Aprindo Keluhkan Tak Bisa Ajukan Restrukturisasi Kredit ke Perbankan
Pelaku usaha ritel yang mengakses fasilitas program itu ke bank ditolak karena usaha ritel tidak masuk dalam sektor prioritas
Penulis: Seno Tri Sulistiyono
Editor: Eko Sutriyanto
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Seno Tri Sulistiyono
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) menyebut pelaku usaha ritel pada saat ini kesulitan mengakses fasilitas restrukturisasi kredit yang disediakan pemerintah di 15 bank.
Ketua Umum Aprindo Roy N Mandey mengatakan, Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPCPEN) telah mengeluarkan instrumen Rp 100 triliun melalui 15 bank untuk kredit korporasi swasta.
Namun, ketika pelaku usaha ritel mengakses fasilitas dari program tersebut ke bank, kata Roy, mengalami kesulitan karena usaha ritel tidak masuk dalam sektor prioritas.
"Selalu bank akan mengatakan belum ada jutlak dan juknisnya untuk korporasi.
Baca juga: Pakai 4 Jurus ini, Roy Sukses Kembangkan Naruna Hingga Mancanegara
Padahal ritel ini memiliki multiplier effect besar terhadap ekonomi," tutur Roy secara virtual, Sabtu (31/7/2021).
Menurutnya, jika ada bank yang bersedia melakukan restrukturisasi kredit usaha ritel, bunga yang diberikan masih cukup besar di tengah tertekannya kinerja akibat pandemi.
"Bunganya masih pakai 9,75 persen dari sebelumnya 11 persen.
Artinya, dana KPCPEN yang kami harap bisa restrukturisasi ataupun bunganya di bawah 6 persen, itu tidak tercapai," paparnya.
Baca juga: Digital Workplace PINS Indonesia Jadi Parameter Kesiapan Perusahaan Hadapi New Normal
"Jadi sudah sulit aksesnya, kemudian kalau ada bunganya tidak ada perubahan signifikan," ucap Roy.
Roy juga menyebut, BI 7-Day Reverse Repo Rate yang sudah ditahan selama setahun oleh Bank Indonesia sebesar 3,50 persen, juga tidak berdampak terhadap penurunan bunga kredit.
"15 bank itu hanya menyalurkan kepada sektor prioritas, kami yang korporasi berdampak multiplier effect sulit mengaksesnya," tutur Roy.