Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

Produktif di Usia Muda, Petani Milenial Binaan Pupuk Kaltim Ini Jadi Pahlawan Masa Kini

Sektor pertanian kini banyak memancing minat sebagian milenial untuk terjun karena dinilai memiliki prospek yang sangat baik.

Penulis: Fitri Wulandari
Editor: Choirul Arifin
zoom-in Produktif di Usia Muda, Petani Milenial Binaan Pupuk Kaltim Ini Jadi Pahlawan Masa Kini
IST
Iqbal, petani milenial binaan Pupuk Kaltim. 

Laporan Wartawan Tribunnews, Fitri Wulandari

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Peringatan Hari Pahlawan memang telah berlalu pada 10 November lalu, namun semangat untuk terus melakukan yang terbaik bagi diri sendiri, lingkungan serta kemajuan bangsa harus selalu digaungkan.

Termasuk bagi generasi penerus bangsa seperti kaum milenial yang memiliki potensi untuk tidak hanya mencukupi kebutuhan diri sendiri saja, namun juga bermanfaat bagi orang lain.

Pemikiran generasi milenial yang 'out of the box' kerap mendorong munculnya ide kreatif yang akhirnya menghasilkan dampak positif pada lingkungan sekitarnya, satu diantaranya terciptanya lapangan pekerjaan.

Ide kreatif mereka ini menjelma di berbagai sektor, mulai dari teknologi digital hingga sektor pertanian.

Sektor pertanian menjadi industri yang sangat menarik dan memiliki prospek yang sangat baik bagi kaum milenial.

Terlebih di masa pandemi virus corona (Covid-19) seperti yang terjadi saat ini, ketika masyarakat sudah mulai concern pada isu kesehatan dan cenderung selektif dalam memilih bahan makanan yang hendak mereka konsumsi agar mendapatkan gizi seimbang.

Baca juga: Tiga Komoditas Ini Yang Membuat Ekspor Pertanian Naik Tinggi

Berita Rekomendasi

Munculnya disrupsi digital membawa banyak milenial yang memadukan kegiatan pertanian dengan inovasi dari hulu ke hilir, demi menciptakan pekerjaan berprospek cerah seperti agripreneur.

Seperti yang dilakukan petani milenial binaan PT Pupuk Kalimantan Timur atau Pupuk Kaltim (PKT) bernama Iqbal Abipraya ini.

Baca juga: Jatim Agresif Ciptakan Wirausahawan Muda Pertanian

Dia melihat profesi sebagai petani ini sebagai hal yang menjanjikan.

Memulai langkahnya untuk fokus bertani tumbuhan hijau, ia meyakini bahwa lahan hijau tidak hanya berfungsi sebagai penyumbang oksigen terbesar di dunia saja, namun bisa ditingkatkan fungsinya untuk memenuhi gizi seimbang dan memberikan kesejahteraan bagi banyak orang.

Bahkan saat ini, banyak lanjut usia (lansia) yang berharap bisa memiliko ketenangan dan hidup sehat di pedesaan seperti petani pada umumnya.

Baca juga: Komoditi Rempah dan Bumbu Lokal Indonesia Digenjot untuk Pasar Ekspor

"Jika ditinjau dari pengalaman, menjadi petani malah pekerjaan yang paling diidamkan pada masa tua seseorang. Jadi kenapa tidak kita mulai saja dari muda," ujar Iqbal, dalam keterangan tertulis yang diterima Tribunnews beberapa waktu lalu.

Sarjana Agroteknologi dari Fakultas Pertanian Universitas Jember ini mengatakan ada begitu banyak peluang yang dapat dimanfaatkan para milenial untuk menjadi Agripreneur seperti dirinya.

Ia mengakui, saat ini masih banyak orang yang 'memandang sebelah mata' profesi ini.

Namun menurutnya, di era disrupsi digital, inovasi memegang peranan penting dalam melakukan akselerasi pada bidang agrikultur.

Sektor pertanian, kata dia, selama ini masuk dalam kategori industri vital yang menjadi penyangga utama ketahanan dan kedaulatan pangan.

