Kata Menkeu Sri Mulyani soal Sistem Perpajakan dan Kesetaraan Gender
Kementerian Keuangan menyatakan kebijakan dan administrasi pajak suatu negara dapat mendorong pencapaian tujuan kesetaraan gender
Editor: Sanusi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Yanuar Riezqi Yovanda
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kementerian Keuangan menyatakan kebijakan dan administrasi pajak suatu negara dapat mendorong pencapaian tujuan kesetaraan gender dengan mengubah karakteristik sosial ekonomi masyarakat.
Misalnya kesenjangan upah gender, dan mengubah perilaku, seperti partisipasi dalam angkatan kerja, konsumsi, dan investasi.
Baca juga: Menkeu Diminta Cari Pajak di Produk Lain Selain Sembako, Masih Banyak Belum Dipajaki
"Sistem perpajakan yang kuat dapat menghasilkan dana tambahan untuk program-program yang dirancang untuk meningkatkan kesejahteraan perempuan dan laki-laki," ujar Menteri Keuangan Sri Mulyani melalui laman kemenkeu.go.id, Rabu (16/6/2021).
Namun, guncangan ekonomi baru-baru ini akibat pandemi Covid-19 dan penurunan pendapatan pajak yang diakibatkannya telah memperlebar kesenjangan.
Baca juga: Menkeu Jelaskan Beras Jenis Ini yang Akan Kena Pajak
Khususnya, antara sumber daya domestik negara-negara dan dana yang dibutuhkan untuk memenuhi tujuan pembangunan berkelanjutan yang mencakup kesetaraan gender dan pengurangan kemiskinan.
Sementara dalam merancang reformasi perpajakan, kata Sri Mulyani, juga menempatkan perspektif dan peran perempuan dalam konteks kesetaraan gender.
Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam merancang reformasi perpajakan ini, pertama yakni perlunya mengembangkan kebijakan pajak yang sensitif gender.
"Bagaimana dalam hal ini saya harus meminta tim kami untuk merancang kebijakan perpajakan yang memperhitungkan perempuan dan laki-laki memiliki peran dan kebutuhan sosial yang berbeda. Jadi benar-benar memahami desain kebijakan dengan kesetaraan gender ini sangat penting,” kata Sri Mulyani.
Kedua, bagaimana model penawaran tenaga kerja yang dinamis untuk negara berkembang dalam hal ini Indonesia, yang menunjukkan perbedaan sensitivitas perpajakan terhadap penawaran tenaga kerja.
Di mana, Sri Mulyani menambahkan, perempuan cenderung lebih sensitif terhadap pajak yang mempengaruhi upah mereka.
Penelitian ini menunjukkan bahwa tarif pajak yang sama memiliki implikasi yang berbeda antara tenaga kerja perempuan dan laki-laki, sehingga menjadi pertimbangan dalam merancang kebijakan pajak.
“Ketiga, kita perlu juga mengedukasi pendidikan pajak mulai dari usia dini. Saya meminta Dirjen Pajak untuk berkunjung ke sekolah memberikan literasi dan pengetahuan dasar tentang perpajakan," pungkasnya.