Kaum Milenial Kini Dominasi Investor di Pasar Modal
Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso mengungkap, hingga 2021 jumlah investor 7,48 juta1.
Editor: Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Kelompok milenial kini mendominasi jumlah investor di pasar modal.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat pertumbuhan investor pada 2021 lalu sangat tajam.
Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso mengungkap, hingga 2021 jumlah investor 7,48 juta1.
“Jumlah ini meningkat 92,99% dari posisi tahun sebelumnya sebanyak 3,88 juta investor. Dimana 80% merupakan investor milenial, ini membuat peningkatan himpunan dana di pasar modal tumbuh 206% yoy jadi Rp 363,28 triliun pada tahun lalu,” mengutip pernyataan Wimboh secara virtual pada Senin (21/2/2022).
Baca juga: IHSG Ditutup Dengan Rekor Terbaru Naik ke 6.902, Investor Asing Catat Net Buy Rp 608,53 Miliar
Jumlah investor ini terus meningkat di pada awal tahun 2022. Data Kustodian Sentral Efek Indonesia menunjukkan terjadi pertumbuhan jumlah investor pasar modal 5% dari posisi akhir 2021 menjadi 7,86 juta di Januari 2022.
Berdasarkan demografi usia, investor berusia 30 tahun menyumbang sebanyak 60,30% dengan aset sebesar Rp 48,79 triliun pada Januari 2022. Lalu rentang usia 31tahun sampai 40 tahun sebanyak 21,43% dengan aset Rp 92,78 triliun.
Baca juga: IHSG Cetak Rekor Sepanjang Masa, Naik ke 6.892, Investor Asing Lakukan Beli Bersih Rp 792 Miliar
Kemudian, kelompok usia 41 sampai 50 tahun berkontribusi 10,35% dengan total aset Rp 150,58 triliun. Ada juga investor berusia 51 hingga 60 tahun sebanyak 5,07% dengan aset Rp 219,69 triliun. Terakhir investor berusia lebih dari 60 tahun sebanyak 2,84% beraset Rp 490,66 triliun.
Mustika Ridwan, salah satu investor milenial menyatakan sudah memulai investasi deposito berjangka bernominal Rp 200.000 per bulan dengan tenor satu tahun sejak kuliah. Dengan kebiasaan ini, ia mulai terbiasa melakukan menabung dan berinvestasi setelah memasuki dunia kerja.
Karyawan salah satu start up yang berbasis di Ibu Kota ini mengaku memulai dengan mengumpulkan dana darurat di deposito dengan tenor satu hingga tiga bulan dengan opsi automatically roll over. Pemilihan tenor ini agar mudah dicairkan bila ada keperluan mendadak.
Baca juga: IHSG Dibuka Naik Tipis 0,01 Persen ke 6.849, Investor Asing Lepas Saham Rp 45,54 Miliar
Sedangkan pada 2016, Mustika memulai investasi aset pertama dengan menyicil membeli tanah perkebunan pohon Jati. Ia sadar, keperluan tanah semakin meningkat dan bisa digunakan sampai hari tua.
Seiring kenaikan gaji, pada 2017 ia kembali mengaktifkan akun reksadana dan saham yang sudah pernah dibuat pada zaman kuliah. Lalu ia menempatkan dana dingin di dua instrumen saham dan reksadana.
"Pemilihan saham karena dulu sudah belajar saat kuliah jadi pilihannya untuk jangka panjang bukan trading. Sedangkan reksadana untuk meningkatkan keuntungan dana darurat," paparnya.
Adapun alasan menggunakan deposito karena cepat dan mudah dicairkan dan tidak perlu ada masa tunggu. Bagi Mustika dana dingin merupakan dana yang dalam waktu lima tahun tidak akan digunakan.
Ia juga sempat menempatkan dananya di surat berharga negara (SBN) ritel. Lantaran memberikan return 8,2% untuk produk ST02.
"SBN suka, namun tenornya dalam 2 tahun sehingga penempatannya tidak terlalu banyak. Kalau dikalkulasikan paling banyak dana di deposito," jelas Mustika.
Saat ini, Muskita memiliki investasi dengan komposisi 59% di tanah, deposito sebesar 22%, saham 17%, reksadana 1%, dan SBN 2%. (Maizal Walfajri)