Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

BPTJ: Kerugian Ekonomi Akibat Kemacetan Mencapai Rp 71 Triliun

Polana Pramesti menilai, ada beberapa dampak yang ditimbulkan akibat kemacetan dan tidak tertatanya sistem transportasi publik.

Penulis: Hari Darmawan
Editor: Sanusi
zoom-in BPTJ: Kerugian Ekonomi Akibat Kemacetan Mencapai Rp 71 Triliun
TRIBUN/Jeprima
Sejumlah kendaraan terjebak kemacetan saat menjelang berbuka puasa dikawasan Jenderal Sudirman, Jakarta Pusat, Jumat (23/4/2021). Penampakan lalu lintas Jakarta yang kembali macet saat bulan Ramadhan, Kemacetan terjadi di jam pulang kantor menuju waktu buka puasa. Selama masa pembatasan di Jakarta kebijakan ganjil genap masih belum diterapkan. Tribunnews/Jeprima 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Hari Darmawan

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kepala Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ) Polana Pramesti menilai, ada beberapa dampak yang ditimbulkan akibat kemacetan dan tidak tertatanya sistem transportasi publik.

Menurutnya, dampak yang pertama adalah pemborosan Bahan Bakar Minyak (BBM) karena adanya kemacetan.

Pemborosan BBM sendiri per hari mencapai 2,2 juta liter di enam kota metropolitan.

Baca juga: Jalur Cigudeg - Jasinga Bogor SEdang Diperbaiki, Kemacetan Tak Terhindarkan Sampai 1 Km

"Selain itu, dampak lain adalah kerugian ekonomi yang mencapai Rp 71,4 triliun per tahun akibat pemborosan bahan bakar yang terjadi di enam kota metropolitan," ucap Polana dalam diskusi virtual, Rabu (28/4/2021).

Kemacetan yang terjadi di wilayah perkotaan ini, dinilai akibat penggunaan kendaraan pribadi yang terlalu besar dan penggunaan angkutan umum yang sedikit.

"Kendaraan pribadi yang bergerak di wilayah Jabodetabek sangat banyak, dan pengguna angkutan umum massal sedikit. Hal ini membuat adanya kemacetan dan tidak tertatanya angkutan publik," ucap Polana.

Baca juga: Wagub DKI Klaim Kemacetan Jakarta Sudah di Level Wajar

Berita Rekomendasi

Untuk mengatasi hal tersebut, lanjut Polana, harus ada upaya menyiapkan transportasi umum yang lebih baik agar masyarakat mau berpindah ke angkutan publik dibandingkan kendaraan pribadi.

"Saat ini upaya pemerintah mengatasi hal tersebut dengan metode buy the service, yang pada tahap awal akan dikembangkan di Bogor dan menyusul wilayah Jabodetabek lainnya," ucap Polana.

Buy the service ini sendiri merupakan skema pemberian layanan angkutan umum oleh. Jadi pemerintah akan membayar operasional bus 100 persen kepada operator bus.

Dalam hal ini Pemerintah akan membuat kontrak dengan operator bus, lalu operator harus memenuhi beberapa standar pelayanan minimum dengan biaya operasional yang sudah dibayarkan oleh pemerintah.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas