Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

Simulasi Kereta Cepat Ala Faisal Basri: Tarif Rp 250 Ribu, Butuh 139 Tahun Baru Kembali Modal

Proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung (KCJB) terus menuai kritik dari ekonom senior INDEF, Faisal Basri.

Editor: Hendra Gunawan
zoom-in Simulasi Kereta Cepat Ala Faisal Basri: Tarif Rp 250 Ribu, Butuh 139 Tahun Baru Kembali Modal
Tribun Jabar/Gani Kurniawan
Petugas meninjau kedatangan sejumlah rel sepanjang 50 meter di proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) di Depo Kereta Cepat Tegalluar, Kota Bandung, Jawa Barat, Rabu (7/4/2021). Batang rel ini memiliki standar UIC 60 atau R60 yang artinya memiliki berat 60 kg per satu meter, yang akan menjadikan lintasan kereta cepat minim sambungan sehingga mendukung peningkatan keamanan dari perjalanan KCJB. Total ada sebanyak 12.539 batang rel kereta yang akan diangkut, didatangkan langsung dari Cina menuju Pelabuhan Tanjung Intan Selatan Cilacap, diangkut menggunakan kereta angkutan ke Stasiun Rancaekek. Setelah itu rel dibongkar di Depo Tegalluar, Rancaekek. Tribun Jabar/Gani Kurniawan 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) terus menuai kritik dari ekonom senior INDEF, Faisal Basri.

Kali ini Faisal mengatakan proyek ini baru bisa balik modal pada 139 tahun mendatang.

Ia mengaku telah melakukan simulasi sederhana terkait keuntungan proyek kereta cepat Jakarta-Bandung.

Sebelumnya, proyek kereta cepat Jakarta-Bandung (KCJB) ini dikerjakan oleh PT Kereta Cepat Indonesia-China (KCIC) dan mengalami peningkatan nilai investasi (cost overrun) dari semula Rp 86,5 triliun menjadi Rp 114,2 triliun.

Akibat pembengkakan biaya investasi ini, pemerintah Indonesia akhirnya turun tangan dengan menggelontorkan dana dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2022.

Baca juga: KCJB Dinilai Membuat Indonesia Memiliki Daya Saing di Mata Dunia

Dalam hal ini, lewat Penyertaan Modal Negara (PMN), pemerintah menyuntik PT Kereta Api Indonesia sebesar Rp 4 triliun pada tahun depan.

Dengan kondisi tersebut, Faisal pun melakukan simulasi sederhana terkait kapan proyek ini bisa balik modal.

Berita Rekomendasi

Berdasarkan simulasi yang dilakukan olehnya, dalam skenario paling buruk, proyek ini baru bisa balik modal pada 139 tahun mendatang.

Ekonom senior Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Faisal Basri dalam acara diskusi di Jakarta, Rabu (14/8/2019).
Ekonom senior Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Faisal Basri. (Ria Anatasia)

“Kami ada simulasi sederhana, kalau nilai investasi Rp 114 triliun, dengan kursi yang diisi 50% dengan jumlah trip sekitar 30 kali sehari dan harga tiket Rp 250 ribu, maka kereta cepat baru balik modal 139 tahun lagi. Ini aja belum memperhitungkan biaya operasi,” ujar Faisal, Selasa (2/11/2021).

Baca juga: Pembengkakan Biaya Proyek Kereta Cepat Tak Terjadi di KCJB Saja? Berikut yang Terjadi di Luar Negeri

Kemudian, dengan nilai investasi sama, jumlah kursi yang terisi lebih tinggi atau sebesar 60% dan jumlah trip lebih banyak yaitu sebanyak 35 trip sehari dan dengan harga tiket Rp 300 ribu, maka proyek ini akan balik modal lebih cepat menjadi 83 tahun.

Skema lain, bila kereta cepat diisi oleh penumpang sebanyak 80% dari kuota dengan jumlah trip 30 kali sehari dan harga tiket Rp 350 ribu. Pada kondisi ini, lama balik modal sebesar 62 tahun.

Nah di skenario optimistis, disebutkan bahwa jumlah penumpang penuh atau 100%, dengan 39 trip sehari, dan harga tiket dibanderol Rp 400 ribu, maka balik modal hanya 33 tahun lagi.

Simulasi optimistis lainnya, bila kereta mampu menampung 100% penumpang sepanjang tahun dan jumlah rangkaian melayani perjalanan hingga 36 trip dalam sehari dan harga tiket dipatok Rp 300 ribu, maka butuh waktu 45,6 tahun untuk proyek ini balik modal.

Kritik Wakil Ketua DPR

Wakil Ketua DPR RI, Rachmat Gobel, melontarkan kritiknya atas proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung yang terancam mangkrak apabila tidak disuntik duit APBN.

Menurut mantan Menteri Perdagangan itu, dana APBN kurang elok apabila dipakai untuk membiayai proyek kereta cepat.

Terlebih, sesuai janji awal pemerintah, proyek berbiaya tinggi tersebut tak akan menggunakan duit rakyat sepeser pun.

