Antam Bukukan Laba Tahun Berjalan Rp 1,71 Triliun, Begini Pujian DPR
Laba usaha Antam pada 9M21 tercatat sebesar Rp2,35 triliun, tumbuh 63 persen dibandingkan 9M20 sebesar Rp1,44 triliun
Penulis: Choirul Arifin
Editor: Eko Sutriyanto
"Kalau ini (PT Antam) masih ada harapan bisa beres. Mohon maaf tapi seperti di Krakatau Steel (KS), bikin dua pabrik habis 1-2 juta dolar sama sekali tidak ada pemasukan hingga sekarang, malah lebih parah," kata Haikal dalam rapat tersebut.
Baca juga: Tabungan Emas Pegadaian Kini Tersedia di Aplikasi Bareksa
"Kalau Bapak (Antam) colok listrik tinggal jalan. Kalau yang itu (KS) sudah tidak ada harapan," ucap Haikal saat rapat dengar pendapat Komisi VI DPR dengan Direktur PT Antam Tbk. Dana Amin beserta jajarannya di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (2/12/2021).
Dalam merespon Haikal, Dirut Antam Dana Amin yang turut hadir dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi VI DPR, berjanji akan secepat mungkin mencarikan solusi pasokan listrik pabrik feronikel di Haltim.
Kemudian jika kelambatan penyelesaian proyek feronikel dianggap akan mengurangi laba, menurut Dana Amin, justru sebetulnya dari sisi beban uang atau capital cost.
"Misalnya kita punya tanggung jawab menaruh equity di SGAR (Smelter Grade Alumina Refinery) 35 persen dari 800, 100 juta dolar itu mau utang ke bank atau menggunakan cash internal," terangnya.
Dia menjelaskan, pilihan meminjam ke bank sudah pasti menaikkan lagi catatan di neraca utang ditambah bunganya 5 persen per tahun.
"Berarti 50 miliar setahun, yang kita lakukan kita pakai cash internal dulu, kita nggak sanggup lagi bayar bunga krn bunga itu ratuan miliar. Kita menghemat dari sisi capital, di mana projek kita suruh melakukan process balancing 70 persennya, dan itu terjadi," ujar dirut Antam ini.
Sebenarnya, lanjut Dana Amin, secara struktur capital Antam di investasi SGAR tidak terbebani secara bunga. "Persoalannya benar tadi kemampuan eksekusi project, selalu di situ, ngak cuma di Antam, bukan kita ngeles, tapi selalu begitu," imbuhnya.
Oleh karena itu, ia berharap bantuan dan dukungan Komisi VI untuk bagaimana menghindari risiko-risiko klasik BUMN yang membuat projek itu tidak delivered. "Umumnya adalah risiko kontruksi, ada persoalan antarpemegang saham, ada persoalan teknologi, sekarang lebih lucu lagi persoalan internal kontraktor," ungkap Dana Amin.
Lebih lanjut, perihal return of investment capital, seperti disinggung wakil rakyat dalam rapat tersebut, diakuinnya memang sangat berpengaruh terhadap manajemen Antam.
"Kami lihat seringkali return yang didapatkan hari ini digerus oleh investor capital yang tidak menghasilkan, kami biasanya menikmati investasi zaman dulu, pabrik pemurnian tahun 70an, kemudian pabrik pemurnian menggunakan PMN tahun 80," ujarnya.
Sementara investasi-investasi baru yang dilakukan di akhir 90an sampai awal 2000, mulai 2005, 2010, 2015, 2017 sampai hari ini tidak menghasilkan, sehingga menyebabkan balancing Antam berat.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.