Rizal Ramli Desak OJK Suspensi Saham Sentul City Atas Dugaan Penyerobotan Lahan Warga Bogor
Ekonom senior Rizal Ramli menilai Sentul City terbukti melanggar prinsip utama pasar modal.
Penulis: Fransiskus Adhiyuda Prasetia
Editor: Choirul Arifin
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fransiskus Adhiyuda
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) diminta menghentikan transaksi saham PT Sentul City Tbk di pasar modal dan melakukan audit investigasi terhadap saham perusahaan milik Cahyadi Kumala alias Swee Teng itu dan anak perusahaannya.
Ekonom senior Rizal Ramli menilai Sentul City terbukti melanggar prinsip utama pasar modal.
Sementara, prasyarat untuk perusahaan yang terdaftar di pasar modal adalah tranparansi, akuntabilitas, dan tata kelola (governance) termasuk penghormatan terhadap hak asasi manusia (HAM).
Baca juga: Kementerian ATR/BPN Tanggapi Kasus Sengketa Lahan Rocky Gerung vs Sentul City di Bojong Koneng
"Penyerobotan lahan warga Desa Bojong Koneng, Bogor oleh PT Sentul City menjadi bukti kuat bahwa perusahaan telah melanggar HAM," kata Rizal Ramli saat menggelar konferensi pers bersama ProDemokrasi (ProDEM), di Jakartaz, Rabu (22/9/2021).
Rizal Ramli menegaskan, Kantor Komisi Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia (HAM)/Office of the United Nations High Commissioner for Human Rights (OHCHR) sudah secara tegas menyatakan bahwa akses untuk menggunakan dan mengendalikan tanah berdampak secara langsung pada pemenuhan HAM.
Baca juga: Pengamat: Ada Makna Politis soal Konflik Tanah Rocky Gerung dan Sentul City di Bojong Koneng
"Sengketa tanah juga sering menjadi penyebab dari pelanggaran hak-hak asasi manusia, benturan, dan kekerasan terhadap rakyat," ucap Rizal.
Rizal Ramli mengutip catatan Konsorsium Pembaharuan Agraria (KPA), di tahun 2019 terjadi 279 konflik agraria seluas 734.239 hektar yang berdampak pada 109.042 Kepala Keluarga (KK).
Baca juga: Rocky Gerung Anggap Ancaman PT Sentul City sebagai Prank: Nggak Ada Alasan untuk Menggusur Saya
"Selama 5 tahun terakhir telah terjadi 2.047 konflik agraria di sektor perkebunan, kehutanan, pertambangan, pertanian, infrastruktur dan properti," ujarnya.
Di sektor properti, ungkap Rizal Ramli, terjadi kasus pelanggaran HAM oleh perusahaan Sentul City dengan melakukan penggusuran paksa tanah rakyat dengan mengerahkan preman-preman dan buldozer.
Baca juga: Rocky Gerung Disomasi Sentul City Terkait Kepemilikan Lahan, Ini Kata Kuasa Hukum
"Eksekusi hanya bisa dilakukan atas dasar keputusan pengadilan, bukan secara sepihak dan semena-mena oleh pengembang," tegasnya.
Sentul City dan anak perusahaannya, kata dia, menggunakan preman untuk mengintimidasi rakyat agar bersedia melepas tanah dengan harga yang tidak wajar, hanya Rp30.000-Rp50.000 per meter persegi.
"Contoh, Pesantren Tahfidzul Qur’an dan tanah rakyat di Desa Cijayanti dan Bojong Koneng yang diambil paksa preman-preman di bawah Sentul City melalui anak perusahaannya, PT Dayu Bahtera Kurnia," ungkapnya.
Selain soal HAM, menurut Rizal Ramli, Sentul City juga banyak melakuka pelanggaran praktik bisnis. Banyak pengaduan dari perusahaan atau perseorangan yang merasa ditipu karena sertifikat tidak kunjung diberikan oleh Sentul City.
"Artinya status aset tanah masih belum ‘clean and clear’. Ini tidak sesuai dengan yang disampaikan di prospektus atau promosi pemasaran Sentul City."
"Artinya diduga telah terjadi dugaan penipuang dalam aktivitas bisnis Sentul City selama ini."
"Sehingga Sentul City diduga telah melanggar UU Pasar Modal terutama Pasal 90a dan 90b yang berbunyi" 'Dalam kegiatan perdagangan Efek, setiap Pihak dilarang secara langsung atau tidak langsung: a. menipu atau mengelabui Pihak lain dengan menggunakan sarana dan atau cara apa pun; b. turut serta menipu atau mengelabui Pihak lain.'," tandas Rizal Ramli.