Baca juga: KCIC Klaim Kereta Cepat Tak Bising dan Berdesain Muatan Lokal

Ia bilang, sebaiknya APBN difokuskan untuk pemulihan ekonomi di masa pandemi, pembangunan infrastruktur dasar, dan untuk pembangunan Ibukota Negara (IKN) yang baru, dibandingkan membiayai proyek kereta api cepat Jakarta-Bandung.
“Soal kereta cepat biar kita serahkan ke investornya. Ini sesuai dengan ide awal yang berprinsip business to business,” kata Rachmat Gobel dikutip dari Kompas.com.

China memenangkan persaingan dengan Jepang dalam pembangunan kereta cepat sepanjang 142,3 km tersebut.

Saat itu, kata dia, Jepang mengajukan proposal dengan nilai 6,2 miliar dolar AS, sedangkan China mengajukan 5,5 miliar dollar AS.

China juga menang karena tak meminta jaminan pemerintah, tak ada keterlibatan APBN, dan skema business to business.

Baca juga: Wagub Jabar Salahkan Proyek KCIC Terkait Banjir di Wilayah Bekasi: Tidak Ada Amdalnya

Namun kemudian biayanya membengkak menjadi 6,07 miliar dollar AS, dan kini bengkak lagi menjadi 7,97 miliar dollar AS.

“Kita tidak tahu apakah akan ada kenaikan lagi atau tidak. Yang pasti hingga kini sudah bengkak dua kali. Kondisi ini sudah berkebalikan dengan tiga janji semula serta sudah lebih mahal dari proposal Jepang," ungkap Gobel.

Menurut Gobel, sebagaimana proyek-proyek infrastruktur yang dikerjakan Jepang di Indonesia, kualitasnya sudah tak diragukan lagi.

"Padahal dari segi kualitas pasti Jepang jauh lebih baik,” kata Rachmat Gobel.

Menurut dia, agar Indonesia konsisten dengan skema business to business, maka pembengkakan biaya itu diserahkan ke perusahaan konsorsium Kereta Cepat Indonesia China (KCIC).

Konsorsium ini melibatkan sembilan perusahaan. Dari Indonesia ada empat BUMN yaitu Wijaya Karya, Jasamarga, Perkebunan Nusantara VIII, dan KAI.

Sedangkan dari China adalah China Railway International Company Limited, China Railway Group Limited, Sinohydro Corporation Limited, CRRC Corporation Limited, dan China Railway Signal and Communication Corp.

Dari Indonesia membentuk badan usaha PT Pilar Sinergi BUMN dan dari China membentuk China Railway. Lalu keduanya membentuk KCIC.

Update Pembangunan

Direktur Utama PT KCIC Dwiyana Slamet Riyadi mengatakan progres pembangunan KCJB kini sudah mencapai lebih dari 79 persen.

Sementara rangkaian kereta atau electric multiple unit (EMU) sudah memasuki tahap produksi di pabrik China Railway Rolling Stock Corporation (CRRC), Sifang, Qingdao.

"Rangkaian EMU ini dibuat dengan sistem manajemen mutu terstandardisasi internasional ISO 900," katanya dikutip Kompas.coma, Senin (01/11/2021).

Proyek pembangunan kereta cepat Jakarta-Bandung mendapatkan persetujuan dari pemerintah terkait PMN dan komitmen pendanaan dari China Development Bank (CBD).

"Masuknya investasi pemerintah melalui PMN kepada PT Kereta Api Indonesia (Persero) selaku pemimpin konsorsium (leading consortium) Kereta Cepat Jakarta-Bandung bisa mempercepat penyelesaian pengerjaan proyek setelah sempat tersendat akibat pandemi Covid-19," ujarnya.

Menurut Dwiyana, struktur pembiayaan KCJB yaitu 75 persen dari nilai proyek dibiayai oleh CDB dan 25 persen dibiayai dari ekuitas konsorsium.

Dari 25 persen ekuitas tersebut, sebesar 60 persen berasal dari konsorsium Indonesia karena menjadi pemegang saham mayoritas.

Sehingga, pendanaan dari konsorsium Indonesia ini sekitar 15 persen dari proyek, sedangkan sisanya sebesar 85 persen dibiayai dari ekuitas dan pinjaman pihak China, tanpa adanya jaminan dari Pemerintah Indonesia.

PMN yang akan dialokasikan pemerintah sebesar Rp 3,4 triliun, digunakan untuk pembayaran base equity capital atau kewajiban modal dasar dari konsorsium.

Sedangkan pinjaman CBD diperkirakan mencapai 4,55 miliar dolar AS atau setara Rp 64,9 triliun. KCJB masuk ke dalam Proyek Strategis Nasional (PSN) yang dibangun melalui kerja sama Indonesia dan China yang pengerjaannya menggunakan teknologi tinggi sehingga bisa menjadi suatu lompatan yang baik bagi Indonesia.

Terlebih, kedua negara juga telah melakukan transfer knowledge sehingga para pekerja di Indonesia memiliki kesempatan untuk meningkatkan kompetensinya. (Kontan/Bidara Pink/Kompas.com/Muhdany Yusuf Laksono/Muhammad Idris)

Sumber: Kontan
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas