Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

Tinggal di Desa Bergaji Ibu Kota, Ini Cara 3 Pengusaha Lokal Dulang Omzet Ratusan Juta

Desa memiliki potensi yang besar untuk dikembangan. Bahkan, jika jeli membaca peluang yang ada, potensi bisnis tersebut dapat memberikan kesejahteraan

BizzInsight
zoom-in Tinggal di Desa Bergaji Ibu Kota, Ini Cara 3 Pengusaha Lokal Dulang Omzet Ratusan Juta
TRIBUN JATENG/TRIBUN JATENG/HERMAWAN HANDAKA
Ilustrasi masyarakat desa. 

TRIBUNNEWS.COM - Banyak orang berpikir dua kali untuk memulai bisnis atau bekerja di desa. Tak sedikit dari mereka beranggapan penghasilan bekerja di desa kecil dan jauh dari kesejahteraan.

Namun, di tengah suburnya anggapan tersebut, ada beberapa pengusaha lokal di desa yang memiliki pandangan berbeda tentang bekerja di desa. Mereka adalah Ai Garneli asal Majalaya; Nardi asal Wangunharja; dan Sunardi asal Gempol Kolot.

Menurut ketiganya, desa memiliki potensi yang besar untuk dikembangan. Bahkan, jika jeli membaca peluang yang ada, potensi bisnis tersebut dapat memberikan kesejahteraan bagi warganya.




Untuk memanfaatkan segala potensi yang ada di desa, pengusaha lokal juga harus memiliki sikap tahan banting. Menurut Nardi yang juga pengusaha lokal asal Desa Wangunharja, Kabupaten Bandung Barat, sikap tersebut adalah kunci agar sukses di desa.

"Kalau rugi sudah biasa pasti pernah, bahkan saya pernah rugi sampai ratusan juta. Pertama usaha mebel rugi, kedua pernah usaha nugget rugi juga. Dua usaha itu rugi ratusan juta, terakhir saat buka rental mobil, satu unit sampai sekarang tidak kembali," ucap pria yang saat ini mampu menghasilkan omzet hingga Rp 900 juta/bulan.

Senada dengan Nardi, Ai Garneli menambahkan, agar sukses menjadi pengusaha lokal, mereka harus mau beradaptasi agar setiap peluang dapat dimaksimalkan.

Dalam perjalanan bisnis, wanita yang kini memiliki penghasilan Rp 100 juta per bulan ini memulai usaha dari membuka toko pakaian. Namun, seiring berjalannya waktu, bisnisnya tersebut mulai ditinggalkan. Ia lalu beralih jadi AgenBRILink.

BERITA TERKAIT

Hanya bermodal Rp 3 juta saja saat mulai menjadi AgenBRILink, Ai mampu mendapatkan pundi-pundi rupiah yang cukup menggiurkan.

Namun, perjalanan Ai mendapatkan penghasilan ratusan juta tak dapat disebut mudah. Pasalnya, saat pertama kali jadi AgenBRILink, ia sempat mengalami beragam kendala, seperti kurang memahami produk yang dijual berimbas pada sulitnya dapat pelanggan.

"Pertama jadi AgenBRILink semua blank, karena di BRI itu produk baru saat 2015. Kami diarahkan ikut dan saya pelajari, hampir kaya otodidak, ini kan mini ATM, kalau kita sering ke ATM tau menunya," kata Ai ketika ditemui di rumahnya di Majalaya, Kabupaten Bandung beberapa waktu lalu.

Setelah semuanya dipelajari, ia juga menginisiasi sebuah inovasi agar para pelanggan kembali memanfaatkan layanan AgenBRILink.

Ai Garneli pengusaha lokal asal Majalaya.
Ai Garneli pengusaha lokal asal Majalaya. (Tribun Jabar)

"Saya juga kini membuka program, tukar struk lalu pernah juga ada undian sehingga terdapat daya tarik bagi nasabah," ujarnya.

Cicipi lini usaha lainnya

Sementara itu, Nardi menambahkan, agar sukses membangun bisnis di desa, ia harus memiliki beragam lini usaha.

Nardi sendiri memiliki beragam bisnis seperti 3 kios bakso, minimarket, dua kios penggilingan mie, rental mobil, bengkel las, AgenBRILink, dan isi ulang air minum.

Dengan memiliki beragam lini usaha, pengusaha lokal mampu bertahan di berbagai situasi, termasuk di bawah tekanan selama pandemi.

