1 Januari 2022 Harga Rokok Bisa Mencapai Rp 40 Ribu Per Bungkus, Imbas Naiknya Cukai Hasil Tembakau
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengungkapkan, pemerintah telah memutuskan rata-rata kenaikan tarif cukai rokok untuk tahun depan sebesar 12%
Editor: Muhammad Zulfikar

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah telah menetapkan kenaikan tarif cukai rokok 2022. Rata-rata kenaikannya 12 persen.
Kenaikan tarif ini lebih rendah dibanding rerata kenaikan tarif cukai tahun 2021 yakni 12,5 persen.
Lebih terperinci, kenaikan tarif cukai 2022 tertinggi dikenakan untuk golongan Sigaret Kretek Mesin (SKM) sebesar 13,43 persen dan Sigaret Putih Mesin (SPM) sebesar 13,57 persen.
Sementara Sigaret Kretek Tangan (SKT) kena tarif paling rendah yakni naik 3,75 persen.
Keputusan ini tentunya akan berpengaruh pada kenaikan harga rokok di tahun depan.
"Ini adalah cukai baru yang akan berlaku mulai bulan Januari. Pak Presiden minta kepada kita segera selesaikan supaya kita tetap bisa menjalankan per 1 Januari," kata Sri Mulyani dalam konferensi pers, Senin (13/12/2021).
Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini menuturkan, kenaikan tarif cukai rokok setidaknya mempertimbangkan empat aspek, mulai dari pengurangan konsumsi rokok, perhatian kepada buruh di pabrik rokok, hingga penyebaran rokok ilegal.
Baca juga: Menkeu Sebut Jokowi Setujui Kenaikan Cukai Rokok pada 2022, Ini Besarannya
Dia berharap, kenaikan cukai mampu mencapai target penurunan prevalensi perokok anak usia 10-18 tahun menjadi 8,83% dari target 8,7% dalam RPJMN tahun 2024.
Naiknya cukai rokok tahun depan berkontribusi menurunkan produksi rokok sebesar 3% dari 320,1 miliar batang menjadi 310,4 miliar batang. Indeks kemahalan rokok pun menjadi 13,77% dari 12,7%, dengan target penerimaan APBN dari cukai rokok mencapai Rp 193,5 triliun.
"Prevalensi dari anak-anak yang merokok turun sehingga makin mendekati target dalam RPJMN di 8,7. Tenaga kerja berpotensi turun sebesar 457-990 orang," sebut Sri Mulyani.

Di sisi lain, pihaknya juga mempertimbangkan rerata kenaikan cukai terhadap tenaga kerja atau buruh yang bekerja di pabrik rokok. Oleh karena itu, tarif cukai SKT hanya naik 4,5%.
Untuk itu, simak besaran harga jual eceran (HJE) rokok untuk tiap golongan di bawah ini baik per batang maupun per bungkus (1 bungkus isi 20 batang).
Harga Rokok per 2021 Sigaret Kretek Mesin:
1. Sigaret Kretek Mesin golongan I (tarif cukai 985, naik 13,9%).
HJE per batang: Rp 1.905
HJE per bungkus: Rp 38.100
2. Sigaret Kretek Mesin golongan IIA (tarif cukai 600, naik 12,1%)
HJE per batang: Rp 1.140
HJE per bungkus: Rp 22.800
3. Sigaret Kretek Mesin golongan IIB 14,3% (tarif cukai 600, naik 14,3%)
HJE per batang: Rp 1.140
HJE per bungkus: Rp 22.800
Sigaret Putih Mesin
1. Sigaret Putih Mesin golongan I (tarif cukai 1.065, naik 13,9%)
HJE per batang: Rp 2.005
HJE per bungkus: Rp 40.100
2. Sigaret Putih Mesin golongan IIA (tarif cukai 635, naik 12,4%)
HJE per batang: Rp 1.135
HJE per bungkus: Rp 22.700
3. Sigaret Putih Mesin golongan IIB (tarif cukai 635, naik 14,4%)
HJE per batang: Rp 1.135
HJE per bungkus: Rp 22.700
Baca juga: Cukai Rokok Kembali Naik 12% Per 1 Januari 202, Ini Penjelasannya
Sigaret Kretek Tangan
1. Sigaret Kretek Tangan golongan IA (tarif cukai 440, naik 3,5%)
HJE per batang: Rp 1.635
HJE per bungkus: Rp 32.700
2. Sigaret Kretek Tangan golongan IB (tarif cukai 345, naik 4,5%)
HJE per batang: Rp 1.135
HJE per bungkus: Rp 22.700
3. Sigaret Kretek Tangan golongan II (tarif cukai 205, naik 2,5%)
HJE per batang: Rp 600
HJE per bungkus: Rp 12.000
4. Sigaret Kretek Tangan golongan III (tarif cukai 115, naik 4,5%)
HJE per batang: Rp 505
HJE per bungkus: Rp 10.100.
Baca juga: Jokowi Minta Sri Mulyani Ngegas, Berlakukan Kenaikan Tarif Cukai Rokok Mulai 1 Januari 2022
Harapan Produsen Rokok
Selain mengerek tarif cukai rokok, pemerintah juga mengurangi layer tarif cukai dari 10 menjadi delapan layer. Pertama, pemerintah menggabungkan golongan SKM golongan IIA dan IIB. Kedua, menggabungkan SPM golongan IIA dan IIB.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Senin (13/12), menyatakan tarif cukai rokok SKT lebih rendah karena lebih banyak menyerap tenaga kerja, dan memanfaatkan produk-produk bahan rokok dari dalam negeri.
