Evaluasi HPI dan Produktivitas Kapal Penangkapan Ikan Wujud Keterbukaan Menteri Trenggono
evaluasi harga patokan ikan dan produktivitas kapal penangkapan ikan merupakan wujud keterbukaan Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono
Penulis: Lita Febriani
Editor: Muhammad Zulfikar
Laporan Wartawan Tribunnews, Lita Febriani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melalui Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap mengajak para pelaku perikanan tangkap, nelayan tradisional, asosiasi perikanan, serta akademisi melakukan pembahasan mengenai Revisi Tarif Harga Patokan Ikan (HPI) dan produktivitas kapal penangkapan ikan, Kamis (14/10/2021), di Kantor Kementerian Kelautan dan Perikanan, Jakarta.
Asisten Khusus Menteri Kelautan dan Perikanan Bidang Media dan Komunikasi Publik Doni Ismanto, menyampaikan evaluasi harga patokan ikan dan produktivitas kapal penangkapan ikan merupakan wujud keterbukaan Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono atas aspirasi yang disampaikan masyarakat perikanan selama ini.
"Ini bukti bahwa pak Menteri mendengar aspirasi masyarakat. Tapi harus diingat bahwa semangat hadirnya aturan yang dibuat adalah untuk menjaga sumber daya alam perikanan kita berkelanjutan. Aturan ini juga wujud keadilan bagi semua pihak, antara negara dan masyarakat yang selama ini memanfaatkan sumber daya alam perikanan yang ada," ungkap Doni dalam konferensi pers KKP, Kamis (14/10/2021).
Doni meminta pelaku usaha perikanan bersikap fair bila nantinya sudah ada perubahan harga patokan ikan sebagai acuan penarikan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), subsektor perikanan tangkap.
Baca juga: Serap Aspirasi Nelayan, KKP Tinjau Ulang Penetapan HPI dan Produktivitas Kapal Penangkap Ikan
HPI baru merupakan win-win solution karena penetapannya pun melibatkan banyak pihak.
Untuk itu, Doni berharap masyarakat perikanan memanfaatkan secara optimal konsultasi publik yang digelar KKP, sebagai sarana untuk menyampaikan pendapat maupun saran yang dilengkapi dengan data valid.
"HPI sebelumnya ditetapkan 10 tahun lalu. Sudah tidak relevan dengan kondisi sekarang, karena ada yang under value bahkan ada beberapa yang tidak fair, tidak hanya bagi pelaku usaha tapi juga negara. Nah angka ini yang dicari titik temunya. Maka dari itu, saluran komunikasi ini harus dimanfaatkan dengan optimal," terangnya.