Nah, berbekal ilmu yang ia peroleh saat kuliah serta didukung binaan dari Pupuk Kaltim, ia pun memadukaan penguasaan inovasi untuk mendorong profesi ini agar bisa mencapai level yang sejajar dengan profesi bergengsi lainnya.

Baca juga: TaniHub Group Incar Kenaikan 3 Kali Lipat Petani yang On Boarding di Ekosistem Digitalnya

Selain itu ia menegaskan bahwa untuk memajukan sektor ini, diperlukan komitmen demi terwujudnya keberhasilan dalam membuka lapangan pekerjaan yang luas bagi milenial lainnya.

"Dasarnya (ilmu) kita punya, tinggal komitmen untuk menerapkan agar sektor pertanian Indonesia bisa maju. Makanya menjadi petani ini adalah suatu pengabdian, karena selain ketekunan, regenerasi juga dibutuhkan," jelas Iqbal.

Pemuda berusia 27 tahun yang berasal dari Pematang Siantar ini pun mengaku, awalnya dirinya fokus menggarap beberapa jenis komoditas, seperti jagung, ketela pohon, pepaya dan cabai di atas lahan yang tidak begitu luas, yakni hanya sekitar 2 hektare.

Selain padi, jagung merupakan komoditas andalan di Kabupaten Jember, Jawa Timur.

Saat ini di tahun ke-3 diamenggeluti profesi ini, Iqbal telah memperluas lahannya mencapai berkali lipat menjadi sekitar 25 hektare.

Melihat upayanya semakin menunjukkan hasil yang sangat potensial, Iqbal pun mulai melirik potensi lainnya yakni menanam tanaman jenis semangka tanpa biji di atas Tanah Kas Desa (TKD).

Pemilihan komoditas ini didasarkan pada topografi lahan Desa Mayangan, tempat ia bercocok tanam yang dinilai sangat tepat untuk ditanami hortikultura.

"Ini sudah tahun ketiga saya bertani dan Alhamdulillah lahan garapan saat ini sudah sekitar 25 hektare, dari awal hanya 1-2 hektare," kata Iqbal.

Pada momen panen raya semangka dalam Program Makmur Pupuk Kaltim beberapa waktu lalu, ia menjelaskan alasan lain mengapa dirinya memilih semangka sebagai komoditas terbaru yang ditanam di lahan yang dikelolanya.

Hal itu karena buah ini tidak mengenal musim, tidak seperti buah lainnya, tentunya sifat inilah yang membuat semangka memiliki nilai ekonomi yang lebih menjamin.

Bahkan dalam satu tahun, dirinya bisa memanen buah ini sebanyak 4 kali untuk masa tanam selama 60 hari atau sekitar 2 bulan.

Potensi inilah yang ia anggap memiliki keuntungan yang jauh lebih unggul dibandingkan komoditas lainnya.

Bertani semangka, kata Iqbal, tidak membutuhkan masa panen yang lama dan tentunya memberikan prospek menjanjikan bagi para petani penggarap yang ingin menggeluti profesi ini secara berkelanjutan.

Nah, dalam menggarap tiap satu hektare lahannya ini, laki-laki ini pun kini telah menugaskan 4 orang.

Satu orang merupakan tenaga musiman, sedangkan 3 lainnya ditugaskan untuk membantu mengelola.

Sehingga jika dihitung secara keseluruhan, Iqbal kini telah memiliki sekitar 100 petani yang dipekerjakan untuk menggarap seluruh lahan yang dikelolanya.

"Tiap satu hektare lahan, saya mempercayakan pada 4 orang. Satu tenaga musiman ditambah 3 anggota pengelola, sehingga saat ini ada sekitar 100 petani yang tergabung," tegas Iqbal.

Melihat kisah Iqbal, tentu kata-kata bijak 'Tidak ada kerja keras yang mengkhianati hasil' memang bisa disematkan pada perjalanan bisnisnya sebagai Agripreneur ini.

