Temukan Kontaminasi BPA di Galon Isi Ulang, BPOM: Kami Akan Evaluasi dan Buat Peraturannya
Perlu diketahui, Bisfenol-A, atau kerap yang disingkat BPA, adalah bahan campuran utama polikarbonat, jenis plastikdigunakan galon isi ulang.
Editor: Hendra Gunawan
Galon Isi Ulang Dinilai Berbahaya, BPOM Tegaskan Lindungi Masyarakat dari Bahaya BPA
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) menemukan fakta yang mengkhawatirkan dalam pengunjian post-market air minum galon isi ulang yang mereka lakukan selama satu tahun terakhir.
Pengujian tersebut menunjukkan potensi berbahaya migrasi Bisfenol-A pada sarana distribusi dan fasilitas produk industri Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) yang telah mencapai ambang batas berbahaya.
"Pada uji post-market 2021-2022, dengan sampel yang diperoleh dari seluruh Indonesia, menunjukkan kecenderungan yang mengkhawatirkan," kata Deputi Bidang Pengawasan Pangan Olahan BPOM, Rita Endang, dalam keterangan tertulis yang diterima Tribunnews.com, pada Rabu (2/2/2022).
Baca juga: BPOM Tegaskan Keamanan Kemasan Galon Polikarbonat yang Dipakai Berulang
Perlu diketahui, Bisfenol-A, atau kerap yang disingkat BPA, adalah bahan campuran utama polikarbonat, jenis plastik yang banyak digunakan galon isi ulang.
Sebagai bahan kimia, BPA berfungsi menjadikan plastik polikarbonat mudah dibentuk, kuat dan tahan panas. Plastik polikarbonat pun mudah dikenali dengan kode daur ulang "7" pada dasar galonnya.
Rita menjabarkan, berdasarkan hasil uji migrasi BPA (perpindahan BPA dari kemasan pangan ke dalam pangan) menunjukkan sebanyak 33% sampel pada sarana distribusi dan peredaran, serta 24% sampel pada sarana produksi berada pada rentang batas migrasi BPA 0,05 mg/kg yang ditetapkan Otoritas Keamanan Makanan Eropa (EFSA), dan 0,6 mg/kg berdasarkan ketentuan di Indonesia.
"Potensi bahaya di sarana distribusi dan peredaran 1,4 kali lebih besar dari sarana produksi," ujarnya.
Baca juga: BPOM Tambah Dua Daftar Kombinasi Vaksin Booster untuk Covid-19
“Selain itu, terdapat potensi bahaya di sarana distribusi hingga 1,95 kali berdasarkan pengujian terhadap kandungan BPA pada produk AMDK berbahan polikarbonat dari sarana produksi dan distribusi seluruh Indonesia,” tambah Rita.
Berdampak pada bayi dan anak-anak
Dalam pengujian tersebut, BPOM juga melakukan kajian paparan BPA pada konsumen produk galon isi ulang.
Hasilnya, kelompok rentan seperti bayi berusia 6-11 tahun bulan berisiko 2,4 kali, dan pada anak-anak usia 1-3 tahun berisiko 2,12 kali dibandingkan kelompok dewasa usia 30-64 tahun.
"Kesehatan bayi dan anak merupakan modal paling dasar untuk mewujudkan sumber daya manusia berkualitas dan berdaya saing yang merupakan salah satu tujuan RPJMN (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional) 2020-2024," ujarnya.
Rugikan sektor ekonomi
Selain mempengaruhi kesehatan, Rita mengatakan BPOM bersama kalangan ahli di perguruan tinggi juga melakukan kajian kerugian ekonomi dari permasalahan kesehatan yang timbul akibat paparan BPA pada air kemasan.
Rita menjelaskan, penelitian dengan metode studi epidemiologi deskriptif dilakukan oleh sejumlah pakar ekonomi kesehatan yang menggunakan estimasi berdasarkan prevalence-based untuk mengkaji beban ekonomi.
"Dipilih satu penyakit dengan dukungan banyak publikasi yang ilmiah. BPA merupakan endocrine disruptor (zat kimia yang dapat mengganggu fungsi hormon normal pada manusia) berdasarkan penelitian berkolerasi pada sistem reproduksi pria atau wanita, seperti infertilitas (gangguan kesuburan)," katanya.
Tak hanya itu, berdasarkan hasil studi Cohort di Korea Selatan (Journal of Korean Medical Science) pada 2021, Rita mengutip ada korelasi antara peningkatan infertilitas pada kelompok tinggi paparan BPA dengan odds ratio atau rasio paparan penyakit mencapai 4,25 kali.
Baca juga: Bisa Habiskan 30 Galon Air Sekali Minum, Ternyata Unta Tidak Gunakan Punuknya Untuk Menampung Air
"Diperkirakan beban biaya infertilitas pada konsumen AMDK galon yang terpapar BPA berkisar antara Rp16 triliun sampai dengan Rp30,6 triliun dalam periode satu siklus in-vitro fertilization (IVF)," katanya.
BPOM tegaskan lindungi masyarakat dari bahaya BPA
Dalam rangka melindungi kesehatan masyarakat untuk jangka panjang, kata Rita, beberapa negara telah memperketat standar batas migrasi BPA.
"BPOM belajar dari tren yang berlangsung, dinamika regulasi negara lain, dan mempertimbangkan kesiapan industri pangan serta dampak ekonomi," katanya.
Sebelum menuju pada standar yang lebih ketat, tambah Rita, pada tahap awal BPOM melakukan revisi pelabelan risiko BPA pada kemasan AMDK.
Saat ini draft revisi Peraturan BPOM tentang Label Pangan Olahan tengah memasuki fase harmonisasi peraturan di level birokrasi pemerintahan.
Di dalamnya tertera sejumlah pasal yang mengharuskan produsen AMDK yang menggunakan kemasan plastik polikarbonat mencantumkan keterangan "Berpotensi Mengandung BPA” - kecuali mampu membuktikan produknya tak mengandung BPA melalui uji laboratorium terakreditasi.
Sementara untuk produsen AMDK yang menggunakan plastik selain polikarbonat, rancangan peraturan membolehkan mereka mencantumkan label "Bebas BPA".
Menurut Rita, BPOM mendapatkan dukungan dan masukan dari elemen masyarakat dan akademisi terkait standar aman air minum dalam kemasan.
“BPOM akan terus melakukan evaluasi standar dan peraturan bersama dengan pakar di bidang keamanan air, pelaku usaha, kementerian dan lembaga terkait, akademisi dan masyarakat dalam mempersiapkan standar kemasan dan label AMDK di pasaran,” tutup Rita.