Sembako Akan Dipajaki Pemerintah, Komisi XI: Itu Bebani Rakyat, Kami Akan Tolak
Anggota Komisi XI DPR Fraksi Gerindra Kamrussamad mengatakan, RUU Perpajakanatersebut sampai saat ini belum ada pembahasan antara DPR dan pemerintah.
Penulis: Seno Tri Sulistiyono
Editor: Choirul Arifin
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Seno Tri Sulistiyono
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi XI DPR akan menolak rencana pajak sembako yang tertuang dalam draf Rancangan Undang-Undang Perubahan Kelima Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP).
Anggota Komisi XI DPR Fraksi Gerindra Kamrussamad mengatakan, RUU tersebut sampai saat ini belum ada pembahasan antara DPR dan pemerintah.
"Kami akan menolak jika ada kewajiban perpajakan baru yang membebani rakyat, karena daya beli belum sepenuhnya membaik, ekonomi masih megap-megap, pengangguran, dan kemiskinan semakin bertambah. Pendapatan rumah tangga menurun, kok kebutuhan bahan pokok mau dipajakin," ujar Kamrussamad, Rabu (9/6/2021)
Kamrussamad menjelaskan, rencana pengenaan pajak sembako diatur dalam Pasal 4A draf revisi Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983.
Baca juga: Wakil Ketua Komisi XI DPR: Wacana Pajak Sembako Bisa Ganggu Pemulihan Ekonomi
Dalam draf beleid tersebut, kata Kamrussamad, barang kebutuhan pokok serta barang hasil pertambangan atau pengeboran dihapus dalam kelompok jenis barang yang tidak dikenai pajak pertambahan nilai (PPN).
Baca juga: Negara G7 Tetapkan Aturan Baru, Facebook dan Amazon Bersiap Bayar Pajak Sebesar 15 Persen
"Dengan penghapusan itu berarti barang itu akan dikenakan PPN," ucapnya.
Menurutnya, jenis-jenis kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan masyarakat dan tidak dikenakan PPN, sebelumnya diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 116/PMK.010/2017.
Barang tersebut meliputi beras dan gabah, jagung, sagu, kedelai, garam konsumsi, daging, telur, susu, buah-buahan, sayur-sayuran, ubi-ubian, bumbu-bumbuan, dan gula konsumsi.
Kamrussamad menyarankan agar pemerintah mereformasi fundamental regulasi perpajakan secara sungguh-sungguh dan menyeluruh .
"Bangun kepercayaan WP (wajib pajak) dengan memberikan jaminan zero korupsi diperpajakan. Berani mengambil tindakan dengan berhentikan pejabat korup sampai dua tingkat di atasnya dan dua tingkat ke bawah," tuturnya.
Pemerintah juga harus optimalkan penggalian potensi PPH Pasal 25, 29 dan Pasal 23 untuk barang impor dan konsultan asing dalam pembangunan infrastruktur.
"Lalu, implementasikan kesepakatan pertukaran data otomatis yang sudah diteken antar negara melalui AEoI untuk mengejar WP di luar negeri," ucap Kamrussamad.