Soal Rencana Penghentian Operasional PLTU, Bagaimana Prospek Emiten Batubara?
Penutupan pengoperasian 50 persen Pembangkit Listrik tenaga uap (PLTU) batubara 10 tahun hingga 15 tahun ke depan.
Editor: Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Penutupan pengoperasian 50 persen Pembangkit Listrik tenaga uap (PLTU) batubara 10 tahun hingga 15 tahun ke depan.
Pemerintah Indonesia berencana memanfaatkan fasilitas Energy Transition Mechanism (ETM) dari Asian Development Bank (ADB).
ADB dikabarkan siap membantu Indonesia dan Filipina untuk proyek ini.
Target penghentian ini lebih cepat dibandingkan waktu operasional pembangkit listrik batubara secara normal.
Baca juga: Butuh Dana Rp 429 Triliun untuk Transisi PLTU Batubara ke Energi Terbarukan
ADB siap untuk memberikan dana untuk menghentikan operasional pembangkit listrik batubara dan menggantikan dengan pembangkit yang menggunakan energi bersih.
Analis NH Korindo Sekuritas Indonesia Samuel Glenn Tanuwidjaja menilai, wacana penghentian operasional pembangkit listrik batubara masih bersifat perencanaan jangka panjang, dan seharusnya tidak berdampak terlalu besar terhadap emiten-emiten batubara saat ini.
Secara global, meskipun konferensi G20 sepakat untuk mengurangi konsumsi batubara menjadi nol pada 2045, Glenn menilai Indonesia akan masih menggunakan batubara sebagai bahan bakar industri untuk berbagai macam pembangkit.
Baca juga: Pakai Teknologi Ramah Lingkungan, 3 PLTU PLN Grup Raih Penghargaan ASEAN Coal Awards 2021
Selain itu, secara ekonomis, batubara adalah sumber devisa Indonesia juga, dimana sejumlah negara seperti China, Korea Selatan, Jepang ,dan India tetap mengimpor batubara dari Indonesia .
“Secara jangka pendek 1 tahun -5 tahun, konsumsi batubara masih cukup stabil, mengingat diperlukan belanja modal (capex) yang besar untuk membuat refinery untuk bahan bakar yang lebih economic friendly, seperti Dimethyl Ether (DME),” terang Glenn kepada Kontan.co.id, Minggu (7/11/2021).
Dari segi fueling power, meski bersifat tidak ramah lingkungan (environmental friendly) batubara masih menjadi sumber energi yang kadarnya paling memenuhi keperluan industri- industri berskala besar di Indonesia, seperti pabrik besi hingga industri pembangkit listrik
Baca juga: Tiga BUMN Teken Kerja Sama Kembangkan Industri Biomassa untuk Cofiring PLTU Batubara
“Penggunaan tenaga panas bumi, air, dan udara untuk bahan bakar di industri dan kelistrikan sudah banyak dikembangkan, namun jumlah penggunaannya sekarang masih lebih kecil dibanding batubara,” sambung Glenn.
Glenn menyimpulkan, industri pertambangan mineral seperti batubara tetap akan prospektif selama 8 tahun-10 tahun ke depan.
Sebab, Glenn menilai butuh banyak kucuran dana dan infrastruktur yang memadai untuk menuju coal free 100% dalam 10 tahun ke depan.
Eksekusi di lapangan juga harus mulus untuk mencapai bebas batubara pada 2030.
Dus, emiten pengekspor batubara seperti PT Adaro Energy Tbk (ADRO) dan PT Bukit Asam Tbk (PTBA) akan tetap mendulang pertumbuhan kinerja yang stabil. (Akhmad Suryahadi)