Pemerintah Gali Potensi Sistem Keberlanjutan di Transportasi
Meskipun merupakan kebutuhan turunan, Marwanto menulai transportasi merupakan kebutuhan seluruh lapisan masyarakat.
Penulis: Yanuar R Yovanda
Editor: Hendra Gunawan
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Yanuar Riezqi Yovanda
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Pemerintah melalui Kementerian Perhubungan menyatakan, ingin menggali potensi penerapan Environmental and Sustainability Management System (ESMS) atau Sistem Manajemen Lingkungan dan Keberlanjutan di transportasi Indonesia.
Sebagai perbandingan di Amerika Serikat, FTA dan Virginia Tech Center bekerja sama untuk melakukan penilaian dan evaluasi ESMS diterapkan pada otoritas transportasi umum.
"Menariknya, ESMS telah menjadi perhatian dan budaya kerja bagi otoritas angkutan umum. Ini memiliki berbagai dampak positif, termasuk efisiensi 5 persen untuk konsumsi listrik dan bahan bakar," ujar Kepala Pusat Pengelolaan Transportasi Berkelanjutan Kemenhub Marwanto Heru Santoso dalam acara "Environmental and Sustainability Management System", kemarin malam.
Meskipun merupakan kebutuhan turunan, Marwanto menulai transportasi merupakan kebutuhan seluruh lapisan masyarakat.
Baca juga: Aturan Naik Moda Transportasi, Tidak Boleh Bicara dan Makan Minum
Sayangnya, dalam pelaksanaannya seringkali kita menjumpai dampak tidak ramah yakni kemacetan, kebisingan, bahkan kerusakan lingkungan dalam skala besar telah memicu pemanasan global.
Lalu, kegiatan transportasi khususnya kendaraan bermotor yang mengeluarkan karbondioksida (CO2), di mana merupakan sumber utama emisi.
"Gas-gas ini memiliki kontribusi terbesar terhadap pemanasan global dan perubahan iklim yang mulai kita rasakan dampaknya dalam beberapa tahun terakhir," kata Marwanto.
Menurut dia, bencana global ini tentu bukan disebabkan satu pihak, banyak negara harus dimintai pertanggungjawaban.
Baca juga: Sudah Ada Tol dan Jalur KA, Sekjen MTI Klaim Proyek Kereta Cepat Krusial untuk Sektor Transportasi
"Indonesia juga merupakan penyumbang pemanasan global juga harus bertanggung jawab untuk mengatasinya.
Berdasarkan inventarisasi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia, emisi gas rumah kaca Indonesia menunjukkan fluktuasi dan cenderung meningkat setiap tahunnya dari tahun 2000 hingga 2019," pungkas Marwanto.
Adapun pada tahun 2019, inventarisasi emisi GRK Indonesia adalah sebesar 1.866.552 Gg CO2e dengan emisi GRK dari sektor energi (transportasi merupakan sub kategori energi) yaitu sebesar 638.808 Gg CO2e.
Selanjutnya, menurut Global Change Data Lab tercatat bahwa emisi Indonesia mewakili 1,69 persen dari total emisi global.