ADB Siap Bantu Pensiunkan 50 Persen Pembangkit Batu Bara di Indonesia
Rencana PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) untuk memensiunkan pembangkit tenaga batu baranya ternyata mendapat perhatian dari Asian
Editor: Hendra Gunawan
Penandatangan MoU juga disaksikan langsung oleh Wakil Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Pahala Mansury, dan Wakil Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Alue Dohong.
Baca juga: KPK Kembali Periksa Eks Petinggi PT Cirebon Power di Kasus Suap Izin PLTU 2
Indonesia menjadi salah satu dari tiga negara mitra ADB untuk studi percontohan program ETM. Adapun dua negara lainnya yakni Vietnam dan Filipina.
Program ini bertujuan untuk membantu pengurangan karbon dengan mepensiunkan PLTU batu bara lebih dini. Adapun pembiayaannya bersumber dari skema belnded-finance atau pembiayaan publik dan swasta.
"ADB telah menyelesaikan studi pra-kelayakan ke dalam ETM dan sekarang sedang mengerjakan studi kelayakan penuh," kata Saeed.
Timbulkan Biaya Kompensasi
Langkah PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) memensiunkan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) secara bertahap berpotensi menimbulkan biaya kompensasi atas kontrak yang masih berlangsung.
Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara mengungkapkan kontrak-kontrak pembangkit listrik secara umum bersifat jangka panjang. Rencana early retirement untuk PLTU tentunya bakal berdampak pada kontrak pembangkit yang ada.
"Makanya kita harus berhati-hati, kalau kita katakan dilakukan early retirement, dihentikan lebih cepat dari masa kontrak yang ada maka harus ada kompensasi," kata Suahasil dalam Webinar Kompas Talks Bersama PLN baru-baru ini.
Kebutuhan dana tak hanya datang dari besaran kompensasi yang harus ditanggung, rencana mengganti PLTU dengan pembangkit EBT pun dinilai bakal menambah kebutuhan investasi.
Suahasil memastikan, kebutuhan pendanaan untuk kompensasi dan penggantian pembangkit PLTU dengan EBT ini menjadi dasar pemerintah mengembangkan program Energy Transition Mechanism (ETM).
"Ada hitung-hitungan bisnis, berapa yang ditanggung APBN, berapa yang dibantu uang internasional," jelas Suahasil.
Selain skema ETM, Suahasil memastikan upaya mendorong EBT ke depannya juga bakal ditopang pendanaan dari pajak karbon dan pajak atas karbon yang bakal diterapkan di 2022 mendatang.
Tenaga Fungsional Peneliti Ahli Madya Badan kebijakan FIskal (BKF) Joko Tri Haryanto mengungkapkan, saat ini pemerintah masih menyiapkan skema ETM dan diharapkan dapat segera dilaunching dalam waktu dekat.
"ETM itu nanti juga mekanismenya adalah blended finance, jadi bagaimana proses penggantian PLTU PLN itu nanti tidak sepenuhnya menggunakan dana APBN tapi kita blended di dalam skema ETM," kata Joko.
Joko melanjutkan, ada sejumlah tahapan yang bakal dilakukan yakni PLTU-PLTU milik PLN dan Independent Power Producer (IPP) yang masuk dalam rencana early retirement akan diikutsertakan dalam skema cap and trade emission.
Regulasi emission trading ini sendiri nantinya akan termuat dalam Peraturan Presiden tentang Nilai Ekonomi Karbon.