Kolaborasi UNCEN dan Freeport Indonesia Dorong Percepatan Pencapaian TPB Papua
PTFI paham membangun Papua secara bersama-sama jelas tidak mudah. Untuk itu, kerja-kerja yang cukup detail dengan modul yang disiapkan para ahli
TRIBUNNEWS.COM, JAYAPURA – Universitas Cenderawasih (Uncen) dalam peran strategisnya sebagai sentra kemitraan dan pengetahuan bagi pembangunan di Papua, menginisiasi sebuah temu kolaborasi yang bertema “Peran Pelaku Non Pemerintah (Non State Actors) dalam Percepatan Pencapian Pembangunan Berkelanjutan (TPB atau lazim disebut SDGs) Papua” pada Selasa (30/11/2021) di Rektorat UNCEN. Acara dihadiri oleh Bappeda Papua, para akademis dari Uncen, pelaku non-pemerintah yang diwakili oleh beberapa perusahaan yang beroperasi di Papua, seperti PT Freeport Indonesia.
Temu kolaborasi diadakan mengisi acara “Market Place” yang biasa dilakukan dalam momentum dies natalis UNCEN. Layaknya lokapasar (marketplace), Uncen sebagai tuan rumah acara dan sekaligus kolaborator acara menekankan pentingnya kolaborasi untuk dapat mempercepat pencapaian TPB atau SDGs Papua. Pada pertemuan ini, pihak UNCEN mengungkapkan kebutuhan perguruan tinggi terhadap dunia industri masih sangat tinggi. Melalui link and match, para pihak berupaya untuk saling memahami kebutuhan masing-masing, dan menyusun serta melaksanakan program yang telah disesuaikan dan disepakati.
”Ini forum yang baik untuk berbagi dan belajar,” kata Rektor Universitas Cenderawasih Apolo Safanpo.
Apolo mengetahui jika terkadang perusahaan swasta sebagai pelaku non pemerintah lebih baik dalam menjalankan produksi dan ekspor guna menambah devisa negara.
”Produksi dan ekspor dari swasta malah lebih banyak. Sementara BUMD malah jarang yang ekspor, padahal itu yang mendatangkan devisa lebih besar untuk negara. Kita harus saling belajar tentang hal-hal yang bisa diadopsi,” katanya.
Vera AP Wanda, Kepala Bidang Pengendalian dan Evaluasi Bappeda Papua merespon positif semangat untuk saling belajar dan berkolaborasi tersebut.
”Kalau infrastruktur, kita mampu bangun cepat. Selanjutnya adalah bagaimana memperkuat ekonomi kita. Kita harus kerja sama. (Apalagi) uang pemerintah takkan cukup. Jadi perlu dukungan,” ucapnya.
Menurut Vera, mengenai 17 tujuan pembangunan berkelanjutan (SDGs) yang perlu dicapai, hal yang paling utama adalah memastikan kesejahteraan untuk warga Papua.
“Kita harus bermitra untuk itu, dan untuk memulainya saya kira tempat yang tepat adalah kampus,” ujarnya.
Universitas Cenderawasih mempunyai lebih dari 25 pusat studi, di antaranya studi hukum, Hak Asasi Manusia (HAM), hingga energi. Sebelum memulai program, kajian atau pada umumnya dilakukan melibatkan para ahli dari pusat studi untuk dapat menghasilkan rujukan dalam menentukan program.
Memperkuat Kapasitas Kerjasama
PT Freeport Indonesia (PTFI) adalah salah satu kolaborator non pemerintah yang bermitra dengan Pusat Studi Data dan Informasi Pembangunan (Pusdip).
”Kami berharap yang dirintis Freeport melalui kolaborasi dengan UNCEN dapat berlanjut dan bermanfaat untuk masyarakat. Dalam pelaksanaan program-program investasi sosial, kami melibatkan lembaga adat, seperti Lembaga Musyawarah Adat Suku Amungme (LEMASA) dan Lembaga Musyawarah Adat Suku Kamoro (LEMASKO) sebagai mitra, untuk itu perlu penguatan kelembagaan,” kata Arnold Kayame, VP Community Relations & Human Rights PTFI.
Arnold memilih untuk berkolaborasi dengan Uncen sebagai perguruan tinggi tertua dan terbesar di Provinsi Papua, serta peran strategisnya sebagai Sentra Kemitraan dan Pengetahuan. Alasan kedua adalah karena Uncen dinilai lebih memahami Papua.
”(Kebetulan) target kami memang lembaga adat dengan latar belakang yang khusus, berbeda dengan daerah lain,” tambahnya.
