Pejabat Kemnaker: Keputusan Anies Naikkan UMP Buruh 5,1 Persen Langgar UU Cipta Kerja
Di tahun tahun sebelum pandemi Covid-19, rata-rata kenaikan UMP di DKI Jakarta selama 6 tahun terakhir adalah 8,6 persen.
Editor: Choirul Arifin
Laporan Reporter Vendy Yhulia Susanto
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengambil keputusan merevisi dan menaikkan upah minimum provinsi (UMP) tahun 2022 sebesar 5,1 persen menjadi Rp 4.641.854.
Anies mengatakan, keputusan menaikkan UMP DKI Jakarta menjunjung asas keadilan bagi pihak pekerja, perusahaan dan Pemprov DKI Jakarta.
Sebagai gambaran, di tahun tahun sebelum pandemi Covid-19, rata-rata kenaikan UMP di DKI Jakarta selama 6 tahun terakhir adalah 8,6 persen.
“Dengan kenaikan Rp 225 ribu per bulan, maka saudara-saudara kita, para pekerja dapat menggunakannya sebagai tambahan untuk keperluan sehari-hari. Yang lebih penting adalah melalui kenaikan UMP yang layak ini, kami berharap daya beli masyarakat atau pekerja tidak turun,” ujar Gubernur Anies dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (18/12/2021).
Baca juga: Puji Anies Baswedan Cerdas, Said Iqbal Sebut Kenaikan UMP Akan Buat Untung Pengusaha
Menanggapi hal tersebut, Kepala Biro Humas Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) Chairul Harahap mengatakan, Kemnaker menyayangkan keputusan tersebut jika seandainya benar dilaksanakan.
Disebutkan, penetapan UMP tidak sesuai dengan regulasi yang ada yaitu PP nomor 36 tahun 2021 tentang Pengupahan, yang merupakan aturan pelaksana UU nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
Baca juga: Tunggu Keputusan PTUN, Apindo Imbau Pengusaha Tidak Menerapkan UMP DKI yang Ditetapkan Anies
“Ini (PP 36/2021) memang harus kita laksanakan dan kita junjung amanat pelaksanaan UU (UU 11/2020),” ujar Chairul saat dihubungi, Kontan.co.id, Senin (20/12/2021).
Chairul menyebut, Kementerian Ketenagakerjaan bersama kepala daerah mesti tunduk dan taat untuk melaksanakan UU dan aturan pelaksananya.
Baca juga: Pelaku Usaha Tuding Pemprov DKI Naikkan UMP 2022 Secara Sepihak
Sebab itu, setiap kepala daerah menerbitkan kebijakan, mesti berpedoman pada sistem hukum dan ketatanegaraan.
Artinya, kebijakan pengupahan juga perlu dilaksanakan sesuai regulasi yakni UU nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja dan PP nomor 36 tahun 2021 tentang Pengupahan.
“Pelaksanaan yang ditetapkan tidak sesuai perundang-undangan berarti bertentangan dengan UU atau tidak sesuai dengan regulasi yang diatur,” ujar Chairul.
Chairul mengatakan, pihaknya belum mengetahui apakah kebijakan revisi UMP 2022 yang dilakukan Pemprov DKI Jakarta akan dilakukan atau tidak.
Chairul mengatakan, Kemnaker menjunjung tinggi PP 36/2021 dalam pelaksanaan kebijakan pengupahan.
“Bagaimana berkaitan dengan kepala daerah yang tidak melaksanakan itu, itu kan nanti diatur kembali dalam konteks UU 23/2014 tentang pemerintah daerah, bagaimana hal ini dan konsekuensinya,” ucap Chairul.