Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

Diminta Evaluasi HET Beras, Mendag: Kalau Naik Terus, Rakyat yang Dikorbankan

Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi mengatakan, peroalan HET beras memang susah-susah gampang, karena ketentuannya mengikuti harga internasional

Penulis: Seno Tri Sulistiyono
Editor: Muhammad Zulfikar
zoom-in Diminta Evaluasi HET Beras, Mendag: Kalau Naik Terus, Rakyat yang Dikorbankan
Tribunnews/Vincentius Jyestha
Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi. Diminta Evaluasi HET Beras, Mendag: Kalau Naik Terus, Rakyat yang Dikorbankan 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Seno Tri Sulistiyono

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kementerian Perdagangan (Kemendag) diminta mengevaluasi Harga Eceran Tertinggi (HET) beras, agar tercipta keadilan bagi semua pihak.

Hal tersebut disampaikan Anggota Ombudsman Yeka Hendra Fatika saat acara Perbaikan Tata Kelola Cadangan Beras Pemerintah, Senin (18/10/2021).

"Berdasarkan rujukan investigasi yang kami lakukan, masalah fundamental HET adalah masalah keadilan, keadilan itu bagaimana? Kalau kami lihat HET ini sebetulnya ini bisa dikatakan sebagai kebijakan yang di bawah optimal," kata Yeka.

Menurutnya, HET beras pada saat ini terlihat jelas sebagai kebijakan pro konsumen, dan hal ini menjadi tidak masalah jika negara tersebut memiliki jumlah warga miskin yang banyak. 

Tetapi, kata Yeka, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) jumlah penduduk miskin di Indonesia sebanyak 10,14 persen dan sisanya tidak miskin.

Baca juga: Tak Ingin Mubazir, Buwas Minta Cadangan Beras Pemerintah Tak Perlu 1,5 Juta Ton

"Jadi kami melihat kebijakan HET ini perlu dievaluasi. Kami harapkan 14 hari kerja, kita bisa berkoordinasi dan 30 hari kemudian semua tindak korektif dari Ombudsman sudah diselesaikan," paparnya. 

Berita Rekomendasi

Menyikapi hal itu, Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi mengatakan, peroalan HET beras memang susah-susah gampang, karena ketentuannya mengikuti harga internasional.

"Karena biasanya harga HET kita sebenarnya jauh dibandingkan harga internasional yang jauh lebih rendah. Jadi kalau ini harganya naik terus, ini yang dikorbankan rakyatnya," papar Lutfi. 

Menurutnya, jika harga HET dinaikkan terus, tetapi di luar negeri mengalami penurunan maka hal ini mengorbankan 270 juta warga negara Indonesia.

Ilustrasi beras
Ilustrasi beras (Shutterstock)

"Saya akan perhatikan, mudah-mudahan dalam 14 hari sesuai undang-undang, kami akan melaksanakan koreksi-koreksi dan kami akan melaporkan kembali," tutur Lutfi.

Buwas Minta Cadangan Beras Pemerintah Tak Perlu 1,5 Juta Ton

Direktur Utama Perum Bulog Budi Waseso (Buwas) berharap adanya pengurangan jumlah stok cadangan beras pemerintah (CBP), dengan melihat kebutuhan secara pasti.

Diketahui, pemerintah menetapkan acuan pengamanan stok CBP di Bulog sebesar 1 juta ton sampai 1,5 juta ton.

"Penggunaan CBP makin tidak jelas, bansos rastra sudah tidak ada. BPNT (Bantuan Pangan Non-Tunai) sudah di Kementerian Sosial, jadi ini yang menjadi permasalahan," kata Buwas saat acara Perbaikan Tata Kelola Cadangan Beras Pemerintah, Senin (18/10/2021).

Menurut Buwas, CBP yang ada di Bulog pada saat ini hanya untuk kegiatan Ketersediaan Pasokan dan Stabilitas Harga (KPSH), golongan anggaran, dan bencana alam.

Baca juga: Bulog Mencatatkan Telah Serap 1 Juta Ton Beras dari Petani Lokal

"Untuk kebutuhan ini, kami evaluasi tiga tahun ke belakang, rata-rata kebutuhannya hanya memerlukan 800 ribu ton sampai 850 ribu ton," ucapnya.

"Jadi kalau menyiapkan 1 juta ton sampai 1,5 juta ton, berarti setiap tahunnya ada sisa. Sisanya itu mau diapakan? Kami simpan, beras perlu perawatan khusus, dan kualitas pasti turun," sambungnya.

Oleh sebab itu, Buwas meminta ada perencanaan yang pasti dari pemerintah terkait penggunaan CBP agar tidak menjadi mubazir, dan terhindar dari kerugian.

"Kami ingin realnya dibutuhkan negara untuk CBP itu apa? Supaya masalah sirkulasi daripada beras ini tetap terjaga, karena penggunaan CBP harus ditentukan negara melalui Rakortas, tidak bisa Bulog jual atau gunakan," tuturnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas