Utang Luar Negeri Indonesia Nyaris Tembus Rp 6.000 Triliun
posisi utang luar negeri (ULN) Indonesia hingga Juli 2021 tercatat senilai 415,7 miliar dolar Amerika Serikat atau setara Rp 5.919 triliun
Penulis: Bambang Ismoyo
Editor: Sanusi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ismoyo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Bank Indonesia dalam laporan terbarunya menyebutkan, posisi utang luar negeri (ULN) Indonesia hingga Juli 2021 tercatat senilai 415,7 miliar dolar Amerika Serikat atau setara Rp 5.919 triliun (asumsi kurs Rp 14.239 per dolar AS).
Direktur Eksekutif Kepala Departemen Komunikasi Bank Indonesia, Erwin Haryono mengatakan, angka tersebut tumbuh lambat jika dibandingkan dengan periode yang sama di tahun sebelumnya.
“Utang Luar Negeri Indonesia pada Juli 2021 tumbuh melambat. Posisi ULN Indonesia pada akhir Juli 2021 tercatat sebesar 415,7 miliar dolar AS atau tumbuh 1,7 persen (year on year/yoy), lebih rendah dibandingkan dengan pertumbuhan bulan sebelumnya sebesar 2 persen (yoy),” ujar Erwin, Rabu (15/9/2021).
Baca juga: Kasus Covid-19 Nasional Menurun selama 8 Minggu, Satgas: Turun 88,9% Dibanding Lonjakan Kedua
Erwin melanjutkan, perkembangan tersebut terutama disebabkan oleh perlambatan pertumbuhan ULN Pemerintah.
Untuk ULN Pemerintah, tercatat tumbuh lebih rendah dibandingkan bulan sebelumnya.
Posisi ULN Pemerintah di bulan Juli 2021 mencapai 205,9 miliar dolar AS atau tumbuh 3,5 persen (yoy), melambat dibandingkan dengan pertumbuhan bulan Juni 2021 sebesar 4,3 persen (yoy).
Perkembangan ini disebabkan oleh penurunan posisi Surat Berharga Negara (SBN) domestik dan pembayaran neto pinjaman bilateral, di tengah penarikan pinjaman luar negeri untuk mendukung penanganan dampak pandemi Covid-19.
Lanjut Erwin, Pemerintah terus berkomitmen mengelola ULN Pemerintah secara hati-hati, kredibel, dan akuntabel untuk mendukung belanja prioritas.
Yang belanja tersebut antara lain mencakup sektor administrasi pemerintah, pertahanan, dan jaminan sosial wajib (17,8 persen dari total ULN Pemerintah), sektor jasa kesehatan dan kegiatan sosial (17,2 persen), sektor jasa pendidikan (16,4 persen), sektor konstruksi (15,4 persen), serta sektor jasa keuangan dan asuransi (12,6 persen).
Baca juga: Hatta Rajasa Dukung Percepatan Pembangunan Tol Trans Sumatera untuk Genjot PDB Wilayah
“Posisi ULN Pemerintah aman karena hampir seluruh ULN memiliki tenor jangka panjang dengan pangsa mencapai 99,9 persen dari total ULN Pemerintah,” ucap Erwin.
Sedangkan, untuk ULN swasta tumbuh sedikit meningkat dibandingkan bulan sebelumnya.
ULN swasta pada Juli 2021 tumbuh rendah sebesar 0,1 persen (yoy), setelah mengalami kontraksi sebesar 0,2 persen (yoy) pada Juni 2021.
Pertumbuhan ULN swasta tersebut disebabkan oleh pertumbuhan ULN perusahaan bukan lembaga keuangan sebesar 1,5 persen (yoy), meski melambat dari 1,7 persen (yoy) pada bulan sebelumnya.
Sementara itu, pertumbuhan ULN lembaga keuangan mengalami kontraksi sebesar 5,1 persen (yoy), lebih rendah dari kontraksi bulan sebelumnya sebesar 6,9 persen (yoy).
“Struktur ULN Indonesia tetap sehat, didukung oleh penerapan prinsip kehati-hatian dalam pengelolaannya,” papar Erwin.
Baca juga: Kontribusi Industri Makanan Minuman Terhadap PDB Capai 6,66 Persen di Triwulan II
“ULN Indonesia pada Juli 2021 tetap terkendali, tercermin dari rasio ULN Indonesia terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) yang tetap terjaga di kisaran 36,6 persen, menurun dibandingkan dengan rasio pada bulan sebelumnya sebesar 37,5 persen,” pungkasnya.
Rasio Utang Pemerintah Terhadap PDB Naik Jadi 39,4 Persen, Pemerintah Ajak BI Berbagi Beban
Menteri Keuangan Sri Mulyani menyatakan, pandemi Covid-19 menimbulkan naiknya anggaran penanganan dan perlindungan kepada masyarakat.
Hal tersebut berimbas pada melonjaknya utang pemerintah di 2020. "Rasio utang Indonesia terhadap PDB pada 2020 meningkat menjadi 39,4 persen," ujarnya dalam rapat paripurna DPR, Selasa (7/9/2021).
Menkeu mengatakan, berbagai kebijakan extraordinary yang diatur dalam Undang-undang Nomor 2 Tahun 2020 memungkinkan pemerintah melakukan kerja sama dengan Bank Indonesia (BI).
"Kerja sama ini dalam skema yang ditetapkan melalui SKB (surat keputusan bersama) 1. BI bertindak sebagai standby buyer pembiayaan utang, BI dapat membeli SBN pada pasar perdana melalui lelang, lelang tambahan, dan penawaran secara langsung," katanya.
Baca juga: Kejar Utang BLBI Rp 110 Triliun, Pemerintah Kesulitan Cari Penerimaan?
Menkeu mengatakan, mengacu pada SKB 2, pemerintah kembali bersinergi dengan BI untuk berbagai beban (burden sharing) untuk membiayai pandemi.
Baca juga: Prabowo Siapkan Pagu Anggaran Pertahanan 0,8% dari PDB untuk 25 Tahun
"Melakukan burden sharing untuk membiayai penanganan pandemi, BI ikut menanggung pembiayaan utang untuk penanganan pandemi dan pemulihan ekonomi," pungkas Sri Mulyani.