Mendag Lutfi Tak Cemas Terkait Besarnya Defisit Neraca Perdagangan RI-Pasifik
Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi tidak cemas besarnya defisit neraca perdagangan RI untuk wilayah pasifik
Penulis: Reynas Abdila
Editor: Muhammad Zulfikar
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Reynas Abdila
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi tidak cemas besarnya defisit neraca perdagangan RI untuk wilayah pasifik.
Ia menjelaskan impor Indonesia yang mayoritas datang dari Australia adalah bahan baku.
"Tahun ini saja kita suda defisit 4,1 miliar dolar AS tetapi apa yang kita impor. Ternyata yang kita impor ini coal, jadi ini coal untuk membakar dari pada tungku industri besi kita," tutur Lutfi dalam Pacific Exposition 2021, Senin (25/10/2021).
Kemudian iron ores atau biji besi, bahan pembuatan gula, petroleum hingga hewan hidup sapi.
"Yang kita impor dari Australia ini bahan baku dan bahan penolong. Semuanya sangat penting untuk struktur industri kita," ucap Lutfi lagi.
Adapun komoditas susu dan cream yang memiliki kualitas bagus dari Australia.
Demikian pula biji gandum untuk memenuhi proses produksi industri dalam negeri.
Baca juga: Mendag: Nilai Ekspor RI ke Pasifik Tahun Ini Capai 2,5 Miliar Dolar AS
"Saya garis bawahi lagi jadi coal dan iron ore itu sangat penting. Ini bukan seperti yang kita punya untuk power plant tetapi untuk membakar tungku api kita," imbuhnya.
Kepala Badan Pengkajian dan Pengembangan Perdagangan (BPPP) Kementerian Perdagangan Kasan sebelumnya menyampaikan impor RI dari kawasan pasifik mencapai 6,4 miliar dolar AS atau naik 79 persen.
Kenaikan impor membuat pelebaran defisit mencapai 3,7 miliar dolar AS.
"Saya tidak terlalu risau kenaikan impor yang cukup besar ini karena sebagian besar adalah bahan baku seperti gandum, gula, kebutuhan industri batubara, dan hewan hidup," tutur Kasan.
Nilai Ekspor RI ke Pasifik Tahun Ini Capai 2,5 Miliar Dolar AS
Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi mengatakan destinasi ekspor Indonesia ke kawasan Pasifik hanya terwakili Australia.
Menurutnya, Australia masih menjadi tujuan ekspor primadona ketimbang negara-negara lain.
"Nilai ekspor pasifik Januari - September 2021 sudah mencapai 2,5 miliar dolar AS. Sedangkan impor 6,61 miliar dolar AS dengan defisit 4,41 miliar dolar AS," kata Mendag dalam webinar Pacific Exposition 2021, Senin (25/10/2021).
Angka ini, terang Mendag, jauh lebih besar dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Mendag Lutfi menambahkan secara keseluruhan sebelum pandemi perdagangan RI dengan pasifik mengalami tren penurunan.
Baca juga: Kemendag Tegaskan Dukung Akses Pasar ke Pasifik bagi Produk Ekraf
"Tahun 2016 kita luhat totalnya 9,7 miliar dolar AS, tahun 2019 sebesar 9,6 dolar AS, dan tahun lalu 8,8 miliar dolar AS," lanjutnya.
Duta Besar RI untuk Selandia Baru Tantowi Yahya menuturkan bila dilihat dari kacamata bisnis atau perdagangan kawasan pasifik sangatlah menjanjikan.
Wilayah Pasifik merupakan pasar yang potensial apabila Indonesia lebih militan untuk menggarapnya.
Setidaknya terdapat tiga poin yang menjadi alasan utama.
Pertama, Pasifik memiliki jumlah penduduk yang besar.
Sejalan dengan jumlah populasi penduduk yang tinggi, otomatis demand (permintaan) akan kebutuhan barang di berbagai sektor bakal mengalami peningkatan.
Baca juga: Bilateral Indonesia-Kawasan Pasifik Bagus, Kemendag: Ekspor Naik 3,9 Persen Setara 2,7 Miliar USD
"Pasifik sesungguhnya adalah pasar besar, dalam konteks penyerapan produk-produk Indonesia. Pasifik ini jika digabungkan oleh Australia maka ada sekitar 50 juta orang yang ada di situ. Dan ini bukan pasar yang kecil," jelas Tantowi.
Kedua, lanjut Tantowi, Pasifik mempunyai kedekatan jarak dengan Indonesia. Apalagi dengan Indonesia wilayah timur.
Sehingga kedekatan geografis ini menjadikan biaya operasionalnya juga rendah, dan itu akan berujung pada bersaingnya harga-harga produk Indonesia di pasar.
Dan yang ketiga adalah, pasar-pasar Pasifik merupakan pasar yang Non-Tariff Barriers-nya rendah jika dibandingkan negara-negara lainnya.
Baca juga: Mendag: Nilai Ekspor RI ke Pasifik Tahun Ini Capai 2,5 Miliar Dolar AS
Sebagai informasi, Non-Tariff Barriers atau hambatan non-tarif adalah tindakan oleh suatu negara yang secara terselubung ditujukan untuk menghalangi masuknya barang impor melalui berbagai kebijakan yang bukan tarif bea masuk.
Tantowi kembali mengatakan, hal-hal tersebut seharusnya dijadikan peluang bagi para pengusaha Indonesia.
"Jadi ini adalah peluang sekaligus kelebihan pasar Pasifik yang harus kita manfaatkan bersama," pungkasnya.