Komisi XI : Tax Amnesty Jilid II Hanya Jalan Pintas, Belum Tentu Solusi Tepat
Rencana tax amnesty jilid II melalui RUU KUP dinilai sebagai solusi jalan pintas yang belum tentu berhasil menggenjot penerimaan pajak.
Penulis: Seno Tri Sulistiyono
Editor: Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Rencana pemerintah mengadakan tax amnesty jilid II melalui Rancangan Undang-Undang tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (RUU KUP), dinilai sebagai solusi jalan pintas yang belum tentu berhasil menggenjot penerimaan pajak.
"Ini merupakan jalan pintas yang belum tentu memberikan solusi tepat dalam penerimaan negara," kata Anggota Komisi XI DPR Kamarussamad, Kamis (20/5/2021).
Menurutnya, berdasarkan pengalaman tax amnesty pertama pada 2016-2017 saat ekonomi tumbuh positif saja, target yang diharapkan pemerintah gagal dicapai.
Baca juga: Pemerintah Masih Bahas Wacana Naikkan PPN dan Tax Amnesty Jilid II
Hal tersebut, kata Kamrussamad, dapat dilihat dari tolak ukur seperti rendahnya tingkat partisipasi wajib pajak hanya sebanyak 956 ribu, sedangkan surat pemberitahuan tahunan (SPT) pajak saat itu mencapai 20,1 juta dan pemilik NPWP 32,7 juta orang.
"Kemudian rendahnya angka repatriasi senilai Rp 147 triliun sekitar 3 persen. Kontribusi terhadap penerimaan juga rendah senilai Rp 135 triliun yang terdiri dari tebusan Rp 114 triliun, tunggakan Rp 18,6 triliun dan bukti permulaan Rp 1,75 triliun," papar politikus Gerindra itu.
Jika dibedah lagi, partisipasi berdasarkan klaster level usaha, maka objek pajak non UMKM sebesar Rp 91,1 triliun dan objek pajak UMKM Rp 7,73 triliun.
"Saat ini, kedua klaster usaha tersebut terdampak Covid-19 selama setahun terakhir," ucapnya.
Baca juga: Kadin: Pengusaha Usul Ada Tax Amnesty Jilid II
Ia menyebut, gagalnya tax amnesty pertama juga bisa dilihat dari segi dampak terhadap ratio penerimaan pajak tahun berikutnya, yaitu pada 2017 justru turun menjadi 9,89 persen dibandingkan 2016 sebesar 10,36 persen.
"Bagaimana tahun 2020 turun menjadi 7,9 persen, walaupun proyeksi tax ratio 2021 akan naik 8,18 persen," kata Kamrussamad.
Oleh sebab itu, Ia menyarankan pemerintah melakukan reformasi fundamental regulasi perpajakan secara sungguh-sungguh dan menyeluruh, dibanding mengadakan tax amnesty jilid II.
"Bangun kepercayaan WP dengan memberikan jaminan zero korupsi diperpajakan. Berani mengambil tindakan dengan berhentikan pejabat korup sampai dua tingkat di atasnya dan dua tingkat ke bawah," ujarnya.
Baca juga: Waka DPD RI Ingatkan Tax Amnesty Jilid II Harus Berkaca Pada Jilid I
Selanjutnya, optimalkan penggalian potensi pajak penghasilan (PPh) Pasal 25, 29 dan Pasal 23 untuk barang impor dan konsultan ssing dalam pembangunan infrastruktur.
"Implementasikan kesepakatan pertukaran data otomatis yang sdh diteken antar negara melalui AEoI (Automatic Exchange of Information) untuk mengejar WP di luar negeri," papar Kamrussamad.