Cerita Seputar Hocho, Pisau Dapur Para Chef yang Desainnya Terinspirasi dari Pedang Para Samurai
Tak hanya produsen pisau dalam negeri, produsen pisau internasional juga terus berupaya merebut pasar peralatan dapur dan memasak.
Penulis: Choirul Arifin
Editor: Malvyandie Haryadi
Laporan Wartawan Tribunnews, Choirul Arifin
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Dunia masak-memasak memang selalu menarik dan menyenangkan. Tidak hanya pada ranah rumah tangga, memasak kini sudah berkembang ke arah yang lebih profesional. Dan yang menakjubkan, memasak telah menjadi tren tersendiri di tengah masyarakat.
Perkembangan tren memasak mendorong sejumlah produsen alat-alat masak untuk mengeluarkan produk-produk unggulannya. Pisau misalnya, salah satu alat yang sangat diperlukan kala memasak di dapur ini terus mengalami inovasi.
Tak hanya produsen pisau dalam negeri, produsen pisau internasional juga terus berupaya merebut pasar peralatan dapur dan memasak.
Shinsei.id, salah satu pemasok brand-brand pisau Jepang terbesar di Indonesia, memiliki segudang koleksi pisau dapur yang menjadi incaran para juru masak profesional.
Baca juga: Kaesang Pangarep dan Chef Arnold Rilis Buku Jelang Idul Fitri 2021
Selain dari segi kegunaan, pisau dapur ini memiliki sejarah yang menarik di Jepang, negara asalnya.
Pisau dapur Jepang atau yang biasa disebut dengan Hocho memiliki material dan desain yang berasal dari pedang yang biasa dipakai oleh para Samurai.
Pada saat pedang yang menjadi identitas seorang Samurai tidak lagi diperlukan, para pandai besi di Negeri Sakura itu pun berubah haluan membuat Hocho. Bukan tanpa sebab, pisau dapur pada awal abad 19 mengalami lonjakan permintaan.
Hocho modern pertama yang diproduksi di Jepang adalah pisau bermata satu Yanagiba yang memiliki bentuk memanjang.
Pisau ini digunakan untuk memotong makanan seperti ikan untuk sashimi dan sejumlah bahan baku masakan lainnya.
Hocho lainnya yang juga populer pada masa itu adalah Deba. Pisau tersebut memiliki punggung lebih tebal dari mata pisaunya. Deba lazim digunakan untuk memotong ikan dengan tulangnya.
Biasanya, bila seorang juru masak memiliki Deba, sudah pasti memiliki Nakiri. Pisau yang mempunyai bentuk seperti golok dapur Cina ini lebih sering digunakan untuk memotong sayuran.
“Deretan Hocho atau pisau tersebut dibuat berdasarkan sejarah dan jenis makanan yang dikonsumsi orang Jepang yang kala itu mayoritas mengkonsumsi sayuran dan ikan,” kata Viki Jaya, owner pisau Jepang Shinsei.id.
Ketika Jepang membuka diri pada tahun 1853, pasca mengisolasi diri lebih dari 200 tahun, invasi makanan dari belahan bumi bagian Barat yang notabene berbahan dasar daging benar-benar merubah tren alat-alat masak di Jepang.
Baca juga: Jokowi Punya Chef Baru, Selain Masakan Ibu Negara, Menu Selama Puasa Ramadan Diracik Kaesang
Sebagai bentuk adaptasi yang cepat, lahirlah varian pisau baru seperti Gyuto, Santoku, dan Sujihiki.
Varian baru Hocho tersebut merupakan perpaduan antara pisau Barat dan pisau Jepang yang mempunyai kegunaaan untuk mengolah bahan makanan dari daging.
Di Jepang, Hocho kerap dianggap seperti bagian dari tubuh dari seorang juru masak.
Seorang juru masak atau yang kini dikenal dengan sebutan Chef dianggap sudah dewasa dan mempunyai jam terbang yang tinggi ketika mereka tidak hanya dapat menggunakan pisaunya dengan baik, tetapi juga merawatnya dengan baik.
Karena itu, seorang Chef di Jepang akan selalu memberi perhatian lebih pada pisau-pisaunya. Mereka bahkan punya jadwal khusus untuk memoles dan mempertajam pisau setiap selesai memasak.
Kebudayaan Jepang yang dikenal apik dalam memelihara benda itu pun benar-benar menjadi perhatian para produsen Hocho. Mereka sengaja membuat pisau yang dapat diasah dan ditajamkan kembali ketika sudah mulai tumpul.
Begitu juga dengan gagang pisaunya, dibuat untuk dapat digantikan dengan yang baru dan direstorasi berkali-kali.
“Para Chef di Jepang bahkan selalu menjaga pisau-pisau miliknya seperti mereka menjaga diri mereka sendiri,” tutur Viki.