Sementara, rokok sigaret mesin dan sigaret kretek mesin lebih tinggi bahan baku impor dan minim tenaga kerja.
Tarif baru yang berlaku mulai awal 2022 untuk mengendalikan konsumsi rokok di dalam negeri. Kemkeu memperkirakan kebijakan ini akan mengerem produksi rokok hingga 10 miliar batang menjadi total 310 miliar batang.
Adapun tahun ini diperkirakan produksi rokok mencapai 320 miliar batang.
Hitungan pemerintah, kebijakan kenaikan cukai akan membuat Indeks Kemahalan Rokok naik dari 12,7% menjadi 13,78%. Harapannya, prevalensi perokok dewasa turun dari 33,2% menjadi 32,26% di 2022. Sedang perokok anak juga turun dari 8,97% menjadi 8,83%. Pencapaian ini mendekati target pemerintah 8,7% pada tahun 2024.
Di sisi lain, kenaikan tarif rokok juga bertujuan untuk menambah pundi-pundi penerimaan negara. Meski produksi rokok turun, kenaikan tarif cukai rokok bisa menutup target setoran bea cukai di APBN yang ditargetkan Rp 193 triliun di tahun 2022.
Ketua Gabungan Produsen Rokok Putih Indonesia (Gaprindo) Benny Wachjudi mengaku kecewa dengan kebijakan cukai rokok ini. Tarif cukai rokok putih tetap harus menanggung kenaikan tertinggi.
Baca juga: Sri Mulyani: Di Indonesia, Rokok Jadi Kebutuhan Pokok, Yang Miskin Jadi Semakin Miskin
Gaprindo sebelumnya mengusulkan agar tarif cukai sigaret putih mesin (SPM) naik sebesar 7% -8% saja. "Kenaikan tarif SPM di atas rata-rata 12%, harusnya, tarif tahun depan lebih lunak untuk menutup kenaikan tinggi 2 tahun berturut-turut 2020-2021," katanya (13/12).
Lebih lanjut, Benny menyebut, pemerintah selalu membanderol rokok putih dengan tarif cukai yang lebih tinggi dari golongan lainnya, karena alasan untuk impor bahan baku.
Padahal, kata dia, impor dilakukan lantaran ketersediaan tembakau dalam negeri tidak bisa memenuhi kebutuhan produksi. Padahal, kata dia, rokok putih golongan II banyak memakai tembakau lokal.
Produsen rokok berharap, pasca menaikkan tarif cukai ini, pemerintah lebih getol memberantas rokok ilegal agar ada persaingan bisnis rokok yang kompetitif. "Rokok ilegal yang dijual murah karena tidak bayar cukai jelas merugikan pabrik yang sudah patuh," ujarnya.
Konsumsi Rokok Lebih Besar dibanding Telur
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan, pemerintah telah memutuskan rata-rata kenaikan tarif cukai rokok untuk tahun depan sebesar 12%.
Salah satu alasan kenaikan ini adalah untuk mengendalikan konsumsi.
Baca juga: Menkeu Sebut Jokowi Setujui Kenaikan Cukai Rokok pada 2022, Ini Besarannya
Harapannya, dengan kenaikan tarif cukai hasil tembakau (CHT) ini, konsumsi rokok bisa berkurang, sehingga aspek kesehatan bisa membaik.
Sri Mulyani menyebut, pengeluaran rokok merupakan kedua terbesar dari masyarakat miskin baik di perkotaan maupun pedesaan.
Konsumsi rokok, berada di posisi kedua komoditas tertinggi dari sisi pengeluaran setelah beras. Adapun di perkotaan pengeluaran masyarakat untuk beras 20,3% dan rokok 11,9%. Sedangkan di desa 24% pengeluaran untuk beras dan diikuti rokok dengan 11,24%.
“Dibandingkan komoditas lain lebih memilih rokok terutama bagi masyarakat keluarga miskin daripada untuk tingkatkan produktivitas, daya tahan, kesehatan untuk sumber protein seperti ayam telur dan berbagai kebutuhan tempe, roti, dan lain-lain. Rokok jelas sangat jauh lebih tinggi,” kata Sri Mulyani saat Konferensi Pers Kebijakan CHT 2022, Senin (13/12).
Sri Mulyani menyayangkan hal tersebut. Karena data itu menggambarkan, rokok dijadikan oleh sebagian besar rumah tangga sebagai kebutuhan pokok. Dampaknya masyarakat miskin, semakin miskin.
“Sebab pengeluaran yang seharusnya untuk tingkatkan ketahanan kelompok miskin tapi dikeluarkan untuk Rokok capai 11% dari total pengeluaran keluarga miskin,” ujar Menkeu.
Baca juga: Tarif Cukai Hasil Tembakau Naik, Berikut Harga-harga Rokok Terbaru Mulai Januari 2022
Ia menegaskan pengendalian konsumsi rokok sangat penting karena, sebagaimana Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024 pemerintah berusaha meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM).
Setali tiga uang, melalui kenaikan tarif cukai rokok 2022, angka prevalensi merokok anak usia 10-18 tahun dapat berangsur mengecil dari 2021 yang diprediksi di level 9%, bisa turun jadi 8,7% pada tahun 2024.
“Konsumsi rokok meningkatkan risiko stunting dan memperparah dampak Covid-19 bagi mereka yang merokok. Keluarga perokok memiliki anak stunting 5,5% lebih tinggi dibandingkan keluarga bukan perokok,” ucap Sri Mulyani. (*) (Kontan/Tribunnews.com)