puluhan juta sampai Rp 500 juta.
"Total ada 157 mesin. Untuk kerjaan standar internasional harus lakukan itu," ungkapnya.
Selama melakukan proses produksi, para pekerja tak ada yang berbicara, atau mengobrol.
Menurut pengelihatan kami selama kunjungan, tiap pekerja bekerja secara teliti dan serius.
Bahkan, ada target yang harus dituju dalam pembuatan tas setiap jam nya.
Berbagai pengujian juga dilakukan untuk mengetahui apakah barang yang diproduksi sudah memiliki kualitas baik sesuai yang diharapkan atau tidak.
Beberapa keriteria pengujiannya, antara lain seperti pengujian terhadap ketahanan air, pengujian terhadap cahaya, sampai pengujian terhadap tekanan.