Berinvestasi Jangan Ikut-ikutan Tren, Kenali Dulu Produk yang Akan Dibeli Biar Nggak Nyesel
Umumnya, value investor tak terpengaruh pada FOMO maupun spekulasi karena fokus untuk berinvestasi pada jangka panjang.
Penulis: Yanuar R Yovanda
Editor: Choirul Arifin
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Yanuar Riezqi Yovanda
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - "Jangan membeli kucing dalam karung” jadi pepatah yang bijak untuk investor pemula yang akan memulai berinvestasi.
Selalu kenali dan pahami produk investasi terlebih dulu sebelum memutuskan mengalokasikan dana Anda ke dalam produk tersebut.
CEO dan Co-founder FUNDtastic Harry Hartono mengatakan, saat ini masih banyak orang yang belum melakukan cek dan ricek alias validasi sebelum mereka mulai investasi.
Rasa cemas atau takut ketinggalan (fear of missing out/FOMO) menjadi penyebab utama para investor awam nekat masuk ke sebuah instrumen investasi tanpa mengenal produk investasi terlebih dulu.
Baca juga: Mengenal 5 Perbedaan Saham dan Reksadana, Cocok untuk Belajar Investasi Para Pemula
"Selain itu, ajakan teman atau kerabat juga membuat sebagian orang mengabaikan langkah validasi tersebut," ujarnya melalui keterangan tertulis, Senin (24/5/2021).
Menurut Harry, mengenali produk investasi bisa mencegah investor untuk meminimalisir potensi risiko yang bisa timbul dari produk investasi tersebut.
Baca juga: Berinvestasi di Apartemen, Pemula Sebaiknya Pahami Hal-hal Ini
Selain mengenali produk investasi, ada baiknya juga sebagai investor mengenali diri sendiri, tipe investor seperti apakah kita?
Baca juga: Investor Pemula Perlu Kenali Dulu Makna Berinvestasi di Saham Agar Tak Terjebak Jadi Spekulan
Meski tak ada pembagian baku, Harry mengklasifikasi dua tipe investor secara garis besar yakni pertama adalah tipe value investor dengan berinvestasi pada aset yang memiliki nilai bagus dan bertumbuh.
Umumnya, value investor tak terpengaruh pada FOMO maupun spekulasi karena fokus untuk berinvestasi pada jangka panjang.
Karena itu, value investor sering disebut juga sebagai passive investor karena mereka tidak aktif melakukan transaksi, menunggu produk investasinya bertumbuh, dan memberikan imbal hasil yang optimal.
Sebaliknya, tipe investor yang berinvestasi pada aset yang dipengaruhi permintaan dan pasokan umumnya melakukan transaksi aset dalam jangka waktu lebih singkat, bergantung pada momentum waktu, serta spekulasi.
“Jika setiap investor telah paham akan produk investasi, risiko, dan diri mereka sendiri, maka mereka akan lebih mudah mengalokasi besarnya porsi aset di setiap produk yang akan mereka pilih. Lalu, bisa meminimalisir potensi risiko dari setiap aset,” ujar Harry.
Investor tersebut, tambahnya, bisa jadi tetap berinvestasi di aset investasi yang memiliki risiko dan imbal hasil yang lebih tinggi, seperti mata uang crypto.
Namun, mereka cenderung lebih bijaksana mengalokasikan porsi asetnya ke aset-aset investasi lain yang juga minim resiko, sehingga ada pembagian alokasi aset dan risiko.