Naiknya Kasus Covid-19 hingga Inflasi Global Jadi Risiko Pemulihan Ekonomi
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyatakan ada beberapa risiko masih perlu diwaspadai dalam proses pemulihan ekonomi.
Editor: Sanusi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Yanuar Riezqi Yovanda
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyatakan ada beberapa risiko masih perlu diwaspadai dalam proses pemulihan ekonomi.
Deputi Komisioner Manajemen Strategis dan Logistik OJK Anto Prabowo mengatakan, risiko tersebut mulai dari kenaikan laju infeksi harian akibat varian baru virus Covid-19.
Baca juga: OJK: Pasar Cloud Computing di Indonesia Menjanjikan
"Lalu, ketersediaan vaksin di negara berkembang serta tren kenaikan inflasi global yang bersumber dari kelangkaan bahan baku dan logistik (cost-push inflation)," ujarnya mengutip keterangan resmi, Senin (31/5/2021).
Sementara dari sisi domestik, potensi kenaikan kasus Covid-19 pacalibur panjang Hari Raya Idul Fitri juga tetap perlu diwaspadai.
Di sisi lain, Anto menjelaskan, OJK senantiasa melakukan sinergi dengan pemerintah dalam memperluas akses pembiayaan kepada UMKM melalui peningkatan ekosistem digitalisasinya.
Ke depan, OJK secara berkelanjutan melakukan asesmen terhadap keberhasilan proses restrukturisasi yang dilakukan oleh lembaga jasa keuangan.
Baca juga: OJK Kerja dari Bali, Dorong Sektor Jasa Keuangan Bangkitkan Ekonomi
"Termasuk, memperhitungkan kecukupan langkah mitigasi dalam menjaga kestabilan sistem keuangan," kata Anto.
Adapun, profil risiko lembaga jasa keuangan pada April 2021 masih relatif terjaga dengan rasio Non Performing Loan (NPL) gross tercatat sebesar 3,22 persen dengan NPL net 1,06 persen.
Selanjutnya, rasio Non Performing Financing (NPF) perusahaan pembiayaan April 2021 turun menjadi 3,9 persen dibanding Maret 3,7 persen.
Rasio nilai tukar perbankan juga dapat dijaga pada level yang rendah terkonfirmasi dari rasio posisi devisa neto April 2021 sebesar 1,38 persen, jauh di bawah ambang batas ketentuan sebesar 20 persen.
Selain itu, Anto menambahkan, likuiditas industri perbankan berada pada level yang memadai dengan rasio alat likuid/non-core deposit dan alat likuid/DPK per 10 Mei 2021 masing-masing pada level 149,92 persen dan 32,46 persen, di atas threshold 50 persen dan 10 persen.
Permodalan lembaga jasa keuangan juga masih pada level yang memadai yakni Capital Adequacy Ratio (CAR) ndustri perbankan tercatat sebesar 24,26 persen, jauh di atas threshold.
"Kemudian, Risk-Based Capital industri asuransi jiwa dan asuransi umum masing-masing tercatat sebesar 639 persen dan 344 persen, jauh di atas ambang batas ketentuan sebesar 120 persen. Begitupun gearing ratio perusahaan pembiayaan yang tercatat sebesar 2,02 persen, jauh di bawah batas maksimum 10 persen," pungkas Anto.