Ekonom Dukung BI Antisipasi Dampak Tapering Off Jauh-jauh Hari
Tak dapat dipungkiri dampak tapering off tahun 2013 silam berimbas cukup kuat terhadap perekonomian Indonesia
Penulis: Reynas Abdila
Editor: Sanusi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Reynas Abdila
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengurangan stimulus besar-besaran atau Tapering off yang dilakukan Bank Sentral Amerika Serikat atau The Federal Reserves (The Fed) akhir 2021 nanti tengah menjadi pembicaraan hangat.
Kebijakan ini membuat khawatir investor dengan potensi dampak yang ditimbulkan terhadap pasar.
Kepala Ekonom Grant Thornton LLP Diane Swonk mengatakan situasi ini membuat The Fed dalam mode 'wait and see' pada rapat perumusan kebijakan di September 2021.
Baca juga: Analis Ungkap Peran BI Bantu Ekonomi, tapi Ancaman Tapering Menanti
"Jangka waktu ini bisa saja lebih lama dari yang diperkirakan banyak orang, tergantung dampak varian Delta dan pencapaian vaksinasi," ujar Diane kepada wartawan, Kamis (23/9/2021).
CEO/Managing Partner Grant Thornton Indonesia Johanna Gani mengatakan pihaknya mendukung Bank Indonesia (BI) sebagai regulator untuk mengantisipasi dampak tapering off termasuk kesiapan untuk melakukan intervensi.
Baca juga: Pekan Ini, Pelaku Pasar Masih Fokus Wacana Tapering AS
"Harus dipersiapkan jauh-jauh hari. Seperti intervensi di pasar spot hingga pembelian SBN di pasar sekunder jika pihak asing melepas kepemilikan SBN mereka," urainya
Dengan adanya persiapan yang lebih matang, dampak tapering off kali ini terhadap depresiasi rupiah masih berada dalam tahap yang wajar.
Tak dapat dipungkiri dampak tapering off tahun 2013 silam berimbas cukup kuat terhadap perekonomian Indonesia, di mana salah satu penyebabnya adalah cukup tingginya arus dana asing yang masuk ke pasar saham Indonesia dari kebijakan Quantitative Easing (QE) setelah krisis keuangan 2008.
Kemudian Current Account Deficit (CAD) pada tahun 2013 mencapai lebih dari 3 persen dari pertumbuhan ekonomi.
"Dampak paling terasa dari taper tantrum 2013 yaitu merosotnya nilai tukar rupiah hingga puncak pelemahan terjadi pada September 2015," kata Johanna lagi.
Pada akhir Mei 2013, kurs rupiah berada di level Rp 9.790 per dolar AS sampai pada 29 September 2015 menyentuh level terlemah Rp 14.730 per dolar AS yang berarti terjadi pelemahan lebih dari 50 persen.
Sedangkan IHSG saat itu pun jatuh dari level 5.200 ke level 4.200 di akhir 2013.
Tapering off sendiri adalah pengurangan stimulus moneter yang dikeluarkan bank sentral saat perekonomian sedang terancam dan membutuhkan banyak suntikan dana likuiditas.
Hal ini dilakukan The Fed dengan mengurangi ukuran program pembelian obligasi yang dikenal sebagai pelonggaran kuantitatif (Quantitative Easing/QE).
Pada umumnya, indikator pengukur kapan tapering off dilaksanakan adalah ketika inflasi mengalami keseimbangan, tingkat pengangguran menuju normal, hingga pemulihan tingkat kredit atau pinjaman yang menandakan ekonomi mulai aktif kembali.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.