Pemerintah Disarankan Berkiblat ke Eropa Kalau Mau Bikin Aturan Penggunaan Rokok Elektrik
Selandia Baru bahkan telah memasukkan penggunaan rokok elektrik sebagai bagian penting dari tujuan Smokefree 2025-nya.
Editor: Choirul Arifin
Laporan Wartawan Tribun, Willy Widianto
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Asosiasi Personal Vaporizer Indonesia (APVI) memberi masukan kepada pemerintah agar mengacu kepada regulasi internasional yang dikeluarkan oleh negara-negara Eropa dalam upaya mengatur rokok elektrik atau vape di dalam negeri.
Sekretaris Jenderal APVI, Garindra menjelaskan saat ini banyak penelitian telah dilakukan di banyak negara, termasuk di antaranya negara-negara di Eropa dan Selandia Baru. Studi menunjukkan rokok elektrik sebagai alternatif berisiko rendah untuk mengurangi konsumsi rokok.
“Semua ini berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh organisasi resmi Eropa. Kita tidak boleh lagi mengabaikan fakta bahwa vape adalah salah satu solusi paling efektif di banyak negara,” kata Garin dalam pernyataan yang diterima Tribun, Selasa(30/3/2021).
Garin mengatakan, Selandia Baru bahkan telah memasukkan penggunaan rokok elektrik sebagai bagian penting dari tujuan Smokefree 2025-nya.
Baca juga: 5 Cara Menurunkan Tekanan Darah Tinggi secara Alami, Olahraga Rutin hingga Batasi Rokok dan Alkohol
Ia juga menambahkan, untuk memaksimalkan potensi penggunaan atau rokok elektrik diperlukan sebuah regulasi khusus.
Baca juga: Penyederhanaan Cukai Dinilai Cederai Struktur IHT
Tanpa aturan dasar dari pemerintah, kecil kemungkinan rokok elektrik akan dapat dioptimalkan menjadi pilihan yang lebih aman dan membantu perokok berhenti merokok.
Baca juga: Tangani Isu Risiko Kesehatan, Pemerintah Diminta Pertimbangkan Nasib Petani Tembakau
“Kami juga terus melakukan diskusi dengan pemerintah dan siap mendukung semua kebijakan yang bermanfaat untuk mengurangi risiko kesehatan bagi kehidupan masyarakat,” ujarnya.
Sementara itu General Manager RELX Internasional Indonesia, Yudhistira Eka Saputra mengatakan soal pentingnya peraturan khusus untuk rokok elektrik. Ia mengatakan, penelitian yang dilakukan di negara lain dapat menjadi acuan bagi pemerintah untuk membuat kebijakan yang berbeda dalam mengatur pengguna rokok elektrik dan rokok konvensional.
“Adapun keunggulan rokok elektrik dibandingkan rokok konvensional, sudah ada penelitian yang signifikan mengenai hal tersebut. Kami berharap pemerintah bisa mengkaji lebih jauh penelitian ini sebelum mengeluarkan regulasi,” kata Yudhistira.
Yudhistira menambahkan, RELX akan selalu siap memberikan dukungan kepada pemerintah untuk memastikan tersusunnya regulasi berbasis keilmuan yang akan menjamin akses produk rokok elektrik berkualitas dan terpercaya di Indonesia.
“RELX percaya semakin cepat pemerintah memutuskan untuk secara efektif mengatur rokok elektrik, pemerintah juga akan dapat memaksimalkan potensi rokok elektrik sebagai produk yang kurang berbahaya, serta dapat melindungi konsumen rokok elektrik dari produk-produk berkualitas rendah melalui peraturan ini”, katanya. Yudhistira menyatakan RELX akan dengan senang hati membantu pemerintah dalam skala besar jika dibutuhkan untuk membantu percepatan perumusan regulasi berbasis riset tentang rokok elektrik di Indonesia.
Sekadar diketahui, riset terbaru yang diinisiasi oleh Direktorat Jenderal Kesehatan dan Keamanan Pangan Komisi Eropa menunjukkan bahwa 57% konsumen rokok elektrik di Eropa beralih ke rokok elektrik sebagai alternatif untuk menghentikan atau mengurangi konsumsi tembakau.
Studi yang dilakukan di Belgia dengan mengumpulkan pengalaman berbagai warga Eropa dan 27 Negara Anggota Uni Eropa ditambah Inggris tentang tembakau dan rokok elektronik selama musim panas 2020.
Survei opini publik yang dilakukan di kalangan orang Eropa pada bulan Agustus dan September 2020 lalu bertujuan untuk mengetahui sikap mereka terhadap tembakau dan rokok elektrik, juga untuk menunjukan bahwa lebih dari sepertiga dari mereka yang disurvei menganggap vaping tidak lebih berbahaya daripada rokok konvensional.
Studi ini merupakan tanggapan yang menggembirakan karena menunjukkan bahwa persepsi publik terhadap rokok elektrik telah meningkat, diduga hal tersebut dikarenakan adanya peningkatan kampanye oleh otoritas kesehatan global mengenai informasi untuk menyoroti profil bahaya rokok elektrik yang lebih rendah.
Dibandingkan dengan laporan sebelumnya pada tahun 2017, ketika mayoritas vaper Eropa (52%) mengakui bahwa penggunaan rokok elektronik tidak membantu mereka mengurangi kebiasaan merokok, Eurobarometer terbaru menunjukkan penurunan proporsi ini menjadi 22%, hal tersebut membuktikan bahwa semakin banyak perokok yang beralih ke rokok elektrik untuk berhenti merokok.
Pembaruan persepsi ini tidak terlalu mengejutkan karena kemanjuran rokok elektrik sebagai salah satu alat berhenti merokok yang efektif telah diperkuat oleh peningkatan jumlah penelitian independen.
Penelitian terbaru yang dilakukan pada bulan Oktober 2020 dilakukan oleh Cochrane dimana melakukan lebih dari 50 analisis penelitian, menyatakan rokok elektrik terbukti paling efektif dibandingkan dengan gums and patches (mengunyah permen/tembakau).
Sejauh ini pendekatan regulasi dan penegakan hukum untuk industri vaping yang diadopsi oleh Inggris, mencerminkan sikap dukungan terkait penggunaan produk vape/rokok elektrik sebagai metode untuk berhenti merokok.
Selain itu, di Inggris, produk vape dipandang sebagai alat yang berguna untuk mengurangi dampak buruk karena pengguna rokok tradisional yang mudah terbakar.
Pandangan pengurangan dampak buruk ini dicontohkan dalam pernyataan yang dibuat oleh Martin Dockrell, Kepala Permasalahan Tembakau Departemen Kesehatan Masyarakat Inggris, pada September 2019.
Penggunaan rokok elektrik berpotensi efektif sebagai cara bagi perokok untuk berhenti merokok di Inggris, Kanada, dan Selandia Baru, hal ini tercermin melalui peraturan yang akomodatif. Disisi lain pemerintah Indonesia masih memberlakukan kebijakan yang sama baik untuk rokok yang mudah terbakar maupun rokok elektrik.
Sehingga hal ini membuat asosiasi produsen rokok elektrik di Indonesia terus meminta pemerintah untuk merumuskan regulasi tersendiri, mengingat semakin banyaknya pengguna rokok elektrik dan penelitian ilmiah yang membuktikan bahwa produk tersebut kurang berbahaya jika dibandingkan dengan rokok konvensional.(Willy Widianto)