100 Hari Kerja, Menteri Trenggono Tangkap 67 Kapal Illegal Fishing
Sakti Wahyu Trenggono telah menangkap 67 kapal ikan dan menenggelamkan 26 kapal asing ilegal dalam periode Januari-Maret 2021
Penulis: Reynas Abdila
Editor: Sanusi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Reynas Abdila
TRIBUNNEWS.COM, BATAM - Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono telah menangkap 67 kapal ikan dan menenggelamkan 26 kapal asing ilegal dalam periode Januari-Maret 2021.
Bukan hanya terhadap kapal ikan asing pelaku illegal fishing, kapal-kapal Indonesia yang melanggar ketentuan operasional pun ditindak tegas.
Baca juga: Tekan Ongkos Produksi, KKP Latih Pembudidaya Buat Pakan Ikan Berbahan Baku Lokal
“Ada 67 kapal yang ditangkap dan diproses hukum dan 67 kapal ilegal yang ditenggelamkan bersama dengan Kejaksaan RI pada triwulan pertama tahun 2021 ini,” kata Plt. Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Antam Novambar dalam konferensi pers yang dilaksanakan di Pangkalan PSDKP Batam pada Senin (5/4/2021).
Baca juga: Tindaklanjuti Hasil Pemeriksaan BPK, Menteri Trenggono: Bisa Optimalkan Kinerja KKP
Antam menjelaskan dari 67 kapal yang ditangkap terdapat tujuh kapal ikan asing yaitu lima kapal berbendera Malaysia ditangkap di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia (WPPNRI) 571 Selat Malaka, dan dua kapal ikan berbendera Vietnam ditangkap di WPPNRI 711 Laut Natuna Utara.
“Wilayah rawan illegal fishing masih di Selat Malaka dan Laut Natuna Utara,” ujar Antam.
Pasa triwulan pertama tahun 2021 KKP juga melakukan penertiban terhadap 60 kapal ikan berbendera Indonesia di berbagai perairan di Indonesia.
Penertiban tersebut dilakukan karena kapal-kapal tersebut melakukan pelanggaran daerah penangkapan ikan maupun tidak memiliki perizinan sesuai dengan ketentuan.
”Kami tertibkan agar tidak terjadi penangkapan berlebih (overfishing),” jelas Pung Nugroho Saksono, Direktur Pemantauan dan Operasi Armada dalam penjelasannya.
Ipunk juga menyampaikan bahwa penertiban yang dilakukan terhadap kapal ikan berbendera Indonesia tersebut dilakukan untuk mencegah konflik horizontal antar nelayan. Hal ini sebagai langkah preventif untuk mencegah konflik yang lebih besar.
“Kalau tidak ditertibkan, ada potensi peningkatan konflik dengan nelayan setempat,” ujarnya.