Harga Bahan Bakar Berpeluang Naik, Pengusaha Khawatirkan Kinerjanya Bakal Seret
Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) pun meramal pada 2022 ini tantang Indonesia semakin berat.
Editor: Hendra Gunawan

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Indonesia dibayangi oleh krisis energi, selain cadangan energi unttuk listrik belum jelas, harga bahan bakar minyak (BBM) pun berpotensi naik.
Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) pun meramal pada 2022 ini tantangannya Indonesia semakin berat.
Koordinator Wakil Ketua Umum III Bidang Maritim, Investasi, dan Luar Negeri Kadin, Shinta Kamdani menyampaikan saat ini saja kondisi sangat berat dengan kondisi pandemi Covid-19 yang belum jelas kapan berakhirnya.
Baca juga: Protes soal Larangan Ekspor Batubara, Kadin sebut Harus Ditinjau Ulang dengan Lebih Bijaksana
Shinta Kamdani sangat menyayangkan adanya kenaikan harga energi di 2022.
“Hal ini karena kondisi ekonomi kita saat ini belum pulih sepenuhnya dari dampak pandemi.
Banyak pelaku usaha yang masih struggling mempertahankan eksistensi usaha dan me-recover modal yang hilang sepanjang pandemi sehingga kenaikan biaya energi ini akan memberikan beban tambahan untuk proses recovery tersebut,” kata Shinta saat dihubungi Kontan.co.id, Minggu (2/1/2022).

Dengan adanya potensi kenaikan harga energi, Kadin memperkirakan proses recovery industri bisa lebih lama lantaran energi merupakan salah satu komponen biaya pokok industri yang tentu dipakai oleh semua industri.
Baca juga: Sebanyak 1.100 Vaksin AstraZeneca Kedaluwarsa di Sulawesi Tenggara, Kadinkes Buka Suara
Terutama kenaikan biaya energi yang naik di semua jenis energi seperti BBM, LPG, dan listrik.
Shinta menambahkan, meskipun permintaan pasar domestik telah terpantau membaik di tiga bulan terakhir, bukan berarti daya beli masyarakat sudah pulih sepenuhnya sehingga banyak pelaku usaha yang menahan menaikkan harga jual sepanjang pandemi.
Dengan kebaikan harga energi ini, Kadin melihat adanya kesulitan untuk menahan kenaikan harga jual kepada konsumen di tahun 2022 sehingga beban di sisi pelaku usaha dan di sisi konsumen akan lebih besar.
Di satu sisi perusahaan yang masih menyerap kerugian untuk menahan kenaikan harga jual di pasar akan mengalami kerugian ekonomi yang lebih dalam karena kenaikan harga energi.
Baca juga: Pimpinan KSPSI dan KSPI Temui Ketua Kadin Bahas Kesejahteraan Buruh
“Sehingga ini bisa berimbas pada eksistensi usaha atau penciptaan lapangan kerja.
Di sisi lain, bila perusahaan tidak lagi mampu menyerap kerugian dan memilih menaikkan harga jual, kinerja perusahaan kemungkinan besar akan turun yakni dari sisi penerimaan maupun produksi karena daya beli masyarakat-nya masih lemah,” ujarnya.
Di samping itu, kenaikan harga energi juga dapat merugikan konsumen al ini akan memicu inflasi yang lebih tinggi tetapi tidak disertai dengan kenaikan pendapatan secara umum karena constraints penciptaan kinerja yang lebih tinggi dalam kondisi pandemi.
"Potensi peningkatan tingkat kemiskinan juga akan lebih tinggi. Tanpa kenaikan harga energi ini pun, harga energi di Indonesia sudah merupakan harga energi termahal di antara ASEAN-5,” tambah Shinta.
Dengan adanya dampak-dampak tersebut, Kadin mengkhawatirkan laju pemulihan ekonomi bisa melambat karena adanya kenaikan harga energi ini.
Adapun dampak negatifnya di perkirakan akan berdampak terhadap laju pertumbuhan konsumsi masyarakat, laju peningkatan kinerja serta juga daya saing investasi. (Venny Suryanto)