Sebagai langkah awal, ada tiga dokumen yang diserahkan Uncen yang digunakan untuk memantau dan mengevaluasi beberapa sekolah yang dibiayai PTFI. Sekolah tersebut antara lain Asrama Taruna Papua, Sekolah dan Asrama Salus Populi, dan Asrama Bintang Kejora.
Nantinya, dokumen tersebut akan dibukukan dan dijadikan model bagi PTFI maupun Uncen untuk kolaborasi dengan pihak lain. Melalui dokumen itu, warga Papua diharapkan mendapatkan manfaat dari pembangunan SDM Papua, baik di sekitar wilayah operasi PTFI maupun di wilayah lain.
Kolaborasi dengan berbagai pemangku kepentingan, menggunakan metode dan modul yang disiapkan Uncen, merupakan upaya untuk menyiapkan warga Papua, sekaligus meninggalkan warisan yang bermanfaat. Terlebih, izin operasi PTFI semakin meningkat sampai tahun 2041.
”Kami juga ingin ada legacy. Kami tidak ingin keluar dari Papua dengan meninggalkan warisan kurang bagus. Selama Freeport hadir, masyarakat bergantung pada kami. Semua hal dimintakan ke perusahaan,” jelas Arnold, yang ingin perlahan mengubah hal itu.
Kontribusi PTFI sejauh ini masih dominan di tanah Papua. Tony Wenas, Presiden Direktur PTFI mengatakan, “Peningkatan produksi kami turut menggenjot pertumbuhan ekonomi yang signifikan bagi Papua pada triwulan III-2021.”
Selama periode Juli sampai September 2021, produksi bijih tembaga PTFI mencapai 956 juta ton atau naik 76,05 persen dibanding periode yang sama pada tahun sebelumnya. Sementara itu, angka produksi emas PTFI mencapai 968.000 ounce atau naik 67,76 persen dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya.
Peranan PTFI untuk menumbuhkan perekonomian Papua triwulan III-2021 telah mencapai 14,54 persen secara tahunan, sehingga Papua jadi provinsi dengan pertumbuhan ekonomi tertinggi di Indonesia. Jauh bila dibandingkan dengan angka pertumbuhan ekonomi nasional Indonesia pada triwulan III-2021, yakni 3,51 persen.
Hasil kemajuan produksi PTFI sudah pasti sejalan dengan usaha meningkatkan kesejahteraan warga di Kabupaten Mimika sebagai wilayah operasi. Di samping itu, PTFI selalu ikut berperan aktif untuk menyusun Rencana Aksi Daerah Mimika 2020-2024.
”Ini contoh bagaimana swasta berperan mempercepat pencapaian SDGs,” pukas Erna Witoelar, salah satu pendiri Partnership ID yang menjadi mitra PTFI dalam program kolaborasi dengan UNCEN.
Meski begitu, ada banyak tantangan yang tak mudah yang harus dilalui bersama. Bagaikan ”beri kail, bukan ikan” mudah diucapkan, tetapi tak mudah direalisasikan.
Melibatkan Banyak Pihak
Kolaborasi lanjutan dengan Uncen digagas PTFI untuk mengawal optimalisasi Yayasan Pemberdayaan Masyarakat Amungme dan Kamoro (YPMAK).
PTFI juga akan jadi lembaga donatur yang nantinya akan bekerja sama dengan semua yayasan di kampung. Bersama lembaga adat, PTFI akan langsung mendatangi kampung.
Bermodal modul dari Uncen, masyarakat dalam beberapa kali pertemuan pendahuluan merasa lebih dilibatkan.
”Dalam kerjasama dengan yayasan di kampung, kita akan lihat sasaran mereka. Tak bisa lagi orang datang ancam-ancam kita, kasih proposal, terus bilang karena punya tanah. Tidak seperti itu. Kita liat you punya proposal, dan ayo kita bersama-sama ke lapangan,” ujar Arnold.
Berdasarkan hasil evaluasi, secara jelas diketahui apa yang dibutuhkan masyarakat, bukan apa yang diinginkan.
PTFI dan pihak lain yang terlibat paham bahwa membangun Papua secara bersama-sama jelas tidak mudah. Untuk itu, kerja-kerja yang cukup detail dengan modul yang disiapkan para ahli dan akademisi harus dilakukan.
Kolaborasi memang tak bisa berjalan beriringan dengan kecepatan yang sama. Terkadang, pola pikir berbeda harus disatukan demi tujuan bersama. Tetapi, hal tersebut perlu dilakukan agar wilayah Papua tidak ada yang tertinggal.
Informasi lebih lanjut mengenai kolaborasi Freeport dan Universitas Cenderawasih (Uncen) bisa mengunjungi link ini.