Ia berhasil menciptakan lapangan pekerjaan dan menjadi pahlawan masa kini bagi 100 petani.

Namun kisah suksesnya ini tidak lepas dari peran Pupuk Kaltim melalui Program Makmur Pupuk Kaltim yang difokuskan pada peningkatan kesejahteraan para petani.

Ini merupakan upaya proaktif Pupuk Kaltim dalam membangun dan memberdayakan masyarakat sekitar perusahaan agar mampu memajukan ekonomi lokal.

Iqbal menilai bahwa program ini sangat membantu para petani seperti dirinya untuk bisa hidup lebih sejahtera.

Hal itu karena ada banyak aspek yang didukung oleh perusahaan tersebut demi mendorong agar petani bisa maju dan mandiri.

Mulai dari kemudahan akses mendapatkan modal, bibit dan sarana pertanian lainnya, hingga proses pendampingan serta edukasi agar petani bisa mengoptimalkan produktivitas tanamannya.

Ia menambahkan, misi yang ia miliki pun sama dengan apa yang tengah dibidik Pupuk Kaltim, yakni mengajak lebih banyak generasi muda untuk terlibat dan memajukan sektor pertanian tanah air.

Di Indonesia, khususnya di desa tempat ia bertani, terdapat lahan yang sangat potensial untuk ditanam berbagai macam komoditas.

Ia pun mengajak para milenial untuk bisa sukses bersama memajukan ekonomi secara mandiri, dan bermanfaat bagi masyarakat dan bangsa.

"Melihat program Makmur ini, saya yakin akan lebih banyak generasi muda yang mau terjun di dunia pertanian. Apalagi di Desa Mayangan ini ada 150 hektare lahan potensial yang siap digarap dan dikembangkan kedepannya," tegas Iqbal.

Lalu apakah selama ini ada kendala dalam pengelolaan lahan yang digarapnya?

Kendati memiliki potensi yang sangat besar untuk digarap, Iqbal pun tidak memungkiri bahwa tiap upaya pasti akan menghadapi kendala.

Inilah yang turut ia hadapi saat bertani di Desa Mayangan, karena kendalanya pun cukup banyak, mulai dari ketersediaan lahan hingga biaya produksi yang tinggi.

Di sana, rata-rata petani tidak memiliki lahan sendiri, mereka hanya menggarap TKD dengan sistem sewa di depan.

Kondisi dilematis inilah yang membuat mayoritas petani setempat selalu merasa khawatir, karena jika hasil produksi mereka tidak sesuai dengan target, maka tentunya upaya mereka ini hanya akan berujung pada kerugian.

Tantangan yang mereka hadapi pun tidak hanya itu, ada pula ketersediaan pupuk dengan harga yang kian melonjak, ini secara otomatis turut mempengaruhi pendapatan mereka di luar biaya produksi lainnya.

Melihat kondisi sulit para petani setempat, Iqbal pun mulai aktif menyuarakannya dalam Asosiasi Petani Semangka Desa Mayangan.

Menjadi 'penyambung lidah' para petani yang khawatir terhadap masa depan usaha mereka inilah yang akhirnya membuat Iqbal mengenal 'Program Makmur Pupuk Kaltim' bersama Kontak Tani dan Nelayan Andalan (KTNA) Kabupaten Jember.

Program ini yang kemudian membantu para petani setempat termasuk dirinya memperoleh pembinaan agar dapat mengoptimalkan produktivitas pertanian di desa itu.

Ia pun mengakui bahwa sebagai petani milenial, dirinya sempat merasa ragu untuk bergabung.

Namun saat melihat hasil produksi komoditas padi dan jagung di daerah lain memuaskan setelah ikut program ini, ia akhirnya mencoba peluang tersebut.

"Awalnya sempat ragu, tapi melihat hasil produksi padi dan jagung di wilayah lain bisa maksimal dengan pembinaan Pupuk Kaltim bersama KTNA, jadi tidak ada salahnya dicoba," papar Iqbal.

