Tingginya Inflasi di China Disebut Bikin Rugi Konsumen RI
Kemudian, Ariston menjelaskan, inflasi di Negeri Tirai Bambu ini juga akan berpengaruh terhadap kenaikan angka inflasi di Indonesia.
Penulis: Yanuar R Yovanda
Editor: Hendra Gunawan
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Yanuar Riezqi Yovanda
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Inflasi di China mencatatkan angka tertinggi sejak 26 tahun yakni tepatnya Indeks Harga Produsen atau Producer Price Index (PPI) meroket 13,5 persen.
Pengamat Keuangan Ariston Tjendra mengatakan, harga barang-barang yang dijual di Indonesia berasal atau dibuat dari material impor asal China bisa naik.
"Ini tentu akan merugikan konsumen Indonesia," ujarnya melalui pesan singkat kepada Tribunnews, Selasa (16/11/2021).
Baca juga: Pertumbuhan dan Inflasi Jadi Indikator Kenaikan Upah
Kemudian, Ariston menjelaskan, inflasi di Negeri Tirai Bambu ini juga akan berpengaruh terhadap kenaikan angka inflasi di Indonesia.
Adapun kalau saja kenaikan inflasi bertahan dalam waktu lama, Bank Indonesia (BI) mungkin akan menaikan suku bunga acuannya.
Ariston mengungkapkan, masalahnya adalah kalau suku bunga acuan BI naik, maka suku bunga kredit juga akan bisa naik lagi.
Baca juga: Komoditas Minyak Goreng Jadi Penyumbang Utama, BI Prediksi Inflasi November 0,16 Persen
Kendati demikian, menurutnya yang jadi masalah mungkin bukan hanya inflasi di China, tapi kenaikan harga energi dan komoditi global karena gangguan suplai.
Ini sudah terasa di Indonesia seperti kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) dan minyak goreng yang menjadi bagian dari produksi barang.
"Dengan demikian, harga barang-barang konsumsi yang beredar di Indonesia jadi naik dan mendorong kenaikan inflasi ke depannya. Ini tidak bisa dihindari karena terjadi global di seluruh dunia," pungkas Ariston.