Restrukturisasi Jiwasraya Dinilai Jadi Contoh Penyelesaian Gagal Bayar
penyelamatan polis PT Asuransi Jiwasraya (Persero) melalui restrukturisasi bisa menjadi contoh baik dalam penyelesaian kasus gagal bayar
Penulis: Seno Tri Sulistiyono
Editor: Sanusi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Seno Tri Sulistiyono
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pakar asuransi Kornelius Simanjuntak menilai, program penyelamatan polis PT Asuransi Jiwasraya (Persero) melalui restrukturisasi bisa menjadi contoh baik dalam penyelesaian kasus gagal bayar di industri asuransi.
Dia mencontohkan kasus gagal bayar yang terjadi di Bakrie Life, Bumi Asih Jaya, di mana penyelesaian kasus gagal bayar itu dilakukan dengan cara melikuidasi atau mempailitkan perusahaan.
“Apa yang terjadi dengan mempailitkan perusahaan? Pemegang polis tidak mendapatkan apa-apa, luntang lantung. Justru kurator yang makan uangnya. Soal restrukturisasi Jiwasraya yang terbaik dan saya bukan membela pemerintah tetapi pandangan saya objektif dalam kajian hukum dan bisnis asuransi,” terang Kornelius, Rabu (28/4/2021).
Baca juga: Tim Percepatan Restrukturisasi Jiwasraya: 25 Persen Pemegang Polis Ritel Tidak Teridentifikasi
Menurutnya, restrukturisasi Jiwasraya sudah sesuai dengan aturan yang berlaku, yaitu Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 71 tahun 2016 tentang Kesehatan Keuangan Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi.
Melalui aspek hukum itu, kata Kornelius, penyelesaian kasus gagal bayar di indusri asuransi ada beberapa hal.
Pertama, perusahaan asuransi yang mengalami likuiditas, pemegang saham menyetorkan modal kepada perusahaannya.
Baca juga: AAJI Apresiasi Upaya Pengembalian Dana Para Pemegang Polis Jiwasraya
“Kalau ini sudah dilakukan oleh pemegang saham. Itu artinya mereka tidak bisa di bawa ke ranah hukum. Kehadiran pemerintah di Jiwasraya ada dua fungsi, yakni sebagai pemegang saham dan penyelenggara negara,” kata Kornelius.
Kedua, likuidasi, di mana opsi ini dinilai memberatkan untuk Jiwasraya dan pemegang polis lantaran saat ini aset yang dimiliki oleh Jiwasraya sangat kecil atau hanya Rp 15,7 triliun dengan pemenuhan kewajiban perusahaan kepada nasabah (liabilitas) yang mencapai Rp 54 triliunan.
“Kalau opsi ini yang dipilih, paling pengembalian dana nasabah hanya 20 persen dari nilai polis yang ada sekarang. Nasabah juga harus menunggu aset dijual, di mana dalam situasi sekarang kapan akan selesai itu pengembalian? tidak jelas dan tidak ada kepastian,” ungkapnya.
Ketiga, purchase and assesment, atau restrukturisasi.
“Hukum memberikan dasar yang kuat pada program restrukturisasi ini karena tidak ada paksaan dan penekanan," tuturnya.