Selain itu, agar sukses di desa, pengusaha lokal harus memiliki kemampuan untuk mengelola modal. Dengan pengelolaan modal yang baik, pengusaha lokal mampu meningkatkan pendapatan dan mengembangkan usaha yang dimiliki.

“Sudah tiga kali meminjam uang (di Bank BRI) dengan pencairan pertama Rp 4 juta, beberapa tahun kemudian Rp 800 juta, dan terakhir RP 1,3 miliar,” katanya.

Nardi pengusaha lokal asal Wangunharja.
Nardi pengusaha lokal asal Wangunharja. (Tribun Jabar)

Dari modal tersebut, Nardi memastikan dana tersebut semuanya dialokasikan ke berbagai “pipa” bisnis yang dimilikinya, termasuk AgenBRILink.

"Setiap transaksi (lewat AgenBRILink) itu saya menetapkan nominal biaya transaksi tergantung nominalnya. Kalau di sini itu per kelipatan Rp 5 juta biayanya Rp 5 ribu, kalau Rp 10 juta biayanya Rp 10 ribu dan kalau Rp 20 juta biayanya Rp 20 ribu," ujar Nardi.

Efek positif dari pengelolaan modal yang baik pun dirasakan olehnya. Dari seluruh modal tersebut, ia mampu meraih omzet Rp 700 juta hingga Rp 900 juta per bulan dari aneka sumber bisnis yang dimilikinya.

Jeli melihat peluang berefek positif bagi masyarakat desa

Selain mampu menyejahterakan diri sendiri, kemampuan jeli melihat peluang juga bisa memberi efek positif luar biasa bagi masyarakat desa.

Kepala Desa Gempol Kolot, Sunardi mengatakan, desanya tersebut tak memiliki keistimewaan khusus. Mulai dari infrastruktur yang belum memadai, pendidikan rendah, hingga angka kemiskinan yang tinggi menyelimuti Desa Gempol Kolot.

Meskipun diselimuti berbagai tantangan, Sunardi tak mau pasrah begitu saja. Ia memutuskan untuk mulai pengembangan usaha Badan Usaha Milik Desa (Bumdes) dengan membudidayakan jamur merang.

"Banyak sekali tantangan, tetap ya kita mengalir saja," katanya.

Meskipun menghadapi banyak tantangan, upaya membudidayakan jamur merang mendapat sambutan baik. Menurutnya, kala itu, pendapatan yang didapatkan dari jamur merang begitu menjanjikan.

Namun, lambat laun, pamor jamur merang pun terus mengalami penurunan. Dari penurunan tersebut, warga desa Bumdes mulai mencoba mengembangkan usaha lainnya, yakni budidaya burung puyuh dan maggot

Kepala Desa Gempol Kolot Sunardi
Kepala Desa Gempol Kolot Sunardi (Tribun Jabar)

"Sekarang usahanya sedang menurun drastis. Saat ini kita sedang mencoba untuk menggali potensi lain untuk Bumdes, salah satu juga kita melakukan perombakan pada struktur Bumdes untuk regenerasi," katanya.

Upayanya bersama warga untuk mengembangkan potensi desa membuahkan hasil. Sunardi menjelaskan, Desa Gempol Kolot sukses meraih berbagai penghargaan seperti Juara Desa Siaga Purnama pada Tahun 2017 dan 2018 lalu Desa Bebas Perilaku Buang Air Besar Sembarangan Tahun 2019.

"Dulu sebelum saya menjabat, Desa Gempol Kolot itu masuk ke dalam IDT (Inpres Desa Tertinggal), Alhamdulillah sekarang sudah masuk ke dalam berkembang dan mudah-mudahan bisa ke mandiri," kata Sunardi.

Berkat usaha seluruh warga desa, Desa Gempol Kolot menjadi salah satu pemenang 30 besar Desa Brilian BRI tahun 2020 lalu.

Melalui penghargaan Desa Brilian, Sunardi berharap potensi yang ada di desa mampu dimanfaatkan lebih maksimal dan terus menghadirkan kesejahteraan bagi masyarakat.

"Saya syukuri dengan masuk Desa Brilian BRI. Namun ini masih jauh, semoga kedepannya pengembangan desa jauh lebih baik untuk kesejahteraan masyarakat," pungkas Sunardi.

Penulis: Dea Duta Aulia | Editor: Bardjan

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas