Perusahaan Perlu Merekrut Pemimpin dari Kelompok Marjinal untuk Capai Kesetaraan Gender
Maya Juwita mengatakan, masih ada aturan-aturan yang berlawanan dan berpotensi menghambat pencapaian kesetaraan gender.
Penulis: Reynas Abdila
Editor: Malvyandie Haryadi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Reynas Abdila
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Head of Human Resource Unit UNDP Indonesia Astiti Sukatrilaksana mengatakan, perusahaan perlu merekrut para pemimpin yang memiliki keberpihakan kepada kelompok marjinal atau rentan seperti perempuan.
Itu disampaikan dalam Women Lead Forum 2021 yang menyuarakan pentingnya perempuan di posisi kepemimpinan untuk mendorong kesetaraan gender di tempat kerja.
Baca juga: Universitas Padjadjaran Menangi Ajang Debat SDGs Indonesia yang Digelar UNDP-Bappenas
“Pemimpin seperti itu dapat membangun lingkungan kerja yang saling menghormati antara rekan kerja yang memiliki gender yang berbeda, posisi/level, usia yang berbeda guna mengatasi ketidaksetaraan gender,” ujarnya dalam panel “Mendukung Kepemimpinan Perempuan: Kebijakan dan Perubahan Norma”, Kamis (8/4/2021).
UNDP Indonesia sendiri pada tahun 2020 menerima Gold Gender Equality Seal Certification, sebuah penghargaan dan pengakuan dari dunia usaha serta organisasi multilateral yang menyatakan bahwa program dan mesin penjalan UNDP di Indonesia telah mempromosikan kesetaraan gender.
Terkait dengan perubahan norma, Executive Director Indonesia Business Coalition for Women Empowerment (IBCWE) Maya Juwita mengatakan, masih ada aturan-aturan yang berlawanan dan berpotensi menghambat pencapaian kesetaraan gender.
“Jangan sampai ada kebijakan-kebijakan yang berkonflik, misalnya RUU Ketahanan Keluarga, yang menginginkan agar perempuan kembali ke ranah domestik,” ujarnya.
Pemimpin Redaksi Magdalene.co Devi Asmarani menilai, selain pengarusutamaan perspektif gender di media, konsumen media perlu diberdayakan agar lebih kritis dan mengetahui kekuatan mereka untuk mendorong media lebih baik.
“Konsumen media harus mengetahui bahwa mereka laik mendapatkan yang lebih baik dan mengonsumsi media yang tidak mengekslusi kelompok lain, atau gender tertentu,” tuturnya.
Menurut Devi, konsumen harus lebih banyak menuntut media untuk berubah.