Menjauhi Harga IPO, Analis: Saham BUKA Masih Akan Tertekan Hingga Pengumuman Kinerja Kuartal III
Harga saham PT Bukalapak.com Tbk (BUKA) semakin menjauhi harga yang ditawarkan perseroan ketika penawaran umum perdana saham
Penulis: Seno Tri Sulistiyono
Editor: Sanusi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Seno Tri Sulistiyono
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Harga saham PT Bukalapak.com Tbk (BUKA) semakin menjauhi harga yang ditawarkan perseroan ketika penawaran umum perdana saham (Initial Public Offering/IPO) Rp 850 per saham.
Mengutip data RTI, saham BUKA pada perdagangan Selasa (19/10/2021) ditutup mesorot 2,13 persen atau 15 poin ke level Rp 690 per saham, dari hari sebelumnya di posisi Rp 705 per saham.
Baca juga: Bukalapak Masih Bukukan Rugi Operasional, Tapi EBITDA Makin Membaik
Pada perdagangan hari ini, saham BUKA bergerak pads kisaran Rp 680 hingga Rp 715, di mana total transaksi sebesar Rp 269 miliar dengan volume 388,7 juta saham.
Analis CSA Research Inistitute Reza Priyambada mengatakan, kemerosotan saham BUKA disebabkan adanya tekanan jual saham oleh investor yang masih menunggu kinerja emiten tersebut.
Apalagi, kata Reza, Bukalapak saat melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada Agustus 2021 membukukan kerugian, dan pada semester I tahun ini masih rugi Rp 763 miliar.
Baca juga: Bukalapak Catat Peningkatan TVP di Kuartal II 2021
"Investor masih wait and see dulu saat ini, sehingga adanya tekanan jual saham BUKA," tutur Reza saat dihubungi.
Reza memperkirakan, pergerakan saham BUKA masih akan tertekan sampai perseroan merilis kinerja kuartal III 2021, dan menyampaikan rincian penggunaan dana hasil IPO.
Hal tersebut, kata Reza, sangat penting untuk menambah kepercayaan investor terhadap bisnis Bukalapak ke depan dalam mengejar keuntungan.
"Investor itu mau tahu, dananya untuk apa kemarin saat IPO. Sehingga pihak manajemen perlu juga menyampaikan secara berkala, misalnya digunakan apa saja dalam sebulan ini," paparnya.
Di sisi lain, Reza melihat kinerja saham BUKA yang terus tertekan, membuat perusahaan-perusahaan rintisan atau startup menjadi pikir ulang untuk melepas saham ke publik melalui IPO.
"Berdampak ke perusahaan startup yang mau IPO, mereka pasti melihat Bukalapak dan mengamatinya dengan waktu lama, GoTo (Gojek-Tokopedia) saja akan menunda IPO," ujar Reza.
Kata Manajemen
Rachmat Kaimuddin, CEO Bukalapak mengatakan, Manajemen Bukalapak terus memperhatikan fluktuasi pergerakan harga saham BUKA.
Baca juga: IHSG Sesi I Ditutup Melemah, Saham Bank Mandiri, BRI dan Astra Jadi Primadona Asing
Rachmat menambahkan, pihaknya berupaya untuk menciptakan nilai tambah bagi pemegang saham dengan terus meningkatkan kinerja.
“Karena dari sisi market, ada banyak sekali faktor-faktor yang bergerak dan kami fokus pada yang bisa kami kendalikan,” terangnya dalam paparan publik secara virtual, Selasa (19/10).
Direktur BUKA, Teddy Nuryanto Oetomo juga menuturkan pergerakan saham BUKA di luar kontrol Manajemen dan lebih ditentukan oleh mekanisme pasar. Yang jelas, kini dari BUKA terus mengedepankan performa dari perusahaan.
Baca juga: Platform B2B Ecommerce Misumi-VONA Akomodir Kebutuhan Industri Manufaktur
Terlebih, dengan terlaksananya gelaran IPO pada Agustus lalu diyakini dapat menjadi amunisi tambahan guna mengungkit kinerja ke depannya.
Pada semester pertama tahun ini, kinerja BUKA terpantau mengalami perbaikan. Dimana, Total Processing Value (TPV) perusahaan selama kuartal II-2021 tumbuh 56 persen menjadi Rp 29,4 triliun.
TPV Bukalapak melesat 54 persen di semester I-2021 dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya. Alhasil, TPV Bukalapak sepanjang enam bulan pertama 2021 mencapai 56,7 triliun.
Pertumbuhan TPV Bukalapak didukung oleh kenaikan jumlah transaksi sebesar 15 persen dan kenaikan sebesar 34 persen pada Average Transaction Value (ATV) sepanjang semester I-2020 sampai dengan semester I-2021.
Baca juga: Bos Bukalapak: UMKM Sulit Berkembang karena Tidak Miliki Akses Permodalan
Sebanyak 75 persen TPV Bukalapak selama semester I-2021 berasal dari luar daerah Tier 1 di Indonesia, atau di daerah di mana penetrasi all-commerce dan tren digitalisasi warung-warung kecil ritel terus menunjukan pertumbuhan.
Rachmat bilang, mitra Bukalapak merupakan penggerak utama pertumbuhan perusahaan, di mana TPV Mitra pada kuartal II-2021 dan semester I-2021 masing-masing melesat 237 persen menjadi Rp 14,2 triliun dan 227 persen menjadi Rp 23,9 triliun dibanding periode yang sama tahun sebelumnya.
Kontribusi mitra terhadap TPV Bukalapak meningkat dari 22 persen pada kuartal II-2020 menjadi 48 persen pada kuartal II-2021. ATV mitra pada kuartal I-2021 meningkat sebesar 98 persen dibandingkan kuartal yang sama tahun 2020. Hal ini ditopang oleh kenaikan pada jumlah produk dan jasa yang ditawarkan oleh Bukalapak kepada para Mitra
Dari sisi pendapatan, BUKA meraih mendapatkan sebesar Rp 864 miliar atau naik 35% dari periode yang sama tahun sebelumnya. dapun kontribusi mitra Bukalapak terhadap pendapatan perusahaan meningkat dari 12 persen pada kuartal II-2020 menjadi 33% pada kuartal II-2021.
Pada semester I-2021, Bukalapak berhasil mengurangi kerugian bersihnya sebesar 25,7 persen menjadi Rp 763 miliar dari Rp 1,03 triliun pada semester I-2020.