BI: Ekosistem Digital Jadi Kunci Pemulihan Ekonomi Nasional
Menurutnya, pembentukan ekosistem digital menjadi kunci ekonomi Indoneisa bisa bangkit kembali.
Penulis: Reynas Abdila
Editor: Malvyandie Haryadi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Reynas Abdila
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kepala Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran Bank Indonesia, Filianingsih Hendarta menilai 2021 menjadi tahun pemulihan ekonomi nasional.
Menurutnya, pembentukan ekosistem digital menjadi kunci ekonomi Indoneisa bisa bangkit kembali.
“Adanya pelaksanaan vaksinasi dan digitalisasi, prediksi Bank Indonesia memperkirakan ekonomi indonesia pada 2021 akan mampu bertumbuh 4,3 sampai 5,3 persen,” jelas Filianingsih pada webinar Katadata Indonesia Data and Economic Conference 2021 bertajuk ‘Payment System in Digital Era’ pada Rabu (24/3/2021).
Baca juga: Presiden Harap Terminal Baru Kuabang Tingkatkan Pertumbuhan Ekonomi
BI mencatat transaksi e-commerce di triwulan 4 tahun 2020 mencapai 90,28 triliun atau meningkat sekitar 28 persen, digital banking mencapai 12,4 persen, dan secara tahunan tumbuh pesat mencapai 41 persen.
"Sementara itu kalau kita lihat di uang elektronik mengalami pertumbuhan yg besar secara Q+Q 18 persen dan secara Year on Year hampir 20 persen,” tambahnya.
Walaupun perkembangan digitalisasi mengalami pertumbuhan yang pesat selama pandemi, bukan berarti tak ada tantangan yang menghampiri.
Filianingsih mengatakan, hambatan itu muncul karena belum meratanya kegiatan ekonomi di Indonesia termasuk 91,1 juta penduduk unbanked dan 62,9 juta UMKM ke belum masuk ke dalam ekosistem.
Baca juga: Komitmen Pulihkan Ekonomi Nasional, Komisi XI: BI Perlu Siapkan Data Akurat UMKM
“SDM (Sumber Daya Manusia) kekurangan tenaga kerja, pusat kegiatan ekonomi masih terkonsentrasi di Jawa Barat khususnya Jakarta. Ini menyebabkan transaksi digital belum merata karena digitalisasi perlu di navigasi melalui pendekatan kebijakan yang tidak bisa sektoral, tapi juga komprehensif dan struktural supaya transformasi digital ini mampu mengintegrasikan seluruh pelaku ekonomi,” ucap Filianingsih.
Presiden OVO Karaniya Dharmasaputra menuturkan ekonomi digital dewasa ini telah masuk ke pelaku UMKM yang sebagi besar adalah merchant OVO.
“Hampir 900 ribu merchant kami 90 persennya itu UMKM. Di mana ekosistem dari merchant UMKM ini sebetulnya bisa dimanfaatkan dengan sangat menarik oleh berbagai inisiatif. Jumlah pedagang di OVO pada 2020 mencapai 66 persen,” kata Kara.
Ia menganggap uang elektronik kini tidak hanya untuk sekadar membayar parkir saja, tapi juga bisa sebagai alat untuk mendorong pasar modal.
Terbukti selama pandemi terjadi pertumbuhan yang luar biasa di reksa dana, investasi, dan Bareksa.Jadi bermain investasi bisa dilakukan dengan uang elektronik.
“Hampir 55 persen di Bareksa, Reksadana yang membeli dana dengan uang elektronik. Ini bukti industri e-money sudah going beyond payment. Ini menunjukan ekosistem ekonomi seperti OVO dan e-money lain memiliki ekosistem yang cukup banyak, kita bisa memanfaatkan teknologi e-money ini untuk membantu memperbaiki UMKM kita. Ini potensi menarik dan penting dikembangkan terus ke depan,” tuturnya.
Selain UMKM yang dapat mendongkrak ekonomi digital, kolaborasi dengan fintech juga tak kalah penting.
Sehingga bank bisa melayani sebanyak-banyaknya dengan berkolaborasi bersama fintech.
Sementara Director of Technology Information & Operation, PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk, Indra Utoyo berpendapat, sistem pembayaran digital harus merujuk pada ekosistem kolaborasi dan UMKM.
“Kita bank mikro perlu melakukan pembayaran sebanyak-banyaknya dan semurah-murahnya, maka itu berkolaborasi dengan OVO dan teman-teman e-money lain perlu dilakukan,” jelasnya.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.