Ekonomi RI Tumbuh 7,07 Persen Year on Year, Menteri Airlangga: Lampaui India dan Jepang
Menko Perekonomian Airlangga Hartarto menyebutkan, capaian pertumbuhan ekonomi tersebut melewati beberapa negara seperti India hingga Jepang.
Editor: Choirul Arifin
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian menyatakan, ekonomi Indonesia tumbuh 7,07 persen di kuartal II 2021 secara year on year (yoy).
Menko Perekonomian Airlangga Hartarto menyebutkan, capaian pertumbuhan ekonomi tersebut melewati beberapa negara seperti India hingga Jepang.
"Pertumbuhan tersebut lebih tinggi dibanding negara-negara tetangga kita ataupun beberapa negara sekitar seperti India di kuartal II 1,6 persen, Vietnam 6,6 persen, Korea Selatan 5,69 persen, dan Jepang sebesar minus 1,6 persen," ujarnya saat konferensi pers secara virtual, Kamis (5/8/2021).
Airlangga menjelaskan, mulai adanya pertumbuhan di bulan April hingga Juni tersebut merupakan tertinggi sejak krisis keuangan 2008 atau dikenal subprime mortgage.
Baca juga: Juara Se-Indonesia! Perekonomian Maluku Tumbuh Paling Tinggi, Bali Kok Terendah?
"Pertumbuhan tersebut merupakan angka pertumbuhan kuartalan tertinggi sejak beberapa waktu yang lalu ataupun sejak subprime mortgage lalu," katanya.
Dari sisi, dia menambahkan, komponen pengeluaran atau agregat demand semuanya tumbuh positif yakni di antaranya ekspor dan impor.
Baca juga: BPS: Inflasi Juli 2021 Sebesar 0,08 Persen
"Ekspor dan impor masing-masing tumbuh sebesar 31,78 persen dan 31,22 persen year on year seiring dengan meningkatnya demand domestik dan global. Lalu, konsumsi pemerintah tumbuh tinggi yaitu 8,06 persen secara year on year seiring dengan komitmen dalam penanganan Covid-19 dan pemulihan ekonomi nasional," ujar Airlangga.
Baca juga: BPS: Maret 2021, Jumlah Penduduk Miskin Tembus 27,54 Juta
Airlangga Hartarto mengatakan, dari sisi wilayah, semua wilayah di Indonesia telah mengalami perbaikan ekonomi.
"Secara spasial, semua wilayah di Indonesia telah mengalami perbaikan. Pulau Jawa sebagai kontributor perekonomian nasional tumbuh tinggi di angka 7,88 persen," ujarnya.
Kemudian diikuti oleh Maluku dan Papua 8,75 persen, Sulawesi 8,51 persen, Kalimantan 6,28 persen, Sumatera 5,27 persen, serta Bali dan Nusa Tenggara 5,7 persen.
Airlangga menjelaskan, pertumbuhan ini sejalan dengan tingginya ekspor, terutama permintaan produk komoditas unggulan di luar negeri, baik itu batu bara maupun kelapa sawit yang harganya semakin baik.
"Kemudian, berbagai leading indikator perekonomian juga menunjukkan prospek perbaikan. Ekspor menunjukkan peningkatan, sehingga neraca perdagangan surplus 14 bulan berturut-turut dan cadangan devisa 137 miliar dolar Amerika Serikat (AS)," katanya.
Sementara dari sektor UMKM, penyaluran kredit usaha rakyat (KUR) juga sudah menunjukkan perbaikan yakni Rp 148,08 triliun hingga 2 Agustus atau 58,53 persen dari target 2021 sebesar Rp 253 triliun. "KUR sudah pulih dan hal ini menunjukkan bahwa kredit usaha rakyat angkanya sudah membaik," kata Airlangga.
Airlangga melanjutkan, pemerintah masih melihat kapan bisa mendorong kegiatan serta mobilitas masyarakat.
Sebab, di bulan Agustus 2021 ini masih terus menerapkan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) yang menekan mobilitas.
"Dengan kasus positif serta kasus aktif Covid-19 turun, kita masih berharap bahwa perekonomian bisa digenjot ke arah positif kembali di kuartal III," ujarnya.
Menurut dia, pemerintah dapat lakukan pelonggaran PPKM level 4 dan 3 tergantung kepada kedisiplinan masyarakat.
Di sisi lain, Airlangga menjelaskan, pemerintah juga telah mendorong vaksinasi di Agustus dengan disiapkan 73 juta dosis.
"Kemudian, menyiapkan kapasitas rumah sakit, ketersediaan obat-obatan, dan tenaga keseharian," katanya.
Sementara itu, dia menambahkan, akibat merebaknya varian delta Covid-19 di kuartal III 2021 membuat kasus aktif naik di atas 500.000.
"Tentu di kuartal III ini kita lihat pertumbuhan ekonomi akan berdampak. Lalu, kalau kita lihat berdasarkan pengalaman di kuartal II, di mana Kasus aktifnya di bawah 100.000 maka ekonomi bisa tumbuh di angka 7,07 persen," kata Airlangga.
Kementerian Keuangan mencatat purhasing manager indeks (PMI) Indonesia mengalami kontraksi atau turun ke level 40,1 di Juli 2021 dibanding bulan sebelumnya 53,5.
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, kontraksi tersebut seiring adanya pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) level 3 dan 4 di beberapa wilayah untuk menekan penyebaran varian delta Covid-19.
"Terlihat dampaknya (PPKM) ke PMI menurun lagi," ujar Menkeu.
Kendati demikian, jika melihat impor barang baku dan barang modal yang meningkat tinggi, Sri Mulyani percaya sektor manufaktur tetap memiliki ketahanan.
"Ini adalah karena kita harus melakukan penyesuaian terhadap varian delta. Secara keseluruhan trennya tidak berpengaruh terlalu banyak," katanya.
Eks direktur pelaksana Bank Dunia itu menambahkan, memang kuncinya adalah mengendalikan penyebaran Covid-19 agar bisa tetap melakukan kegiatan manufaktur.
"Selain itu, dengan vaksinasi yang sekarang dilakukan oleh tim dan juga dalam menerapkan protokol kesehatan. Kita berharap PMI kembali pulih dan kita melihat pemulihan ekonomi tetap berlangsung," pungkas Sri Mulyani.(Tribun Network/van/wly)