Angkasa Pura I Bantah Punya Utang Rp 35 Triliun
PT Angkasa Pura I (Persero) membantah pernyataan pihak Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN), yang menyebut Perseroan memiliki utang Rp 35 T
Penulis: Bambang Ismoyo
Editor: Muhammad Zulfikar
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ismoyo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - PT Angkasa Pura I (Persero) membantah pernyataan pihak Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN), yang menyebut Perseroan memiliki utang senilai Rp35 triliun.
Direktur Utama PT Angkasa Pura I, Faik Fahmi membenarkan bahwa perusahaan yang dipimpinnya memiliki utang, namun jumlahnya hanya Rp28 triliun.
“Sebenarnya kondisi Angkasa Pura I tidak seburuk yang diinformasikan. Kita memang ada utang kepada kreditur dan investor sampai dengan bulan November 2021 itu Rp28 Triliun. Jadi bukan Rp35 triliun,” ujar Faik dalam konferensi pers Angkasa Pura I, Rabu (8/12/2021).
Selain dengan kreditur dan investor, Faik juga menyebutkan bahwa Perseroan juga memiliki kewajiban pembayaran kepada karyawan dan supplier sekitar Rp4,7 triliun. Sehingga totalnya senilai Rp32,7 triliun.
Dalam kesempatan ini, Bos AP I ini juga membeberkan alasan mengapa BUMN pengelola bandara ini memiliki utang jumbo.
Faik menjelaskan, pandemi Covid-19 yang mulai terjadi di Indonesia sejak Maret 2020 berdampak terhadap penurunan drastis trafik penumpang di 15 bandara Angkasa Pura I.
Sebagai gambaran, pada 2019, trafik penumpang di bandara Angkasa Pura I mencapai 81,5 juta penumpang.
Namun ketika pandemi Covid-19 melanda pada awal 2020, trafik penumpang turun menjadi 32,7 juta penumpang dan pada 2021 ini diprediksi hanya mencapai 25 juta penumpang.
Ditambah lagi, pandemi Covid-19 melanda pada saat Angkasa Pura I tengah dan telah melakukan pengembangan berbagai bandaranya yang berada dalam kondisi lack of capacity.
Baca juga: Bandara YIA Membuat Utang Angkasa Pura I Mencapai Rp 38 Triliun? Ini Analisa Pengamat
Seperti Bandara Internasional Yogyakarta di Kulon Progo (YIA) yang menghabiskan biaya pembangunan hampir Rp12 triliun, Terminal Baru Bandara Syamsudin Noor Banjarmasin yang menghabiskan biaya pembangunan sebesar Rp2,3 triliun, dan juga pengembangan bandara-bandara lainnya.
Di mana kesemuanya dibiayai melalui skema penggunaan dana internal dan berbagai sumber lain seperti kredit sindikasi perbankan serta obligasi.
Adanya pandemi Covid-19 membuat kondisi keuangan dan operasional perusahaan mengalami tekanan cukup besar.
Pendapatan 2019 yang mencapai Rp8,6 triliun anjlok di 2020, di mana perusahaan hanya meraih pendapatan Rp3,9 triliun dan diprediksi pada 2021 ini pendapatan juga akan mengalami sedikit penurunan akibat anjloknya jumlah penumpang yang hanya mencapai 25 juta orang.