Tak Melulu untuk Penuhi Perilaku Konsumtif, Nasabah Juga Gunakan Dana Pinjol Buat Kegiatan Produktif
Ketua Klaster Fintech Multiguna AFPI Rina Apriana mengatakan, pengguna juga menggunakan pinjaman untuk mengembangkan bisnis
Editor: Muhammad Zulfikar
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Yanuar Riezqi Yovanda
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) menyatakan, pengguna aplikasi pinjaman online (pinjol) tidak hanya meminjam dana untuk belanja atau berfoya-foya.
Ketua Klaster Fintech Multiguna AFPI Rina Apriana mengatakan, pengguna juga menggunakan pinjaman untuk kegiatan produktif, diantaranya mengembangkan bisnis.
"Porsi untuk penggunaan produktif sudah kisaran 50 sekian persen. Sementara, kalau porsi di multiguna 46 sekian persen, ada yang untuk produktif juga," ujarnya saat webinar, Jumat (22/10/2021).
Karena itu, Rina menilai keberadaan perusahaan pinjol atau financial technology (fintech) lending turut mendorong kemajuan bisnis Usaha Kecil Menengah (UKM) di Indonesia.
Hal senada disampaikan Ketua Umum AFPI Adrian Gunadi, di mana perusahaan fintech lending tetap bertumbuh di masa pandemi ini untuk mendorong usaha kecil.
"Kita ketahui fintech lending di Indonesia terus tumbuh, apalagi di tengah pandemi untuk segmen produktif dan konsumtif. Di masa pandemi, UKM butuh modal kerja, sehingga kita jadi alternatif (pendanaan)" tuturnya.
Baca juga: Sekjen AFPI: Asosiasi Harus Berkorban Demi Hadapi Pinjol Ilegal
Di sisi lain, dia menambahkan, sejak pembentukan AFPI hingga sudah 3 tahun berdiri terus berupaya mengawal bisnis proses di industri ini.
"Kita bentuk AFPI berisikan fintech lending resmi dan terdaftar di OJK. Upaya ini kita bangun 3 tahun terakhir terkait kode etik, pembatasan bunga, tata cara penagihan, ketentuan akses data, dan pembentukan komite etik kita bangun 3 tahun lalu," pungkas Adrian.
Sekjen AFPI: Asosiasi Harus Berkorban Demi Hadapi Pinjol Ilegal
Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) menyatakan, ada konsekuensi akibat dari penurunan bunga pinjaman hingga 50 persen selama 1 bulan demi hadapi pinjaman online (pinjol) ilegal.
Sekretaris Jenderal AFPI Sunu Widyatmoko mengatakan, perusahan pinjol atau financial technology (fintech) lending resmi harus berkorban dengan melakukan seleksi lebih ketat, sehingga berpotensi menekan performa keuangan.
"Konsekuensi penurunan biaya pinjaman adalah para anggota kita harus seleksi lebih ketat kepada siapa berikan pinjaman. Kenapa hanya 1 bulan? Keputusan ini tidak mudah, sangat berat bagi anggota kita, tapi kita percaya bahwa pinjol ilegal dapat dihapus, ini bentuk kontribusi kami dengan berkorban," ujarnya saat webinar, Jumat (22/10/2021).
Baca juga: Lembaga Keuangan Syariah Dinilai Bisa Berantas Pinjol Ilegal
Dia menjelaskan, keputusan pemangkasan tersebut baru diambil hari ini dan akan memerlukan waktu untuk berlaku secara efektif.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.