Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

Sampah Plastik di Bali Kian Mengkhawatirkan, Sinergi Seluruh Pihak Jadi Solusi

Bank Dunia mencatat sekitar 187 juta orang Indonesia yang tinggal dalam radius 50 kilometer dari pesisir menghasilkan 3,22 juta ton sampah plastik

Editor: Muhammad Zulfikar
zoom-in Sampah Plastik di Bali Kian Mengkhawatirkan, Sinergi Seluruh Pihak Jadi Solusi
KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG
Wisatawan duduk di samping tumpukan sampah saat musim angin barat di pesisir pantai Kuta, Bali, Jumat (14/12/2018). Akibat terjadinya musim angin barat di wilayah perairan Bali berdampak pada banyaknya sampah yang hanyut terbawa arus laut sehingga menumpuk di pinggiran pantai kawasan wisata kuta. (KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG). 

TRIBUNNEWS.COM - Masih tingginya penggunaan plastik dalam berbagai aktivitas sehari-sehari masyarakat membuat sampah plastik menjadi permasalahan yang tak kunjung teratasi. Bahkan, permasalahan ini pun makin mengkhawatirkan dengan ditemukannya sejumlah kasus hewan yang mati karena menelan sampah plastik.

Misalnya saja seperti kematian tragis seekor ikan paus sperma (Physeter macrocephalus) pada 2018 di perairan Wakatobi, Sulawesi Tenggara. Ikan sepanjang hampir 10 meter itu mati terdampar dengan perut berisi hampir enam kilogram plastik, termasuk 115 buah sampah plastik kemasan air minum gelas.

Selain itu, di tahun yang sama, tiga penyu di Pulau Pari, Kabupaten Kepulauan Seribu mati akibat sampah plastik dan tumpahan minyak yang berada di sekelilingnya. Saat ditemukan, kondisi penyu tersebut sudah membusuk dan juga terdapat plastik di mulut dan sela-sela kaki depannya.

Baca juga: Start Up Karya Anak Bangsa Ini Daur Ulang Sampah Plastik Berbasis Sistem Blockchain




Terkait hal ini, Bank Dunia mencatat sekitar 187 juta orang Indonesia yang tinggal dalam radius 50 kilometer dari pesisir menghasilkan 3,22 juta ton sampah plastik setiap tahunnya dan hampir separuh dari sampah plastik tersebut berakhir di perairan laut.

Salah satu wilayah di Indonesia yang mengalami dampak serius hal ini adalah Provinsi Bali. Merupakan salah satu daerah pariwisata, permasalahan sampah plastik di Bali menjadi lebih pelik sebab turut berkaitan dengan kesadaran masyarakat setempat, sekaligus wisatawan dalam menggunakan plastik.

Dalam laporan Sungai Watch yang bertajuk River Plastic Report 001 terdapat 5,2 juta ton sampah plastik yang terkumpul dalam kurun waktu dua bulan (Agustus-September 2020) pada kegiatan bersih-bersih sampah plastik di delapan lokasi, termasuk di seputaran Nyanyi, salah satu sungai paling kotor di Bali.

Laporan tersebut juga lebih detail menyebutkan bahwa terdapat 400 merek plastik yang terafiliasi pada 100 perusahaan yang produknya mengotori sungai di Bali.

BERITA TERKAIT

Bentuk sampah korporasi itu disebutkan antara lain berupa botol plastik, sedotan, kantong kresek, kemasan saset, gelas plastik, ban, sendal, kertas dan kardus, styrofoam, dan plastik keras jenis HDPE.

Baca juga: Ratusan Kilogram Sampah Berserakan di Pantai Parangtritis  Usai Perayaan Tahun Baru

Pentingnya Sinergi Semua Pihak

Sejatinya, dalam berkomitmen mengatasi permasalahan sampah plastik di Bali, Pemda Bali telah mengeluarkan regulasi yang tertuang dalam Peraturan Gubernur Bali Nomor 97 Tahun 2018 Tentang Pembatasan Timbulan Sampah Plastik Sekali Pakai.

Namun, regulasi ini perlu diterapkan lebih serius sekaligus dibarengi dengan memberikan edukasi dalam kesadaran masyarakat dalam memilih dan bijak menggunakan produk berbahan plastik.

Seorang wartawati lingkungan yang menetap di Bali, Theodora Sutcliffe mengungkapkan aturan pemerintah daerah Bali yang mengeluarkan larangan penggunaan plastik styrofoam, sedotan plastik dan kantong kresek sekali pakai belum diterapkan secara penuh karena masih menutup mata terkait peredaran air minum gelas yang semuanya disertai sedotan plastik.

Baca juga: Pentingnya Membangun Kesadaran Memilah Sampah Plastik Sejak Dini

"Di Bali, tidak ada kantor atau acara sosial yang selesai sebelum nampan berisi air minum gelas plastik sekali pakai beredar terlebih dahulu," katanya.

Padahal, dari beragam sampah plastik tersebut, menurut lembaga nirlaba lingkungan Sungai Watch, gelas plastik merupakan salah satu polusi plastik paling buruk di Bali.

Selain ikut memperburuk budaya manajemen sampah pada level individu, sampah gelas plastik sejatinya menyumbang pada tingginya volume sampah plastik yang tak terpungut di lingkungan. Ini karena bagi sebagian orang, produk minuman dalam kemasan gelas plastik – termasuk produk Air Minum Dalam Kemasan (AMDK), kerap dianggap sebagai sampah yang “sepele” lantaran ukurannya yang relatif kecil dan praktis tersedia di mana-mana dengan harga yang relatif murah.

Tak pelak, diperlukan sinergi seluruh pihak -- mulai dari pemerintah Provinsi, para pengusaha AMDK, masyarakat setempat, serta wisatawan lokal dan luar -- dalam mengatasi permasalahan sampah gelas plastik di Bali. Sinergi itu dapat berupa upaya bersama mengurangi konsumsi atau penggunaan gelas plastik sekali pakai, hingga memaksimalkan manajemen pengumpulan sampah serta proses daur ulangnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas