Kekhawatiran di Balik Indonesia Jadi Negara Berpendapatan Menengah ke Bawah
Angkatan tenaga kerja Indonesia yang mencapai 140 juta orang, harusnya dibarengi dengan adanya peningkatan pada status pendapatan negara.
Editor: Hendra Gunawan
Laporan wartawan Tribunnews.com, Lusius Genik
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Turunnya Indonesia menjadi negara berpendapatan menengah ke bawah dikhawatirkan dapat mempengaruhi sektor ketenagakerjaan dan kualitas pertumbuhan ekonomi nasional.
Angkatan tenaga kerja Indonesia yang mencapai 140 juta orang, harusnya dibarengi dengan adanya peningkatan pada status pendapatan negara.
Demikian disampaikan Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira saat berbincang dengan Tribun Network, Rabu (21/7/2021).
"Yang dikhawatirkan dari penurunan kelas negara berpendapatan menengah atas jadi berpendapatan menjadi menengah bawah, adalah terkait dengan tenaga kerja kita," kata Bhima.
Baca juga: Permintaan Plasma Konvalesen Meningkat 300 Persen, PMI Permudah Syarat Bagi Calon Pedonor
Setiap tahun ada penambahan 2-3 juta angkatan kerja baru di Indonesia.
Bhima menyebut angka pertumbuhan angkatan tenaga kerja nasional tersebut sangat tinggi.
Bila Indonesia turun kelas menjadi negara berpendapatan menengah ke bawah dengan angka pertumbuhan angkatan kerja tersebut, yang bakal terjadi adalah pertumbuhan ekonomi nasional makin melemah.
Baca juga: Kemenkes: Testing dan Tracing Covid di Daerah PPKM Level 4 Terus Mengalami Penurunan 3 Hari Terakhir
"Secara total angkatan kerja kita itu hampir 140 juta orang. Ini berbahaya kalau kita tidak naik kelas, tetapi turun kelas. Justru yang terjadi adalah kualitas pertumbuhan ekonomi kita makin mengalami pelemahan," ujar dia.
Hal tersebut, kata Bhima, dapat memicu terjadinya peningkatan pada angka pengangguran di tanah air.
"Yang akan terjadi akhirnya banyak orang yang sudah masuk pasar tenaga kerja, ada mahasiswa yang baru lulus mereka bingung karena serapan tenaga kerjanya menjadi menurun," pungkas dia.