Berkah di Balik Krisis Energi Dunia, Nilai Ekspor Mengalami Surplus
Selain itu, menurutnya impor batu bara juga akan akan naik seiring dengan membaiknya tingkat permintaan domestik.
Editor: Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Neraca perdagangan Indonesia pada September 2021 mencetak surplus 3,68 miliar dolar AS.
Meski surplus, Senior Researcher DRI Muhammad Ikbal Iskandar melihat surplusnya lebih kecil dari surplus pada Agustus 2021 yang mencapai 4,74 miliar dolar AS.
Muhammad kemudian mengatakan, surplus neraca perdagangan pada bulan laporan didorong oleh masih lebih tingginya nilai ekspor bila dibandingkan dengan nilai impor, meski ada penurunan kinerja ekspor pada September 2021 secara bulanan.
Lembaga tersebut memperkirakan, nilai ekspor September 2021 sebesar 19,28 miliar dolar AS atau turun 10,02 persen mtm, tetapi secara tahunan masih tercatat naik 38,14 persen yoy.
Baca juga: Krisis Listrik di China Makin Memburuk, Harga Batubara Bakal Terus Terkerek
“Pergerakan ekspor ini tak lepas dari pelonggaran restriksi di berbagai negara karena adanya peningkatan vaksinasi sehingga meningkatkan permintaan,” ujar Muhammad dalam laporannya, Kamis (14/10/2021).
Dalam hal ini, Indonesia juga ketiban berkah dari krisis energi di China.
Saat ini, China sedang mengalami kekurangan batubara untuk produksi listrik, sehingga mengganggu kinerja manufaktur.
Negara India juga mengalami hal yang sama, sehingga hal ini bisa mendorong kedua negara tersebut untuk mengimpor batubara dari Indonesia lebih banyak lagi.
Kinerja manufaktur negara-negara mitra dagang Indonesia lain juga menggembirakan, salah satunya Thailand.
Baca juga: Kekurangan Batubara, India Dilanda Krisis Energi, Mulai Ada Pemadaman Listrik
Ini pun memperlebar peluang ekspor yang lebih tinggi.
Di sisi lain, kinerja ekspor juga ditopang oleh tingginya harga komoditas karena peningkatan harga bahan bakar.
Meski begitu, ini juga membawa risiko menahan perbaikan kinerja ekonomi.
Dari sisi impor, kinerja impor diperkirakan sebesar 15,60 miliar dolar AS atau turun 6,45 persen mtm.
Hanya, secara tahunan impor masih tercatat naik 34,68 persen yoy.
Peningkatan impor ini didorong oleh ekspansinya kinerja manufaktur Indonesia pada bulan laporan karena ada pelonggaran PPKM level 4 yang meningkatkan permintaan.
Baca juga: Pengamat Nilai Indonesia Harus Optimalkan PLTU Batubara
Teranyar, harga batubara di pasar ICE Newcastle (Australia) tercatat mencapai 212 dolar AS per ton atau mencapai rekor tertinggi sepanjang sejarah.
Padahal, pada akhir 2020, harga batubara masih berada di level 79,55 dolar AS per ton.
Artinya secara year to date sudah melesat hingga 166,5 persen. Ekonom Bank Mandiri Faisal Rachman mengatakan, naiknya harga batu bara masih akan berdampak baik bagi kinerja ekspor Indonesia hingga akhir tahun 2021.
Sehingga dengan begitu akan mendukung trade surplus series.
"Kinerja ekspor masih akan baik sampai dengan akhir tahun ini dan akan mendukung trade surplus series,” kata Faisal kepada Kontan.co.id, Selasa (12/10/2021).
Selain itu, menurutnya impor batu bara juga akan akan naik seiring dengan membaiknya tingkat permintaan domestik.
Akan tetapi, dirinya melihat peningkatan impor justru akan lebih bersifat gradual atau bertahap.
Sehingga, surplus neraca dagang masih akan berlangsung sampai akhir tahun, meskipun pasti ada kemungkinan besaran surplusnya tends to shrink.
Faisal memperkirakan surplus neraca perdagangan Indonesia akan ada di kisaran 27 miliar dolar AS sampai 30 miliar dolar AS pada akhir tahun 2021.
Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Yusuf Rendy mengatakan, kenaikan ekspor pertambangan memang tidak terlepas dari harga batubara yang terus melonjak dan juga permintaan global juga sedang meningkat, akibat krisis energi yang tengah melanda beberapa negara.
Tercatat perkembangan ekspor sampai dengan Agustus pertumbuhannya mencapai 63 persen.
“Jika melihat tren saat ini dimana harga komoditas tambang yang masih menunjukkan tren kenaikan, saya kira ekspor hasil pertambangan masih akan menopang pertumbuhan ekspor sampai dengan akhir tahun,” kata Yusuf kepada Kontan.co.id, Selasa (12/10/2021).
Data sampai Juli 2021 menunjukkan, pertumbuhan data ekspor pertambangan mencapai 106 persen (yoy) relatif lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan industri yang tumbuh 20 persen atau pertanian yang justru terkontraksi sebesar 17 persen.
Lebih lanjut Yusuf mengatakan, jika melihat tren saat ini dimana harga komoditas tambang yang masih menunjukkan tren kenaikan, Dia memperkirakan ekspor hasil pertambangan masih akan menopang pertumbuhan ekspor sampai dengan akhir tahun 2021.
Meskipun dengan pelonggaran restriksi, masih ada potensi impor yang akan mengalami kenaikan. Meski begitu, Yusuf melihat kenaikan ekspor diperkirakan masih bisa mengkompensasi kenaikan impor.
Sehingga kelanjutan tren neraca dagang yang tercatat surplus masih akan berlanjut setidaknya sampai dengan akhir tahun 2021.
“Sampai dengan Agustus saja surplus neraca dagang sudah mencapai sebesar 20 miliar dolar AS, lebih tinggi dibandingkan pencapaian tahun lalu,” imbuhnya. (Kontan)
Artikel ini telah tayang di Kontan.co.id dengan judul "Ekonom: Kenaikan harga batubara bisa berdampak baik bagi kinerja ekspor Indonesia"