Setelah bergabung dengan program tersebut, beberapa waktu berlalu dan ia kemudian melihat adanya perubahan secara signifikan pada hasil pertanian semangka yang dikelolanya.

Demi bisa menjadi petani unggul dan mandiri, Iqbal pun mendapatkan beragam kemudahan dengan pendampingan secara berkala.

Mendapatkan peluang ini, ia langsung memanfaatkan dan memadukannya dengan ilmu Agroteknologi yang ia miliki.

"Saya bisa mencapai hasil yang lebih maksimal dari Program Makmur, biaya produksi pun bisa saya tekan. Itu salah satu keunggulannya dan ini sudah panen kedua sejak ikut program," kata Iqbal.

Terkait pupuk yang digunakan dalam pengelolaan lahannya, Iqbal menggunakan produk non subsidi Pupuk Kaltim yakni Urea Daun Buah, NPK Pelangi 16-16-16 dan 20-10-10, serta pupuk hayati Ecofert.

Ia pun sangat senang saat momen panen pertama, karena dirinya langsung melihat hasil panen yang sangat berbeda dibandingkan ketika masih menggunakan pupuk subsidi maupun produk sejenis lainnya.

Menurutnya, sebagai pupuk majemuk slow release, NPK Pelangi sangat bagus untuk pertumbuhan daun, batang dan buah tanaman, sehingga pertumbuhan buah semangka pun menjadi lebih besar.

Tidak hanya itu, kata dia, ketahanan tanaman juga menjadi lebih baik, karena NPK Pelangi memiliki Diammonium Phosphate (DAP) yang sangat bagus untuk tanaman.

DAP merupakan pupuk berbentuk butiran yang telah banyak diaplikasikan dalam sektor pertanian.

Iqbal kemudian menyebutkan perbedaan signifikan lainnya yang bisa dihasilkan saat beralih menggunakan NPK Pelangi.

Dirinya hanya bisa mendapatkan buah semangka Grade A dengan berat lebih dari 4 kilogram (kg) saat pemetikan pertama dari momen tiga kali petik dalam satu masa panen.

Selanjutnya, ukuran buah yang dihasilkan menjadi lebih kecil pada kategori Grade B dengan berat sekitar 3,5 hingga 4 kg, atau Grade C dengan berat dibawah 3,5 kg.

Kendati ukuran buah yang dipetik menyusut bobotnya, namun pupuk ini tetap memberikan nutrisi pada buah yang akan dipanen selanjutnya.

"Tapi karena NPK Pelangi slow release, ketersediaan pupuk dalam tanah selalu ada. Jadi tetap memberi nutrisi untuk hasil panen selanjutnya dengan buah yang masih besar," tutur Iqbal.

Manfaat lainnya yang ia peroleh dari penggunaan pupuk non subsidi Pupuk Kaltim adalah dapat menekan biaya produksi.

Ia menjelaskan bahwa NPK Pelangi tidak hanya lebih murah jika dibandingkan produk non subsidi sejenisnya, namun juga pengaplikasiannya pada lahan pertanian tergolong lebih hemat.

Perlu diketahui, untuk satu kali masa tanam hingga panen, Iqbal mampu menghemat biaya produksi mencapai hingga 20 persen.

Peningkatan hasilnya pun antara 17 hingga 20 persen, sementara rata-rata panennya sekitar 35 hingga 40 ton per hektare dari capaian sebelumnya yang mencapai maksimal 30 ton per hektare.

"Rata-rata buah yang dihasilkan bisa mencapai 7 hingga 10 kg di panen pertama, lalu 4 hingga 7 kg saat panen kedua dan ketiga. Akhirnya banyak petani sekitar yang tanya dan mulai pakai produk Pupuk Kaltim juga," pungkas Iqbal.

Kesuksesan bertani yang dijalaninya bersama Pupuk Kaltim, tentu turut menarik perhatian para petani lainnya di wilayahnya.

Mereka pun kini mulai menggunakan produk pupuk non subsidi dari perusahaan ini dan menjalani proses untuk menjadi petani maju dan mandiri.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas