Pakar IPB Ingatkan BPOM Soal Aturan Label Pangan
Khusus yang terkait BPA, dia mengatakan BPOM telah menetapkan satuan untuk keamanan pangannya sama dengan yang lain yang disebut TDI
Editor: Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Rancangan Peraturan Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) tentang Perubahan Kedua atas Peraturan BPOM Nomor 31 Tahun 2018 tentang Label Pangan Olahan jangan sampai bersifat diskriminatif dan sebelum aturan dikeluarkan harus dilakukan kajian Regulatory Impact Assessment (RIA) yang mengakomodasi semua stakeholder, termasuk di dalamnya analisis mendalam terhadap dampak ekonomi dan sosial yang disebabkan.
Pakar Pangan yang juga Guru Besar Ilmu dan Teknologi Pangan Institut Pertanian Bogor (IPB), Prof. Dedi Fardiaz mengatakan, sebetulnya tentang migrasi dari zat kontak pangan ke produk pangan itu sudah diatur dalam Peraturan BPOM Nomor 20 Tahun 2019 tentang Kemasan Pangan.
Baca juga: Heboh Pemanggilan Pelaku UMKM Frozen Food oleh Polisi, Menkop Hingga Kepala BPOM Angkat Bicara
“Di sana semua jelas sekali dipaparkan,” katanya, Rabu(1/12/2021).
Peraturan itu menyebutkan label bebas dari zat kontak pangan itu tidak hanya berlaku untuk kemasan berbahan PC yang mengandung Bisphenol-A(BPA) atau zat kimia sintetis saja, tapi juga produk lainnya seperti melamin perlengkapan makan dan minum, kemasan pangan plastik polistirene (PS), kemasan pangan timbal (Pb), Kadmium (Cd), Kromium VI (Cr VI), merkuri (Hg), kemasan pangan Polivinil Klorida (PVC) dari senyawa Ftalat, kemasan pangan Polyethylene terephthalate (PET), juga kemasan pangan kertas dan karton dari senyawa Ftalat.
Khusus yang terkait BPA, dia mengatakan BPOM telah menetapkan satuan untuk keamanan pangannya sama dengan yang lain yang disebut TDI (tolerable daily intake).
Di mana, sesuai ketentuan dalam Peraturan Badan POM Nomor 20 Tahun 2019 tentang Kemasan Pangan, batas migrasi maksimal BPA adalah sebesar 0,6 bagian per juta (bpj, mg/kg).
Pada pertengahan tahun ini, kata Dedi, BPOM juga telah melakukan pengujian terhadap migrasi BPA terhadap AMDK berbahan PC dan menemukan bahwa hasilnya rendah sekali dibandingkan dengan persyaratan kandungan dalam airnya.
“Setelah dihitung ternyata paparannya itu jauh sekali di bawah itu. Artinya relatif aman,” ujarnya.
Terkait adanya rencana BPOM untuk meminta kemasan polikarbonat air minum dalam kemasan untuk mencantumkan label ‘berpotensi mengandung BPA’, dia mengusulkan agar itu dibuat pengecualian.
Di mana, kemasan yang sudah memenuhi batas migrasi aman, yaitu 0,6 bpj tidak perlu melabeli kemasannya dengan label bebas BPA.
Baca juga: Pandemi Covid-19, Best Western Premier Solo Baru Hadirkan Promo Frozen Food dan Ready To Cook
Sedang untuk kemasan plastik lainnya yang memang dalam proses pembuatannya tidak menggunakan BPA sebagai zat aditif menurutnya juga tidak perlu dibuat mengada-ada dengan melabeli ‘bebas BPA’.
“Karena kemasan lainnya kan tidak mengandung BPA. Yang Policarbonat (PC) itu yang pasti menggunakan BPA dalam proses pembuatannya.
Yang bukan PC seperti PET, PVC, atau bahkan kaca kan memang tidak mengandung BPA.
Jadi kalau diklaim mengandung bebas BPA kan itu mengada-ada namanya, artinya mengklaim sesuatu yang tidak ada,” tukasnya.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.